BAB 1

77 5 0
                                    

           Angin berhembus dengan kencang. Matahari bersinar terik, tapi tidak terlalu cukup panas. Karna mentari sore kini telah menyapa semua orang yang sedang bersorak ramai. Mereka berada di sebuah gedung olahraga milik SMA Negeri 2 - yang menjadi tuan rumah suatu pertandingan. Mereka sedang menonton pertandingan basket.

           Pertandingan antara SMA Negeri 2 dengan SMA Negeri 1. Sorak sorak ricuh mewarnai setiap waktu pertandingan di mulai. Suara pantulan bola yang terpantul lantai lapangan bola basket, beserta suara langkah kaki yang berlari juga ikut mewarnai pertandingan ini. Terkadang terdengar suara decit dan gesekan sepatu para pemain. Yang membuat telinga terasa ngilu yang gatal. Aza begitu memperhatikan setiap langkah ataupun larian dari salah satu pemain yang jadi favoritnya. Matanya tak pernah berhenti mengamati saksama, seolah pemain itu akan melakukan kesalahan jika Aza berhenti untuk mengamatinya.

           Para pemain kini tengah berjuang mati matian untuk memenangkan pertandingan. Bola dilempar kesana, lalu kesini, tidak! Bolanya menuju kearah yang lain. Memang saja kalau bolanya terlempar-lempar, dioper sana oper sini. Karna bola itu adalah bola basket. Yang bertujuan untuk mencetak point sebanyak banyaknya kedalam ring lawan.

           Kini bola itu mendarat pada pemain SMA Negeri 2 kemudian direbut pemain SMA Negeri 1, kembali lagi direbut oleh tim tuan rumah dengan nomor punggung 09, pemain itu mendrible bola dengan rendah, kemudian belari menuju arah ring. Didepan nya sudah ada pemain lawan dengan nomor punggung yang sama 09 yang menghadang. Kemudian dengan cepat pemain lawan merebut bola dari tangan pemain itu. Sangat di sayang kan! Bola telah di lempar kearah sudut kiri, dengan sigap di tangkap oleh sesama pemain timnya kemudian di lempar ke dalam ring.

           Namun sayang, bola terpantul di papan dan terpental menjauhi ring. Sorak kecewa dari pentonton juga tak ketinggalan. Dilanjutkan suara teriakan semangat yang menggebu-gebu ricuh. Bunyi bel panjang pun terdengar. Suara penonton kini Terdengar gembira. Tidak-tidak, ada suara penonton yang terdengar kecewa. Bahkan ada pula yang sedih. Pertandingan kini seri. Tak ada tim yang memenangkan pertandingan. Terlihat dewan juri mengerombol, kemudian salah satu diantaranya berbisik kepada wasit. Kedua tim itu bergerombol sesuai dengan tim masing-masing, menunggu hasil keputusan wasit. Wasit berdiri di tengah lapangan dan berkata,

"Karena pertandingan hari ini seri.
Dewan juri memutuskan-, Untuk-," semua begitu antusias
mendengarkan apa keputusan dewan juri. Hingga tak ada sepatah
kata pun keluar dari mulut penonton, termasuk Aza.

"Mengadakan pertandingan ulang besok dengan catatan, jika
besok hasil pertandingannya seimbang lagi maka dinyatakan tidak ada pemenangnya. Dan keduanya adalah pemenang." lanjut wasit.

           Seketika suara bisik-bisik
samar terdengar dari penjuru kanan, kiri, maupun tengah. Semua membicarakan tentang keputusan dewan juri yang telah dibuat. Aza begitu bingung. Ia tak memgerti dengan apa yang sedang siswa lain bicarakan. Hanya saja ia merasa canggung duduk diantara sekian banyaknya orang yang menonton. Aza tidak suka keramaian seperti sekarang ini. Kalau bukan gara-gara anak itu, ia tak akan pernah mau duduk di bangku barisan depan hanya untuk melihat pertandingannya. Adit yang memaksanya. Ia tak mau mengecewakan sahabat satu satunya itu, hanya karna Aza tak suka tempat yang ramai. Semua penonton memudar.

           Mereka berjalan beriringan keluar dari gedung olahraga. Aza yang dengan santai masih duduk manis sambil menopangkan dagunya. Lapangan basket yang tadinya ramai kini menjadi sepi. Hanya ada segelintir  orang yang memilih untuk tetap tinggal. Tanpa Aza sadari, seseorang bernomor punggung 09 mendekati Aza yang sedang duduk melamun.

"Kau benar benar menungguku ya? Kenapa?" Aza terlompat kaget hingga tanpa sadar tubuhnya sudah berdiri mematung menatap
seseorang berbaju jersey itu.

Matanya terbelalak, "Kau sendiri yang memaksa ku! Aku juga tidak mau menunggumu! Ini tidak penting untukku!" ketus Aza sembari memalingkan wajahnya.

         Adit hanya terkekeh melihat Aza cemberut dengan bibir yang dimanyunkan. Menambah kesan baby face pada raut wajah nya sekarang. Raut wajah yang selama ini ada dihatinya.

***

          Aza membalik bukunya dengan kasar. Halaman demi halaman ia baca. Namun, bukannya mengerti dengan isi bacaan, Aza malah membuat dirinya semakin tidak mengerti akan isi dari buku yang ia baca itu.

"Memang sulit menjadi anak pintar." Aza mendesah pelan. "Kenapa Adit bisa sepintar itu ya? Padahal dulu dia tak pernah menunjukan kalau dirinya lebih pintar dari dugaanku?! Apa karena Adit anak pindahan makanya aku tidak tau ya? Hah... Sudahlah Aza." gumam Aza.

           Duduk di perpustakaan sendirian bersama penjaga perpus memang sudah pemandangan biasa.

          Bahkan kalau dipikir-pikir sendirian memang hal biasa baginya. Tapi sejak Adit datang, tak pernah ia merasa sendiri lagi. Tanpa sadar Aza tersenyum manis ketika teringat pertama kalinya Aza bertemu dengan Adit. Kalau Aza ingat kejadian yang dulu sebelum Adit datang- Tidak! Aza tidak mau membayangkan masa lalunya yang selalu sendirian.

           Aza benar-benar rindu dengan Adit. Tapi karna Adit sedang melakukan latihan sebelum pertandingan, Aza harus sendiri untuk beberapa waktu. Aza berdiri dan berjalan menuju arah tempat penjaga perpustakaan duduk. Ia memanggil dengan sopan dan berbicara  ramah kepada si penjaga. Karna penjaganya kebetulan seorang perempuan, mudah untuk Aza berkomunikasi. Beberapa menit kemudian Aza sudah sampai di depan gedung olahraga di sekolahnya. Aza sendiri masih duduk di kelas sebelas satu angkatan dengan Adit.

           Namun, mereka berbeda kelas. Aza ingin sekali masuk kedalam ruangan. Namun, ia tak mau menganggu Adit yang sedang latihan. Terpaksa Aza mengulurkan niatnya. Aza memutuskan menunggu Adit di ruang kelasnya sembari membaca Novel Sunshine becames you* kesukaannya.


Keterangan :
*Sunshine becomes you adalah salah satu novel karya Ilana Tan.

SIMPLE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang