Keterkejutan

437 56 5
                                    



Hari ini weekend. Triss berencana lari pagi untuk menghilangkan penat. Semalam dia tidak bisa tidur. Pikirannya terus melayang mencari sudut. Dia terus saja memikirkan seseorang, padahal seseorang itu belum tentu memikirkannya.

Azka.

Terus saja dia memikirkan nama itu. Memikirkannya saja sudah membuat perutnya mulas. Jangan ditanya jantungnya bekerja secepat apa.

Triss tidak tahu alasan apa yang membuatnya memikirkan Azka. Perkataan yang Azka ucapkan selalu membuat hatinya terbuka, seperti ada celah baru. Cahaya mulai menerangi pikirannya yang menggelap. Tapi dia tahu bahwa dirinya dengan Azka sangat jelas berbeda. Dia sekeras mungkin tidak memikirkannya, tapi tetap saja nama itu yang selalu nyangkut di otaknya.

*

Sekarang Triss sudah berada di Taman. Bukan taman yang ditunjukkan Pak Amin kemarin, tapi taman ini tidak terlalu jauh dari rumahnya, makanya dia kesini untuk sekedar merebahkan bokongnya ke kursi taman.

Ada kursi di sudut kanan Taman. Tepatnya dua kursi yang saling melekat, namun saling membelakangi. Triss duduk di salah satu kursi itu, ada seseorang yang membelakanginya. Tapi Triss menghiraukannya karena sudah terlanjur lelah untuk sekedar tau siapa dia. Takut kalau-kalau salah orang nantinya.

Triss meneguk minuman segar berperisa Jeruk. Setengah botol dia habiskan dalam satu napas berbarengan dengan tetesan demi tetesan keringat yang jatuh dari dahi membasahi pipinya.

"Pelan-pelan kalo minum."

Triss terbatuk batuk mendengar suara itu. Siapa? Padahal di sebelahnya tidak ada siapa-siapa. Ah dia lupa di belakangnya ada seseorang yang juga sedang duduk, mungkin dia.

Triss menengok ke belakang, melihat siapa yang tadi berbicara.

Deg deg deg.

Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Siapa yang tidak kaget ada suara tapi tidak ada yang bersuara. Tidak ada siapapun di belakangnya. Dia hanya melihat daun-daun yang berjatuhan karena dibelai angin.

Dengan segera dia berbalik kembali dan "Aaaaaaaaa!" dia berteriak setengah ditahan ketika melihat sosok yang tiba-tiba muncul di hadapannya entah sejak kapan.

"Kenapa? Nyariin saya?"

"Azka!! Lo ngangetin gue! Gue kira setan. Ya kali pagi-pagi gini ada setan," Triss langsung menghujani seseorang itu dengan teriakan. Yang tak lain adalah Azka.

"Lah itu kamu tau sendiri," Azka berbicara dengan tampang polosnya sambil menahan tawa. "Sama setan aja takut."

Deg deg deg!

Segelintir keringat mengalir sempurna di dahi Triss. Jantungnya meloncat loncat kian cepat. Dia tidak bisa menahan senyumnya ketika melihat seseorang di hadapannya tertawa mesem-mesem. Dia baru kali ini melihat Azka tersenyum, walau terkesan senyuman itu canggung, tapi dia bahagia. Entahlah kenapa dia bisa bahagia. Apalagi ketika melihat lesung di pipi kiri Azka. Itu adalah cacat terindah yang dia lihat. Tapi buru-buru dia menyembunyikan ekspresi itu.

"Gue gak takut sama setan. Gue takutnya sama lo."

"Kenapa?"

"Karena... gue takut kehilangan lo Ka." Lalu tawa Azka seketika meledak, tentu saja membuat Triss semakin kikuk dan bingung.

"Lagi belajar gombal ceritanya?"

"Enggak! Itu asl.." Ucapannya terpotong begitu saja.

"Lagi ngapain disini?" Kini Azka berbicara kembali pada wujud aslinya. Dingin.

Mencari Kiblat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang