"Mikha? Kamu dengar yang aku omongin nggak sih?'' Sana kesal karena gue hanya diam.
"Ah iya, aku dengar kok.'' Gue baru sadar dari lamunan gue.
"Memangnya apa yang sedang aku bicarakan?'' Sana menatap gue sinis.
"....''
"Hah...'' Yuri menghela napas. Gue menoleh kearahnya dengan bingung.
"Apa?'' Tanya gue tak mengerti pada Yuri, Sana, Futaba dan Saori yang menatapku dengan ekspresi berbeda-beda.
"Sudahlah, biarkan ia melakukan sesukanya..'' Saori tersenyum pada yang lain lalu mengangguk ke arah gue.
"Hai, kami boleh gabung?'' Sebuah suara mengagetkan gue dari lamunan gue.
"Nii-chan?'' Yuri mengernyit heran. "Tetsu-senpai?''
"Ah silahkan saja, kami tak keberatan.'' Futaba tersenyum cerah.
Sedangkan gue hanya tersenyum kecil. Kazu memilih duduk disebelah gue yang kosong, sedangkan Tetsu duduk di sebelah Yuri, yang membuatnya langsung salting.
Gue tersenyum jail lalu mengedipkan sebelah mata ke arah Yuri. Yuri malah balas melotot ke arah gue.
"Mikha.. daijoubu (kau baik-baik saja)?'' Kazu berbisik disebelah gue.
Gue langsung tahu maksud dari pertanyaan itu.
Gue tersenyum sedih sambil menggeleng.
"Tidak. Sama sekali tidak. Ini sangat merepotkan, dan aku terlihat sangat menyedihkan.''
"Kami sudah mendengar semuanya dari Yuri. Kami minta maaf karena tak bisa membantumu saat itu.'' Tetsu mulai berbicara.
"Tak apa. Lagi pula semuanya salah jalang itu.'' Gue pura-pura cuek, tapi sebenarnya hati gue sakit setiap inget kejadian itu.
"Kami sudah mencoba menjelaskannya pada Ken. Tapi ia bahkan tak mau membahas masalah itu..'' Kazu menatap gue tepat dimanik mata.
Gue hanya menatap mata Kazu yang coklat tua itu sambil melamun.
"Sudahlah.. tak usah dibahas lagi. Aku akan baik-baik saja.'' Gue tersenyum normal.
***
Jarak diantara gue dan Ken semakin menjauh karna kejadian itu.
Ken bahkan nggak minta maaf sama gue..
Itu artinya dia lebih percaya si nenek lampir itu dari pada gue?! Yakan?
Otaknya pasti udah dicuci dengan si jalang brengsek itu.
Sialan lo Ken! Berapa lama lagi gue mesti sabar sama tingkah lo?!
Sekarang ada dinding tebal dan tak terlihat diantara gue dan Ken. Walaupun begitu gue nggak berusaha sama sekali untuk menghancurkan dinding itu. Malah gue semakin membangun tembok itu agar lebih tinggi dan debal, tak membiarkan lubang sekecil apapun ada diantaranya.
Ini pilihan gue, dan gue pikir ini juga pilihan Ken. Jadi gue mau nggak mau ikutin alur ini aja.
Gue nggak rela! Gue nggak rela Ken! Bukan karena gue cemburu ya.. inget! GUE NGGAK CEMBURU!
Gue bener-bener nggak rela direndahin dan dipermaluin depan umum gara-gara jalang itu. Harga diri gue ancur cuma gara-gara cewek brengsek itu!
"Mikha-chan aku duluan ke toilet ya. Perutku sakit..'' Yuri menepuk bahu gue yang membereskan bola basket yang berserakan dilapangan indoor itu.
Kami baru saja selesai pelajaran olah raga, dan hari ini yang bertugas piket Yuri dan gue.
"Ah baiklah, kau tak apa-apa?'' Tanya gue cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Freak Sister! (END)
ComédieMikhana Wilson, gadis keturunan Amerika-Jepang-Indonesia yang mencoba memulai hidup barunya bersama ayah dan Ken, kakak laki-lakinya yang sangat ia benci. Ia harus pindah ke jepang dan hidup di kota baru, sekolah baru, lingkungan baru, teman baru, d...