BAB 8

34 3 10
                                    

"Ibu! Jangan tinggalkan aku! Jangan tinggalkan aku! Jangan!"

            Aril terbangun. Ia masih menyerjap-nyerjapkan matanya.
Jantungnya berpacu begitu cepat. Seperti orang yang habis berlari saja. Otaknya masih mencerna apa yang ia lihat sekarang. Matanya masih mengedar keseluruh ruangan. Ruangan itu tampak asing. Ruang dengan tembok putih, ranjang panjang tinggi, dan tempat duduk seseorang dengan almari berada disampingnya. Sebenarnya tempat apa ini? Dimana ia sekarang? UKS kah?

           Ia mencermati tangannya. Masih ada kehidupan didalam dirinya, pikir Aril. Tangannya menutup wajah pucatnya. Ia merasakan tubuhnya masih terasa panas. Kepalanya agak sedikit pusing, yah.. Tidak terlalu untuk sekarang. Tangannya terus memegang keningnya. Ia sungguh, ingin memastikan kalau dirinya masih hidup. Dan, dia memang masih hidup.

"Kenapa aku masih hidup?" kata Aril dengan decak kesal yang mulai menguasai dirinya.

           Tubuhnya mulai bangkit. Rasanya, kepalanya agak pusing. Entah kenapa. Ia duduk di atas ranjang. Menatap korden berwarna hijau tosca yang
menghalangi antara ranjang yang sedang diduduki Aril, dengan ranjang yang satunya. Tatapan Aril mulai tajam. Ia curiga ada orang lain disana. Aril memberanikan diri membuka sedikit korden. Tangannya masih lemas, tapi rasa penasarannya pasti akan mendesaknya.

           Sedikit, demi sedikit, korden terbuka. Terlihat rambut panjang terurai berantakan diseluruh bantal. Ternyata seorang gadis. Aril menatapnya tajam. Ia tidak suka dengan seorang gadis, selain ibunya dan seorang gadis dari masa lalunya.

Sejak kejadian waktu itu, ia berjanji tidak akan menyukai seorang gadis lagi, bahkan kalau bisa ia akan membencinya. Tapi, suatu pengecualian untuk ibu Jay. Ia sangat menyanyangi ibu Jay, melebihi ia menyanyangi ayah kandungnya sendiri.

"Bodoh!" Aril menepuk kepalanya sendiri. Ia sungguh mengutuk
dirinya jika ia masih mengingat orang tua itu. Orang yang tidak pernah perduli dengan keadaan dirinya.

           Dipandanginya gadis itu. Perasaannya campur aduk. Ia merasa pernah bertemu dengan gadis itu. Akan tetapi dimana? Dimana tepatnya ia bertemu dengan gadis itu.

"Hah.. Ingatanku memang buruk."

             Aril memperhatikan gadis itu lembut. Entah kenapa tatapannya jadi tak sekejam ia menatap gadis lain. Ia menatap gadis itu. Tertidur dengan pulasnya. Seakan UKS ini adalah kamarnya sendiri.

"Tapi, kira-kira dia pingsan kenapa ya?"
"Dia pingsan atau tidur sih? Nyenyak sekali." Kata Aril. Suaranya dipelankan agar gadis itu tidak mendengar apa yang ia katakan.

           Bunyi decit pintu terbuka, membuyarkan lamunan Aril. Kini pandangannya menuju arah pintu. Kain korden sudah terlepas dari gengamannya. Untuk melihat siapa yang mengekor dibelakangnya.
Aril melihat seorang wanita dengan jas putih yang membaluti dirinya.
Wajahnya terkasan cerah. Namun, kerutan diwajahnya menandakan umurnya yang kian bertambah.

"Wanita itu. Bagaimana dia bisa ada di sini." kata Aril teruntuk dirinya sendiri.

            Wanita itu mendongak kedepan. Ia melihat senyum ramah yang dipaparkan wanita itu. Kemudian, wanita berjas putih itu mendekatinya. Aril mengalihkan pandangannya. Ia menahan diri untuk tidak terlihat begitu marah. Perasaannya kacau balau. Entah kenapa ia benar-benar harus pergi dari tempat itu, atau tidak dirinya akan mengamuk dan melupakan bahwa wanita itu adalah orang tua.
Kini wanita itu tepat didepan Aril, yang sedang duduk di ranjang.

"Tadi Adit memberitahuku lagi, ada seseorang pingsan tidak sadarkan diri. Dan, ternyata itu kau. Hahhh..."

Wanita itu menghembuskan napas panjang. Kemudian berkata, "Takdir memang sangat membingungkan."

SIMPLE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang