BAB 4

51 5 2
                                    

           Lembar demi lembar ia balik. Seakan ia sangat menikmati dan merasakan kata demi kata yang ia serap dari buku itu. Kadang ia agak sedikit menitikan air mata. Aza duduk dekat jendela kelas bagian kiri kelas. Dibangku paling depan. Karna jendela itu terbuka, Aza jadi terkena hembusan syahdu ,dari terpaan angin. Kepalanya disandarkan pada dinding, tangannya masih membalik lembar demi lembar. Matanya mengikuti setiap kata yang ia baca. Tanpa sadar ia menggengam novel itu dengan kencang. Genggaman itu disertai rasa gemetar yang menjalar diseluruh tubuhnya.

           Duduk santai sendiri seperti ini, memang kegiatan yang paling Aza sukai. Namun, kelas semakin ricuh ketika bel panjang berbunyi-tanda kelas akan dimulai setelah jam istirahat. Kau tau? Entah kenapa ia merasa asing dengan kelasnya sendiri. Itulah sebab Aza tak mempunyai teman.

"Heh Aza!" teriakan itu membuat Aza kaget. Ia mendongakan kepalanya.

          Ia melihat seorang gadis cantik yang selalu saja menganggunya, tapi ia selalu saja yang mengalah. Aza tak pernah berpikir akan seperti apa dirinya jika saja ia secantik gadis itu. Gadis yang membentak Aza tadi justru heran dengan Aza yang aneh.

"Hei! Kok melamun! Dengar ya?! Karna aku belum mengerjakan tugas, satu kelas akan berpura pura belum mengerjakan. Termasuk kau!" kata gadis itu acuh tak acuh.

Aza hanya melongo dengan pernyatan gadis itu. Lalu ia mencoba memberanikan diri untuk bertanya.

"Kenapa? Kau.... Kau tumben tidak mengerjakan tugas. Kenapa?" sejenak Aza ragu-ragu dengan pertanyaannya, karna gadis itu masih diam menatap Aza dengan tatapan bertanya.

"Em... Makasudku...... Aku...... Em, maaf. Baiklah." suara Aza terdengar lirih di telinga. Aza menyerah.

            Gadis itu tertawa puas. Kemenangan telah ia kuasai. Aza hanya bisa tertunduk sedih dengan sifatnya yang bodoh. Ia menyadari kalau dirinya ini bodoh. Namun apa daya. Forysta itu adalah gadis yang berpengaruh di kelas. Astaga! Sudah berapa kali ia memuji Forysta dari tadi? Ahh! Memang sungguh bodoh aku ini, pikir Aza dalam hati.

"Kau tau kan siapa kau ini?" Aza mengangguk, hanya mengangguk.
Forysta tersenyum sinis.

"Kau itu bukan siapa siapa. Tak ada hak untukmu. Jangan bermimpi jika kau tak tau untuk kembali terjaga.

Hidup saja dengan mimpi-mimpi bodoh yang tak berguna itu."

Sekali lagi Aza hanya bisa menjawab dengan anggukan. Kepalanya terus saja ia tundukan. Ia tak berani untuk mendongak keatas.

"Tidak perlu berlagak sok cantik. Aku tidak suka melihatmu tampil cantik. Tidak cocok dengan dirimu, tahu tidak?!" entah apa yang Aza pikirkan, ia hanya bisa mengangguk seolah dirinyalah yang salah.

"Kau itu hanya pecundang cupu yang tidak ada gunanya!!" sentak Forysta kemudian mendorong pundak Aza.

            Semua anak yang berada dikelas menoleh dan menatap Aza dan Forysta. Kemudian mulai menyibukan diri, seolah tak tau dengan apa yang mereka lakukan.
Mereka tidak tuli, mereka tidak buta, mereka juga bisa melihat dan mendengar. Namun, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Forysta adalah anak dari salah satu komite sekolah yang berpengaruh. Maka dari itu tak ada seorang pun anak yang ingin mencari musuh dengan Forysta.
      
           Tapi Aza? Aza tidak ingin bermusuhan dengan Forysta. Sungguh! Aza menitikan air matanya. Setetes demi setetes. Aza bukanlah seorang gadis yang kuat dan tangguh. Namun, justru kebalikannya. Aza gadis yang cengeng dan lemah. Hatinya lembut. Terlalu lembut untuk disakiti.

"Hei kau!" suara itu terdengar dari depan ruang kelas.

           Sepertinya seseorang sedang berbicara dengan Forysta. Aza sedikit menghentikan tangisnya karna ia ingin melihat siapa gadis yang membentak Forysta tadi.
Gadis itu mendekati Forysta. Dan berkata, "Siapa kau berani-beraninya mengatakan hal itu kepada orang lain? Memangnya dia salah apa? Sehingga kau mengatakan hal yang tidak baik kepadanya?" gadis itu kini ikut berdebat dengan Forysta.

SIMPLE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang