BAB 13

20 2 0
                                    

           Malam terasa begitu dingin. Hujan kembali turun. Berbondong-bondong menuju bumi. Guyuran hujan membuat sang katak menyanyi merdu. Bersahut-sahutan, seakan merekalah paduan suara yang berjaya. Nyanyian sang katak yang memuja hujan. Memintanya untuk terus datang.

        Aril menatap pintu kaca yang tertutup korden. Menyelimuti seluruh tubuhnya, kecuali bagian wajahnya. Badannya terasa panas dingin. Seluruh tubuhnya mendadak hilang kendali. Lemas, tak bertenaga dan rasanya lumpuh dibagian saraf-sarafnya. Aril sungguh mengutuk dirinya. Bagaimana bisa ia sakit dimusim panca roba seperti ini. Memang kebanyakan orang akan mudah terserang penyakit bila dimusim seperti ini. Tapi, untuk Aril, sakit sungguh sangat membosankan. Lagipula, manusia mana yang ingin sakit? Kalau bisa ia tidak mau sakit untuk selamanya. Namun apa daya, Aril hanya manusia biasa. Tidak bisa mengatur segala kehidupannya. Termasuk kehidupan yang memuakkan yang dibencinya ini. Ia hanya ingin takdir yang menuntunnya. Menuju ketenangan yang diimpikannya.

Aril mengantuk. Rasanya kelopak matanya sangat berat sekali. Namun, rasa kantuknya serasa dibakar saat itu juga. Karena teringat kejadian tadi pagi. Malam hadir lebih awal. Langit tertutup awan kelabu. Cuaca hari ini sangat tidak mendukung. Rencananya batal. Hujan mendadak turun dan sampai sekarang belum berhenti.

           Seluruh badan Aril serasa lemas. Suhu tubuhnya berubah-ubah. Kadang terasa panas, kadang juga sedingin es. Cherry menaruh curiga dengan suhu Aril yang berubah-ubah. Ia memaksa Aril untuk mengecek suhu tubuhnya dengan Termometer. Dan ternyata suhu Aril 39 derajat Celcius. Cepat-cepat Cherry menyuruh Aril berbaring di kamar dan mengompresnya dengan handuk hangat. Dan berakhirlah pada Aril yang sekarang. Tidur di kamar dan tidak bisa melakukan apa-apa.

            Cherry keluar untuk mengganti air hangat yang sudah dingin.
Aril mendesah panjang. Ia tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan kejadian tadi pagi. Kebetulan atau ini sudah direncanakan? Entahlah. Sebenarnya Aril juga tidak mau memusingkannya. Tapi otaknya tidak mau mendengarkannya.

           Terdengar suara derit pintu terbuka dan tertutup dari arah belakang Aril.
Itu pasti Cherry, ujarnya dalam hati. Derap langkah kaki mendekatinya. Kemudian sesosok wanita dengan kaos yang ia kenakan tadi pagi masih melekat di tubuhnya. Cherry mentapnya cemas. Berkali-kali ia mengeluarkan napas panjang. Kemudian ia berdecak,

"Seharusnya kau tidur sekarang. Besokkan kau harus sekolah. Kau harus banyak istirahat," katanya cemas. Aril hanya memandangi Cherry tanpa kata. Sikap Aril yang tenang membuat Cherry muak. Ia membuang pandangannya dan kembali berdecak,

"Ck. Kau hanya menatapku begitu? Kau ingin tidak sekolah? Izin satu hari karena sakit?" Cepat-cepat Aril menggeleng. Tapi yang ia rasakan malah, sebuah gelengan yang lemah tak berdaya. Cherry menghembuskan napas lelah. Ia sudah lelah untuk membujuk Aril. Lelah dengan sikap Aril yang keras kepala. Ia memeras handuk yang sudah direndam air hangat, dan meletakannya di kepala Aril. Aril bahkan tidak melihat gadis itu datang membawa baskom yang berisi air. Atau? Aril yang tidak memperhatikannya? Hah! Sudahlah. Rasanya otak Aril penuh sekali dengan pemikiran-pemikirannya yang aneh. Kepalanya terasa berat. Kelopak matanya juga serasa berat. Pandangannya mulai kabur. Dan semuanya jadi gelap. Aril tertidur. Dari sekian jam ia mencoba untuk tidur dan sekarang ia tertidur seperti anak kecil. Kantuk yang ia tahan pasti menyerangnya. Dan ia bisa tertidur dengan nyenyak.

***


           Jam sudah menunjukan pukul tengah malam. Namun Adit belum juga tidur. Kantuk seolah tidak pernah datang dan menyerangnya. Adit berbaring diranjang tempat tidurnya. Di kamarnya. Disebuah rumah di perumahan elit. Dua blok dari rumah Aril. Adit memandang langit-langit kamarnya. Tampak biasa saja. Tapi sekarang, seolah-olah langit kamarnya sangat menarik sekali baginya. Kadang tersenyum, murung, bahkan tertawa. Ia memijit dahinya. Seolah tekanan yang ada di dalam kepalanya memudar setelah ia pijit. Ia masih belum bisa melupakan kejadian tadi siang. Saat dirinya dan Aza mengunjungi rumah Aril. Adit tidak habis pikir dengan kejadian tadi. Semua yang terjadi begitu tidak disangakanya. Kebetulan yang sama sekali tidak terpikirkan.

SIMPLE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang