Ketika heboh soal Peraturan Presiden yang mengijinkan organisasi masyarakat (ormas) asing beroperasi di Indonesia baru-baru ini, aku tak begitu ambil pusing. Malah ternyata aku kurang mengikuti perkembangan—kudet—karena tidak mengetahui ternyata UU nomor 17/2013 tentang Ormas telah memuat pasal-pasal berkenaan dengan hal tersebut. PP 58/2016 hanyalah tindak lanjut atas amanat UU 17/2013.
Sejak 'pensiun' dari kegiatan kemanusiaan tahun 2009, aku memang tidak lagi mengikuti peraturan yang berkaitan dengan organisasi masyarakat yang lebih dikenal dengan sebutan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan NGO (Non-Govermental Organization). Sepanjang pengetahuanku selama berkecimpung di dunia organisasi masyarakat, Ormas asing yang hendak mempunya perwakilan di Indonesia mengikuti aturan yang ada, yaitu didirikan sebagai Lembaga Swadaya Lokal. Kehadiran orang asing dari organisasi.'induk' biasanya sebagai 'konsultan'.
Sejak Indonesia merdeka, rasanya hanya pada era Orde Lama ormas asing (terutama barat) banyak dilarang. Salah satunya Rotary International. Pada era Orde Baru, larangan tersebut dicabut. Keberadaan dan gerakan ormas asing di Indonesia lebih kepada bagaimana hubungan antara rezim yang sedang memerintah dengan negara asal organisasi tersebut. Contohnya: selama ini organisasi Falun Gong tidak pernah dilarang secara resmi di Indonesia. Sebagai pengamat, akan menarik melihat bagaimana nasib organisasi ini di Indonesia ke depan dengan adanya PP 58/2013, dengan semakin mesranya rezim Jokowi dengan pemerintah Cina.
***
Ormas asing menjadi tidak asing (terutama bagiku) sejak Bencana Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 yang meluluhlantakkan Aceh dan Nias. Berbondong-bondong NGO an Lembaga-Lembaga pemerintahan berbagai negara dari seluruh penjuru dunia menunjukkan kepeduliannya dengan hadir dan membantu proses tangga darurat, rekonstruksi dan rehabilitasi wilayah-wilayah terdampak bencana dahsyat tersebut. Untuk mempermudah gerakan mereka, tidak mustahil beberapa di antaranya membuka cabang lokal dengan akte pendirian badan oleh notaris dan diisi oleh pengurus lokal.
Bukan berarti sebelumnya tidak ada NGO 'asing' di Indonesia. Salah satu organisasi yang menginjakkan kaki dan mengucurkan bantuan adalah Rotary District 3400, 'cabang' Rotary International di hadir Kembali di Indonesia ada awal tahun 70an. Save the Children organisasi yang berpusat di Inggris telah mempunyai 'cabang' di Indonesia sejak tahun 1976. Masih banyak lagi yang lainnya yang tidak mungkin disebut satu per satu. Singkat kata: ormas asing bukan barang asing di Indonesia.
***
Tidak ingin terburu-buru menilai prospek dari PP 58/2016 terhadap keberadaan ormas asing dan lokal, tapi tentu ada dampak positif dan (mungkin) dampak negatif dari penerapan peraturan tersebut. PP 58/2016 dapat menghambat perkembangan klub-klub baru atau pembubaran klub yang ada pada organisasi berbasis klub seperti Rotary, Lion dan Kiwani jika harus mendapat ijin legal formal baik pada tingkat daerah apalagi nasional. Organisasi kemanusiaan dengan label keagamaan mungkin mendapat penolakan saat hendak menyalurkan bantuan meski sebenarnya kemanusiaan yang menjadi dasar pembentukan organisasi tersebut dan dogma agama yang dipegang adalah 'membantu sesama' tanpa misi penyebaran kepercayaan. Harap diingat, saya tidak bicara tentang agama tertentu.
Tentu saja tujuan PP tersebut baik. Bencana Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 juga memberi peluang kepada ormas 'penumpang gelap' untuk menangguk di air keruh. Ada indikasi ormas asing yang melakukan penipuan dalam mengumpulkan dan menggunakan dana bantuan. Tapi hanya sebagian kecil saja yang demikian.
Untuk saat ini, menurut hemat penulis, pemerintah harus lebih fokus mengenai pengawasan dan pembimbingan ormas—asing atau bukan, demi kemaslahatan seluruh bangsa Indonesia tanpa motif politik atau ekonomi kelompok tertentu. Ingat kasus kebakaran hutan tahun-tahun lalu?
Bandung, 4 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Oposisi Putih
Non-Fiction(Catatan Politik Seorang Golput) Jika seorang Golput menulis tentang politik, apa alasannya?