"Mengapa kamu ikut menganjurkan memboikot Sari Roti?" tanya temanku.
Pertanyaannya membawa ingatanku kepada buku Joel Bakan, The Corporation: The Pathological Pursuit of Profit and Power. Joel memaparkan korporasi sebagai entitas yang pada dasarnya jahat. Dan aku melihat kebenaran tesisnya pada Sari Roti.
PMA yang berdiri pada tahun 1995 dengan nama PT Nippon Indosari Corporation ini menguasai 90% pasar roti nasional. Bisa dikatakan Sari Roti memonopoli pasar. Hal tersebut dilakukannya dengan membunuh para pesaingnya terutama produsen roti lokal yang tidak mempunyai modal kuat. Contoh: dengan cara promosi beli satu dapat dua.
Boikot yang terjadi karena press release Sari Roti 'tidak terlibat' Aksi Bela Islam 212 karena 'mendukung Bhineka Tunggal Ika' dan tidak ada klarifikasi mohon maaf lanjutan membuka kembali peluang bagi pemain lain. Beberapa produsen roti skala rumah tangga yang pernah kolaps kembali bangkit. Belanja roti konsumen yang pada tahun 2013 sekitar 4,3 T tidak seharusnya hanya dikuasai satu korporasi saja.
Apalagi Sari Roti juga 'melarikan' modal ke luar negeri dengan membentuk perusahaan patungan di Filipina. Bisa terbayang kelak nasib para pengusaha roti skala kecil lokal di Filipina. Ini lagi satu bukti tesis Joel Bakan bahwa korpoasi serakah tidak punya rasa nasionalisme dan tidak mengenal batas negara.
"Tapi kasihan para penjualnya," ujar sang teman.
Lalu, apa bedanya anjuran memboikot Sari Roti dengan ajakan untuk belanja ke warung tetangga atau ke pasar tradisional, dengan kata lain menjauhi mal dan minimarket? Toh, mal dan minimarket juga punya karyawn yang harus dikasihani.
Rezeki iu sudah ada jalannya untuk yang mau berusaha. Idak hana dengan menjual Roti dengan merek tertentu, kok.
Bandung, 3 Januari 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Oposisi Putih
Non-Fiction(Catatan Politik Seorang Golput) Jika seorang Golput menulis tentang politik, apa alasannya?