Harus menjemput-Hidayah

1.5K 149 3
                                    


Hari ini hari Ujian Nasional. Dan ada yang berbeda dengan penampilan Triss. Semenjak dia menginjakkan kakinya disekolah, semua orang menatapannya dengan pandangan yang bermacam-macam.

Subhanallah.cantik. masya allah. Ya allah ya allah! Begitulah kira-kira ucapan yang Triss dengar sedari tadi.

Sampai akhirnya Kaelin,Nitha dan Sinta menghampirinya ketika Triss ingin memasuki ruangan ujiannya.

"Triss? Kamu mualaf?" tanya mereka berhati-hati, dan jawaban Triss hanyalah anggukan dan senyuman.

"Kamu cantik sama hijab kamu" entah kenapa mereka menjadi berbahasa aku-kamu setelah mengetahui Triss menjadi mualaf. Tapi setidaknya, pujian mereka tentang kecantikan Triss ketika berhijab mampu membangkitkan semangat Triss untuk terus membenahi dirinya.

---

Hari kelulusan sudah berlalu beberapa waktu lalu, dan hasil ujian Triss sangat memuaskan. Dia mendapat peringkat lima besar dari seluruh siswa. Semua ini memang karena Allah SWT.

Triss berjalan menuju taman yang biasa ditemuinya bersama Azka. Dengan masih menggunakan seragam sekolahnya, dia memberanikan diri bertemu Azka untuk memberitahukan sesuatu yang penting.

"Assalamualaikum" salam Triss ketika menemukan Azka yang sedang terduduk dikursi kayu.

"Eh? Waalaikumsalam" jawab Azka, lalu dia tersadar sesuatu "Triss? Hijab? Kamu?" Tanya nya tidak jelas karena mungkin terlalu kaget melihat Triss yang dari awal adalah tipe perempuan yang arogan dan sekarang berhijab?

"Iya.." Jawab Triss sembari tersenyum dan menunduk. "Aku boleh duduk?" dan Triss pun duduk disebelah Azka.

"Gimana ujiannya?" tanya Azka terlebih dahulu.

"Alhamdulillah! Puas banget sama hasilnya. Kamu sendiri?"

"Bagus deh. Sama" jawab Azka sembari tersenyum. Senyum yang tulus, senyum yang selama ini ingin dilihat oleh Triss.

"Ka?.." tiba-tiba Triss terlihat murung, kepalanya ia tundukkan, jari jemarinya ia diamkan.

"Kenapa?"

"Makasih ya. Kamu adalah pengantar hidayah buat aku. Kalau aku gak kenal kamu, atau kamu gak mau nolong aku dulu, mungkin sekarang aku masih luntang-lantung masih begadjulan. Tapi ini semua rencana Allah kan? Karena kamu bilang gak ada yang kebetulan. Maka dari itu, mungkin perasaan aku juga bukan suatu kebetulan"

"Maksudnya?" tanya Azka heran.

"Jujur, aku gak berani bilang ini. Ini pertama kalinya aku jujur tentang perasaan aku keseseorang. Aku sayang kamu" Triss menarik nafas, lalu buru-buru dia menambahkannya lagi takut kalau Azka mendahuluinya bicara "Aa.. aku tahu! Kita emang gak bisa sama-sama kan? Apalagi dalam ikatan pacaran, itukan haram. Aku emang gak sopan dan gak tahu malu bicara kaya gini, tapi apa salahnya jujur?"

"Kita gak tahu kedepannya gimana, jodoh yang baik itu untuk yang baik meskipun mereka dulunya pernah sama-sama jahat" jawab Azka, tentu saja jawaban Azka membuat Triss kaget. Triss pikir Azka akan membencinya. Dan ini membuat Triss semakin sakit dan takut jikalau nanti dia tidak bisa bertemu lagi dengan Azka.

Untuk beberapa saat keheningan merajalela diantara mereka, sebelum akhirnya Triss memutuskan berbicara kembali.

"Ka. Maaf ya, dulu aku pernah buat kesalahan sama kamu"

"Salah yang mana?"

"yang euh.." pipi Triss terasa memanas "aku pernah peluk kamu waktu aku cerita tentang mom" Triss menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan " sekarang aku sadar, itu dosa besar. Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu jalan yang buruk. Maaf waktu itu aku gak bisa ngontrol diri aku, aku bodoh. Sampai sekarangpun aku malu. Lucu ya? Aku malu sama perbuatan yang aku lakuin?" Triss tertawa masam.

"Kamu gak perlu jawab Ka. Sekarang cukup aku yang bicara dan kamu yang mendengarkan" Kali ini Triss benar-benar tertawa, hanya saja tawanya terdengar getir. "Oh iya, kamu pernah bilangkan sama aku? Kalau hidayah itu harus dijemput, gak bisa ditunggu. Dan sekarang aku harus jemput hidayah itu walaupun keujung dunia. Aku harus pergi" Triss berdiri dari posisi duduknya.

"Tapi kemana?" Azka juga ikut berdiri.

"Turki, aku harus belajar banyak tentang agama. Aku mau hijrah" Triss menundukkan kepalanya. Matanya terasa perih, selaput beningpun mulai menghalangi pandangannya.

"Kenapa gak disini? Aku? Mutiara? Hana? Atau seenggaknya kamu pikirin Abi sama Umi kamu" sebenarnya Azka sadar, dia tidak seharusnya berbicara seperti itu, tapi hatinya sakit. Dia takut tidak bisa bertemu lagi dengan Triss.

"Mereka udah ngijinin kok" dan akhirnya satu tetes air mata mengalir di pipinya, tapi buru-buru Triss usap. "Maaf, aku harus menjemputnya. Menjemput hidayah" Triss membalikkan badan berencana pergi dari tempat ini, tapi

"Tunggu" Azka mengeluarkan sebuah kotak berukuran kecil dari tas ranselnya, dan menyodorkan kotak itu kepada Triss. "Semoga kita bisa ketemu lagi ya" Azka tersenyum pasrah "Walaupun aku sayang kamu, tapi aku gak bisa ngelarang kamu buat gak pergikan?"

Mendengar itu Triss mendongakkan wajahnya.

Semoga kita berjodoh. Pikir keduanya dalam hati.

Azka dan Triss pun berbalik kearah yang berlawanan. Menapak tanah dengan langkah yang terasa berat. Membawa satu pertanyaan dalam pikiran apakah kita akan bertemu kembali?


Mencari Kiblat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang