Decitan sepatu dan suara pantulan bola menyelubungi lapangan basket SMA Negeri 2. Para pemain tengah berlatih dengan penuh semangat. Hingga terdengar suara sentakan dan pujian dari pelatih basket. Pria yang terlihat berumur lebih muda itu, berteriak dengan keras mengatur para pemain agar tetap seperti strategi yang dirancang. Beberapa menit kemudian setelah sekian lama pelatih memberi intruksi, tim dibubarkan. Para pemain terlihat senang karna latihan telah usai tinggal menunggu waktu pertandingan nanti.
Adit melihat teman-temannya sedang sibuk sendiri. Hanya dirinya-lah yang malas untuk melakukan sesuatu. Ia hanya duduk di bangku penonton, dengan dagu tertompang. Hanya Aza yang ia pikirkan sejak tadi. Entah kenapa ia selalu merasa gadis itu akan pergi meninggalkannya jika ia tak segera menemuinya.
Saat ia berdiri mantap dan akan melangkah pergi suara yang tak asing memanggilnya.
"Aditya Candra!" Adit menoleh seketika karena suara panggilan itu.
"Mau kemana? Buru-buru sekali ingin pergi ya?"
"Oh, kau ternyata ko. Apa-apaan memanggilku seperti itu?! Tidak! Aku cuma mau beli minum dan ingin menemui Aza. Kenapa?" Miko tertawa dan menyernitkan dahi. "Aza? Memangnya segitu kangen-Nya makanya pengen ketemu ya?" gurau Miko.
Adit meringis saat mendengar kata-kata Miko ada benarnya juga.
"Hehe. Iya ko, aku kangen. Abis kalau jauh darinya rasanya aku
Tidak mau dia pergi dari aku." Miko menatap Adit. Wajahnya terlihat
lesu. Tak seperti Adit yang biasa."Kau ini payah sekali Dit! Tinggal suruh dia
datang untuk menonton apa susahnya?"Adit terlihat menimbang-nimbang perkataan Miko. Tapi ia sendiri tahu dengan jelas. Kalau Aza sangat tidak nyaman dengan keramaian.
Adit ingin sekali gadis itu melihatnya bermain basket dan menjadi pemenang. Ia ingin Aza menjadi orang pertama yang dia lihat saat wasit mengumumkan hasil pertandingannya."Sudahlah ko. Lupakan saja! Sepertinya akan sulit untuk ia mau datang lagi." Ucap Adit pasrah. Akhirnya Adit pergi meninggalkan Miko untuk mencari Aza. Miko memandang Adit dengan rasa heran memenuhi benaknya. Tubuh tinggi 185cm dengan rambut hitam dan dianugrahi wajah yang tampan membuat Adit banyak disukai gadis-gadis cantik. Tapi, dengan bodohnya Adit malah tertarik dengan satu gadis cupu yang tampangnya pas-pasan, dengan otak standar pula. Miko bahkan iri dengan apa yang Adit dapatkan. Mulai dari segi rupa ataupun prestasi yang sering Adit dapatkan. Tapi menurut Miko, Adit hanya membuang kesempatan emas dengan terjebak perempuan biasa seperti Aza.
***
Ruang kelas Aza terlihat sepi. Hanya ada beberapa anak yang
sedang duduk berdampingan dikursi depan meja guru. Mereka tengah
asik bercanda. Mereka adalah sepasang kekasih yang tak asing bagi Adit. Apalagi dengan si gadis. Ia tahu betul siapa gadis itu. Adit berdiri di depan ruang kelas. Kepalanya menengok ke dalam kelas. "Permisi," kata adit sambil mengetuk pintu disampingnya.
Sepasang kekasih itu menoleh kearah Adit."Oh, Adit? Ada apa? Kau mencariku?" kata gadis itu dengan nada menggoda. Secepat kilat Adit menggelengkan kepala.
"Ah, tidak! Aku kesini mencari Aza. Dia dimana ya? Kau tau dimana dia?" gadis itu yang tadinya tersenyum sumringah menjadi terlihat masam. "Tidak! Tapi sepertinya dia pergi kearah taman."
"Baiklah. Terimakasih atas informasinya." Dengan secepat kilat dan terburu-buru Adit berlari kearah taman. Memang letaknya tidak jauh dari ruang kelas Aza. Tapi meskipun begitu, Adit ingin cepat-cepat bertemu Aza
***
" Baiklah. Terimakasih atas infonya." setelah mengucapkan kalimat itu, cowok itu pergi berlalu meninggalkan dirinya dengan pacarnya.
"Forysta kau kenapa? Jangan bilang kau masih memiliki perasaan padanya?!" Gadis yang dipanggil Forysta itu mengalihkan pandangannya dari pemuda itu.
"Ah tidak. Hanya saja, aku masih penasaran. Kenapa cowok seperti dia bisa menjadi teman anak cupu seperti Aza."
"Hah! Kau? Yang benar saja! Aza itu gadis yang manis. Aku suka melihat senyum dan lesung pipinya yang menawan."
"Hah! Kalau begitu kita putus!"
"Apa?! Putus? yang benar saja! Kau marah hanya karna aku menyatakan kenyataan itu?"
"Hem.... Ya! Karna aku tidak mau mendengar dia dipuji atau disamakan dengan aku apalagi lebih dari aku." Forysta pergi meninggal kan cowok yang awalnya pacarnya itu. Terdengar sayup-sayup suara dari belakangnya.
Kata-katanya terdengar kasar. Seperti kata umpatan yang dilanjutkan dengan bunyi pintu bergetar. Forysta tersenyum puas. Dan kemudian pandangannya menatap tajam, ketika ia melihat seseorang sedang duduk bersampingan di bangku. Seperti mata elang yang mengincar ikan di laut.
***
Angin berhembus sepoi-sepoi. Pepohonan ikut berdendang terhembus angin. Ikut mengiringi gerak liuk pohon yang lainnya. Suara daun-daun yang bergesekan membuat hati terasa tenang. Pemandangan yang menyejukan bagi Aza. Andai saja ia bisa terlelap sebentar untuk meringankan beban pikirannya. Aza menarik nafas panjang. Kemudian.....
"DOR!!!!" Aza tersentak kaget ketika ia akan menghembuskan nafas.
Sontak Aza menoleh suara yang ia kenal itu. "Adit!!!" Aza melotot pada Adit yang masih tertawa terbahak-bahak. Aza hanya bisa memanyunkan bibir, melihat tawa kemenangan Adit. "Ih, ngapain sih Dit?! Kurang kerjaan aja.!""Haha. Sorry Za. Abis ngapain kau ada disini?"
"Ya, terserah aku dong mau disini atau tidak. Tidak ada hubungannya denganmu."
"Baiklah." Adit duduk di kursi taman disamping Aza.
"Za."
"Hem..."
"Kau... Maukan melihat pertandinganku?"
"Emm, itu-, sepertinya itu-, Sepertinya aku tidak bisa Dit."
"Loh? Kenapa?! Za ayolah lihat pertandinganku. Ya? Ya?" Aza menatap Adit yang sudah merengek seperti anak kecil.
"Tidak bisa Dit. Soalnya aku mau pergi ke rumah nenekku. Nenekku sakit. Dan nenek ingin aku menjenguknya.
"Ta-tapi, gimana pertandinganku Za? Aza kau kan tau, aku tidak bisa main basket kalau kau tidak melihat pertandinganku." paksa Adit.
"Adit. Tapi kau jangan lupa! Nenekku sedang sakit dan nanti aku harus pergi menjenguknya. Aku tidak sempat melihat pertandinganmu Dit." Seketika raut suram menyelubungi diri Adit. Ia nampak lesu tak bertenaga.
"Baiklah. Kalau begitu aku akan mengatakan pada pelatih untuk
tidak ikut main.""Loh kenapa? Kau itu kan salah satu pemainnya. Kenapa kau malah tidak ikut main? Bagaimana ceritanya bisa begitu?"
"Itu karna kau tidak bisa melihat pertandinganku. Dan jika kau tak bisa melihatnya, aku tidak bisa main basket jika begitu."
"Dasar kau ini! kau itu pemainnya Adit!"
"Sudahlah. Aku tidak ingin berdebat denganmu."
Adit berlalu. Berpaling meninggalkan Aza dengan luka yang teramat dalam. Ia akan kehilangan semangat hidupnya. Tiba tiba, Aza menahan tangan kanan Adit. Terasa berdebar cepat jantung Adit. Ia merasakan suhu tubuhnya meningkat. Adit menoleh, wajah Aza terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Entah kenapa hanya itu yang terlintas dibenak Adit.
"Dit dengar dulu penjelasanku. Aku memang tidak bisa melihat pertandinganmu seluruhnya," Adit menatap lekat mata Aza.
"Tapi aku bisa mampir sebentar untuk melihat pertandinganmu. Apa kau puas?"
Mata Adit membulat mendengar penjelasan Aza. Ia sungguh gembira mendengar Aza mau melihat ia bertanding.
"Sejak kapan kau jadi pemarah seperti ini?" Gerutu Aza. Adit masih terpaku terdiam tak merespon. Hingga akhirnya ia mengeluarkan suara.
"Aza." Panggilnya. Aza mendongak.
"Terimakasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMPLE LOVE
Genç KurguApa itu cinta? Dan bagaimana cinta itu tumbuh? Apa cinta juga bisa kadaluarsa? Cinta.., mempunyai banyak arti. Cinta yang sederhana, cinta yang buta, cinta yang palsu.. Semua itu tergantung bagaimana kau mengartikan apa itu CINTA. Seperti cinta se...