Pelobi politik adalah salah satu profesi high profile di Amerika Serikat. Pendapatan per tahun seorang pelobi politik di sana berkisar rata-rata antara USD 46.000/tahun sampai dengan USD 91.000.tahun, tergantung wilayah kerjanya, industri yang diwakilinya, juga pengalamannya di bidang politik. Pelobi di Washington DC dengan penghasilan terbesar pada tahun 2017 adalah Bob Baggage dengan pendapatan sebesar USD 956.000.
Pekerjaan pelobi politik baik secara perorangan maupun kelompok adalah mempengengaruhi pembuat perundang-undangan agar menyetujui peraturan yang mengakomodasi kepentingan kelompok yang diwakilinya. Lobi politik dilakukan di luar ruang sidang anggota dewan atau gedung pemerintahan dan merupakan keniscayaan dalam jagat politik.
Tidak semua negara menggunakan kata 'lobbyist' secara terang-terangan. Australia menyebutnya 'Government relations manager' alias Manajer Hubungan (dengan) Pemerintah. Inggris menggunakan istilah 'Public affair consultant' yang artinya 'konsultan urusan umum', atau 'research assistant' yang maknanya asisten peneliti, kira-kira seperti Sunny Tanuwidjaya yang sepupu salah satu konglomerat yang diakui sebagai 'staf khusus' magang untuk disertasi S3.
Jika bukan mengaku sebagai 'peneliti', pelobi politik di Indonesia disebut 'influencer' (jangan salah baca sebagai influenza). Namun, yang tidak menyukai mereka memberi sebutan 'makelar proyek', 'broker', 'pakkang', atau 'blantik (pedagang) sapi'.
Ada tradisi unik yang berlaku di pasar hewan tradisional di Sumatera Barat yang disebut 'Marosok'. Transaksi dilakukan tanpa kata-kata, hanya dua tangan dalam sarung saling menari menjepit jari jemari sebagai cara tawar menawar harga. Mungkin dari sini lahir istilah 'dagang sapi di Senayan' karena lobi-lobi yang dilakukan tak pernah transparan.
Bisnis lobi politik di Indonesia sempat mati saat Orde Baru karena semua keputusan berasal dari Cendana. Namun begitu era reformasi dimulai, pelobi politik tumbuh subur bagai cendawan di musim hujan. Para korlap semasa musim unjuk rasa naik angkat menjadi influencer bahkan sebagai penyusun kebijakan itu sendiri. Lihat saja manusia-manusia yang dulunya dekil kurang gizi seperti Adian Napitupulu dan Budiman Sudjatmiko tertidur di Gedung Kura-kura atau sering bolos saat rapat dewan seakan tak bisa melupakan masa-masa kuliah dulu.
Hampir setiap partai politik Indonesia menggunakan influencer jika bukan malah dikuasai mereka. Mungkin hanya PKS sebagai partai kader yang (nyaris, mungkin) tak punya influencer, setidaknya bukan kelas kakap. Bahkan mengambil kursi wakil gubernur DKI yang merupakan hak mereka saja tak mampu.
Kita melihat dua peristiwa yang menunjukkan hasil kerja para influencer dalam tahap awal. Pertama, mereka berhasil meyakinkan Prabowo untuk bertemu Jokowi, meskipun penolakan dari arus bawah sangat kuat. Narasi yang dibuat adalah lebih dari enam puluh persen pendukung 02 menginginkan pertemuan itu. Mereka sengaja menutupi fakta bahwa pemilih 02 sebagian besar adalah mereka yang mendambakan presiden baru. Siapa saja boleh, asal bukan Jokowi dan bukan dari partai pendukung Ahok sang napi penista agama.
Jika hanya berdasarkan pemilih Gerindra, maksimal suara yang didapat 02 maksimal 12,57 persen suara sah, mengingat cawapres juga berasal dari partai tersebut.
Ketika terjadi gejolak di arus bawah, para influencer menciptakan narasi seakan-akan ada 'Poros ke-III' dan 'pendukung kaleng-kaleng'. Mereka berusaha menggaungkan ucapan Prabowo saat pertemuan di stasiun Lebak Bulus, "Sudahlah, enggak ada lagi cebong-cebong. Enggak ada lagi kampret-kampret," malah melambungkan tagar #GueTetepKampretApeLo pertanda mereka yang menuliskannya bukanlah pendukung sosok yang fanatik.
Sementara itu, media bayaran penyebar hoaks (tapi kebal hukum) corong penguasa seword(dot)com menganggap dengan 'jinak'-nya Prabowo, sebagai peluang untuk menjatuhkan Gubernur DKI Anies Baswedan. Anak-anak kemarin sore caleg gagal dari PSI melakukan serangan bertubi-tubi ke arah Anies dan melambungkan kembali Ahok mantan napi penista agama.Gagal menjadikan sebagai Ahok Gubernur pada tahun 2018 lalu, Sunny Tanuwidjaya menjabat Sekretaris Dewan Pembina di Partai yang gagal meraih jumlah pemilih minimum di Pemilu kemarin. Kalau di Amerika sono, bisa dipastika karir Sunny sebagai lobbyist tamat sudah karena gagal maning-gagal maning.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oposisi Putih
No Ficción(Catatan Politik Seorang Golput) Jika seorang Golput menulis tentang politik, apa alasannya?