Ketika mentari mulai terbenam, rasanya ia tak ingin hal itu terjadi. Ia lebih suka jika matahari bersinar terik diatas awan. Kegelapan itu membuatnya ingin melarikan diri. Entah kenapa hal itu terjadi, yang terpenting ia sangat merindukan sinar mentari.
Aril sedang mendribel bola basketnya. Namun, lama kelamaan menjadi semakin pelan. Pelan hingga bisa dikatakan hanya sebuah pantulan bola. Kini ia tak lagi memantulkan bola. Entah hilang kemana, bola itu sudah tak ada lagi di tangannya. Langkah nya begitu berat untuk meninggalkan lapangan basket.
Namun, kegelapan ini sungguh hal yang paling ia tidak sukai. Lapangan basket yang hanya di sinari oleh cahaya lampu yang terang benderang. Dengan kegelapan yang lebih banyak jumlahnya dari pada cahaya lampu itu sendiri.Dentingan bola pun-yang tadinya terdengar keras, kini hampir tak ada suaranya lagi. Setapah demi setapah ia berjalan. Mungkin jika berlomba dengan siput pun ia akan kalah. Disatu sisi lain ia diperhatikan oleh salah satu pemuda yang sedari tadi menunggunya.
"Hei Ril! Apa kabar? Gimana pertandingan nya?" kata pemuda itu.
Aril menoleh sebentar, kemudian berpaling. "Kalah." katanya putus asa.
Pemuda itu mengangkat sebelah alis nya. Ia tak percaya pemuda yang ada dihadapannya itu, mengatakan hal yang biasa.
"Kenapa kalau kalah? Kau sedih? Atau pelatih memarahimu?"
"Sudahlah Jay. Tidak perlu membahas masalah itu lagi. Mau apa kau kemari?"
Pemuda yang di panggil Jay ini menganggukan kepala tanda mengerti.
"Aku kesini untuk menawarimu untuk jadi pacar teman wanitaku. Kau tertarik?" sebelum Aril sempat berbicara, Jay memotongnya terlebih dahulu.
"Ah iya! Aku lupa bahwa sobatku yang satu ini tidak tertarik kepada seorang wanita. Lalu mau sampai kapan kau terus melajang?" Aril mendongakkan kepalaya keatas.
Terasa agak sedikit pusing karena habis latihan basket. Tanpa disadari, Mereka berbicara dibawah tiang lampu dipinggir lapangan. Aril mentap jauh ketengah lapangan.
"Aku tidak mau membahas yang itu. Melajang seumur hidupku pun tak apa. Asal tidak jadi seperti kau saja. Yang selalu gonta ganti pasangan. Itu apa ya namanya......... Ah iya! Playboy. Itu kau kan?" Aril tertawa sinis diakhir kalimatnya.
"Hem...kau ini. Kau pikir itu lucu?" kata Jay datar.
"Tidak. Aku tahu."
"Nah, kalau begitu datang lah ke rumahku, ibuku ingin bertemu denganmu. Dia sudah membuatkan kue kesukaanmu. Jadi kau harus datang. Oke?!" tanpa menunggu jawaban dari Aril, ia sudah pergi meninggalkan lapangan olahraga.
Perasaannya sungguh kacau. Kacau sekali. Ia bahkan tak tahu harus bagaimana. Disatu sisi ia malas pergi karna sudah gelap, satu sisi yang lain ibu Jay yang memintanya untuk datang. Setelah ibunya meninggal, Aril sungguh sangat kesepian. Meski masih memiliki ayah, Aril tak pernah menganggapnya hidup. Karna ayahnya gila akan kerja. Hampir tak ada waktu luang untuk Aril.
"Ayah? Entah hidup atau mati, aku tidak perduli!" Aril berlalu meninggalkan sekolahnya. Meninggalkan lapangan yang kini sepi dengan cahaya lampu yang menyorotinya.
***
Sudah berkali kali Aril mengambil keputusan. Berkali kali juga ia membatalkan niatnya. Namun, ia selalu gagal. Ia mencoba memberanikan diri untuk pergi kerumah Jay. Dengan diantar supir pribadinya, ia melaju kerumah Jay.
Sepanjang jalan Aril tak mau menengok kearah luar jendela. Rasanya rambut tengkuknya terasa berdiri jika ia memaksakan diri untuk melihat. Untunglah mobilnya sudah dilengakapi tirai, ia jadi tak perlu khawatir untuk melihat keluar jendela mobil. Beberapa menit berlalu. Aril tiba dirumah yang mewah dan megah. Arsitekturnya terlihat kental adat jawa. Hampir terlihat seperti joglo-rumah adat jawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMPLE LOVE
Подростковая литератураApa itu cinta? Dan bagaimana cinta itu tumbuh? Apa cinta juga bisa kadaluarsa? Cinta.., mempunyai banyak arti. Cinta yang sederhana, cinta yang buta, cinta yang palsu.. Semua itu tergantung bagaimana kau mengartikan apa itu CINTA. Seperti cinta se...