CSR

264 12 0
                                    


Membicarakan Corporate Sosial Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan, kita sering terpaku pada definisi normatif bahwa CSR adalah sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.

Menurut Joel Bakan dalam buku femonenalnya THE CORPORATION - The pathological Pursuit of Profit and Power: mandat korporasi adalah mengejar keuntungan tanpa henti, tanpa memperdulikan konsekuensi akan membahayakan pihak lain atau tidak. Konsep ini bahkan didukung oleh pemenang Nobel Bidang Ekonomi 1976, Milton Friedman.

Lebih lanjut menurut Bakan, meski terkadang CSR berhasil baik, namun pada umumnya hanya bersifat simbolis untuk menutupi karakter asli korporasi. Joel Bakan menegaskan bahwa korporasi pada dasarnya JAHAT. Kalau Anda tak percaya Bakan, lihat saja laporan tahunan CSR dari perusahaan dan juga perusahaan-perusahaan rokok.

Masih menurut Bakan, pemerintah justru kehilangan kontrol terhadap kejahatan korporasi dengan menderegulasi aturan-aturan yang seharusnya mampu mengatur kejahatan korporasi.

Penulis secara garis besar mengamini pendapat Bakan. Bahkan jika Bakan hanya menyebutkan korporasi sebagai entitas jahat, penulis menambahkannya dengan partai politik sebagai 'korporasi demokrasi' yang sama jahatnya. Apakah ada pemimpin independen yang terbebas dari partai politik? Yang mengatakan 'ada' berarti naïf atau bodoh, tak memahami politik. Pemimpin (penguasa) membutuhkan dukungan politik untuk menjalankan pemerintahan.

Maka sudah sepantasnya kita curiga ketika penguasa mendapat dukungan korporasi.

Ketika tahun 2015 lalu beredar berita bahwa istri dan adik seorang gubernur mengelola dana CSR melalui yayasan yang dikelolanya, dan karena sifat korporasi adalah member untuk mendapat keuntungan yang lebih besar, maka patut diduga telah terjadi main mata antara pengusaha dan penguasa. Juga patut diduga penguasa tersebut mengambil keuntungan dari pengelolaan dana CSR melalui anggota keluarganya.

Memang dana CSR lebih renyah dibandingkan budget anggaran pemerintah karena akuntabilitasnya fleksibel. Percayalah, penulis bukan orang baru di bidang korporasi dan lembaga non pemerintah.


Kota Raja, 30 April 2016

Oposisi PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang