Survey Opini

675 23 3
                                    

"Opinion polls have become incredibly popular. People love them. I know because I read that in an opinion poll."

31 Oktober 2014


Menjelang pemilihan calon pemimpin, maka lembaga-lembaga survey banjir order bak penjual parsel yang panen menjelang lebaran. Masing-masing lembaga mengaku bahwa metoda yang mereka gunakan adalah yang paling canggih, data yang diperoleh shahih, dan hasil analisis berikut kesimpulannya adalah yang paling benar atau paling kecil margin errornya. Dan ketika penghitungan suara selesai, maka lembaga yang analisisnya sesuai akan dianggap memiliki kredibilitas tinggi, dan mungkin pada kesempatan berikutnya, biaya pemakaian jasa lembaga tersebut akan meroket secara siknifikan. Benarkah bahwa lembaga tersebut kredibel?

Statistik sosial, itulah kata mantranya.

Sebagai cabang ilmu matematika, statistik tak punya dosa apa-apa, serupa pisau potong di tangan seorang jagal sapi. Statistik digunakan dalam banyak hal, mulai dari peramalan cuaca, pergerakan harga saham, sampai psikologi sosial masyarakat. Masyarakat yang terdiri dari populasi manusia.

Sesungguhnya, para penyelenggara survey opini sosial politik suka (pura-pura) lupa bahwa "korelasi dua variabel tidak mempengaruhi sebab-akibat."

Jika hasil suatu survey menunjukkan bahwa "87% calon pemilih pria kalangan menengah yang tinggal di wilayah perumahan memilih si A", tidak ada hubungan antara "pria", "kalangan menengah", "urban" dengan pilihannya. Masih banyak variabel yang terluput.

Atau seperti contoh paling ekstrim yang pernah aku ketahui:

Rakyat Cina dilarang melihat wajah Sang Kaisar. Maka untuk mengetahui berapa panjang hidung Kaisar dilakukan survey. Penduduk ditanyakan pendapatnya, dan hasilnya dirata-rata. Kemudian disimpulkan bahwa panjang hidung Sang Kaisar adalah angka rerata tersebut.

***

Meskipun para pakar berupaya mengembangkan ilmu statistik sedemikian rupa, semisal "Ilmu Sosial Kuantitatif" dengan mempekerjakan model statistik canggih metoda inferensi Bayesian seperti yang dipopulerkan Harvard, tetap saja statistik politik dianggap sebagai ilmu pura-pura, karena yang menjadi sampel adalah makhluk bernama manusia yang dinamis, selalu berubah, termasuk juga dalam merespon opini.

Dan sebenarnya itulah tujuan dari 'perang' survey politik, mempengaruhi opini sebanyak mungkin manusia.

Orang bejo minum jamu. Orang pintar mengabaikan hasil survey manapun, karena opini sesungguhnya adalah hak pribadi.


Bandung, 2 April 2016


Oposisi PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang