BAB 17

12 2 0
                                    

            Adit melangkah malu-malu. Seumur-umur, baru pertama kali ini ia mendatangi kamar para pelayan. Bukannya Aril terlalu jijik atau tidak mau bergaul dengan para pelayannya. Tapi itu semua karna ia memiliki saudara kembar yang amat ia sayangi. Jadi waktunya lebih banyak dihabiskan bersama Irul, saudara kembarnya.

Aril menatap mereka satu persatu. Hanya ada tiga pelayan wanita yang ada di kamar itu. Tersadar akan kelancangannya ia pun buru-buru meminta maaf.

"Ah.. Maafkan atas kelancanganku. Saya tidak bermaksud untuk menerobos kamar kalian. Maaf." pinta Aril.

Salah satu dari mereka mendekat.

"Tidak apa-apa kok den. Aden Aril bebas mengunjungi kamar kami. Tapi kalau aden butuh apa-apa aden bisa memanggil salah satu dari kami. Tidak perlu sampai datang kemari. Kami yang akan menghampiri aden." katanya sambil tersenyum.

Aril tau namanya. Mbok Ngatiyem, ya! Itu namanya. Tapi Aril lebih suka memanggilnya mbok Yem. Aril jarang berinteraksi dengan para pelayan rumahnya yang hanya beberapa orang. Seingat Aril hanya ada lima pelayan di rumahnya. Dan mbok Yem adalah yang tertua dan terlama bekerja dirumahnya.

"Tidak mbok. Saya tidak membutuhkan apa-apa. Tolong jangan salah sangka." kata Aril.

Mbok Yem tersenyum mendengar jawaban Aril.

"Lantas kenapa aden mau bersembunyi? Bersembunyi dari siapa?" kata mbok Yem lembut.

"Hihi. Den Aril ini dari dulu memang tidak pernah berubah. Aden memang suka sekali bermain petak umpet." sahut pelayan yang paling muda diantara mereka. Seingat Aril kalau tidak salah dia bernama mbak Sofi.

Mbok Yem pun melemparkan tatapan tajam kearah mbak Sofi dan menggelengkan kepala.

"Ah, itu, saya hanya-, yah..., em, bersembunyi dari Rysta saja. Soalnya ia pergi tanpa memberi tau ku. Dan itu membuatku cemas."

Semuanya tertawa terkecuali Aril. Ia justru bingung dengan apa yang mereka tertawakan.

"Haha. Den Aril bisa saja. Nanti bagaimana kalau neng Rysta kebingungan mencari den Aril? Kasihan den." kata Mbok Inah. Aril memang tau kalau diantara mereka mbok Inah, atau orang-orang memanggilnya Marsinah, yang paling pendiam dan tidak terlalu banyak bicara. Tapi melihat dari dekat seperti sekarang ini Aril rasa tidak begitu. Malah sepertinya mbok Inah adalah tipe orang yang ramah dan hangat sama seperti mbok Yem.

"Yah. Dia harus diberi pelajaran mbok sekali-sekali." kata Aril. Ia juga sebenarnya geli dengan tindakannya.

Mbok Yem berdiri dan berjalan kearah Aril. "Kemarilah den. Duduklah bersama kami. Itupun kalau den Aril tidak keberatan." ujar mbok Yem.

"Mbok Yem tidak boleh seperti itu. Tentu saja saya tidak keberatan untuk duduk bersama kalian disini. Dengan senang hati." Aril tersenyum dengan canggung dan di tuntun mbok Yem duduk di sebelahnya.

"Den Aril! Cobalah cerita tentang sekolah dan olahraga favorit aden. Den Aril tidak pernah bercerita soal itu." tanya Sofi bersemangat. Mbok Yem meliriknya lagi.

Seketika Aril merasa tidak enak. Ia hanya menunduk. Ia tau kalau mbok Yem tengah menjaga perasaannya saat ini. Agar dirinya tak bersedih lagi mengenang kepergian Irul yang masih belum bisa ia terima.

"Jangan dengarkan perkataan mbak Sofi den! Ia memang selalu begitu. Cerewet sekali. Dan suka penasaran." mbok Yem berusaha mengalihkan topik. Mbak Sofi juga terlihat salah tingkah karna ucapannya.

Tapi Aril ingin tau mengenai banyak hal. Ada banyak yang belum ia ketahui. Dan sepertinya para pelayan rumahnya pasti tau mengenai banyak hal. Aril harus lebih terbuka pada mereka sekarang.

SIMPLE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang