Biarlah negara-negara tercabik oleh tingkah manusia,
Tapal batas tanah airku melingkari hatiku. (Anthem – Chess Musical)
Viktor Navorski, seorang turis dari Krakozhia, mendarat di JFK di New York, ketika pecah perang di di negara asalnya. Terjebak dalam politik internasional karena Amerika Serikat tidak lagi mengakui keabsahan paspor negara fiktif tersebut, tokoh utama film TERMINAL yang diperankan oleh Tom Hank tidak diiznkan masuk atau keluar dari Amerika Serikat. Dia terjebak di bandara tanpa batas waktu. Jadilah ia manusia tanpa kebangsaan.
KONTEN PROMOSI
Kisah ini terinspirasi kejadian yang menimpa Mehran Karimi Nasseri, eksil dari Iran, yang tinggal di bandara internasional Charles de Gaulle, Paris, selama 18 tahun setelah ditolak masuk ke Perancis.
Pria asal Iran ini tiba di Inggris pada bulan September 1973, untuk kuliah di University of Bradford. Nasseri mengklaim bahwa dia diusir dari Iran tahun 1977 karena melakukan unjukrasa menentang Shah Iran. Setelah perjuangan yang panjang dan berliku-liku, melibatkan upaya untuk memperoleh kewarganegaraan dari beberapa negara, oleh Komisaris UNHCR di Belgia dia diberi status pengungsi.
Status ini memberinya izin menetap di banyak negara Eropa lainnya. Namun, penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa Nasseri tidak pernah diusir dari Iran
Meski tanpa bukti otentik, Nasseri mengaku bahwa ibunya berasal dari Inggris. Dia memutuskan untuk menetap di Inggris. Dalam perjalanan ke sana pada tahun 1988, dia mengaku surat-suratnya hilang bersama kopernya yang dicuri. Meskipun begitu, Nasseri tetap nekad naik pesawat menuju London, namun ditolak masuk dan di embalikan ke Prancis karena gagal menunjukkan paspor pada petugas imigrasi Inggris.
Karena terbukti memasuki bandara secara sah namun tidak punya bukti kewarganegaraan, sehingga dianggap tidak memiliki negara asal untuk dipulangkan, maka sejak saat itu hingga 18 yahun kemudian Nessari tinggal di Terminal 1.
Kasus 'Tanpa Kebangsaan' bisa terjadi pada siapa saja tersebab berbagai hal. Perang, musuh rezim yang berkuasa, minoritas yang tidak diakui, atau sedang dalam proses berganti kewarganegaraan. Yang terbaru, terjadi pada Dr. Zakir Naik, ulama asal India yang dicabut paspornya karena menolak panggilan pengadilan atas tuduhan terorisme.
Pemerintah India telah mencabut paspor pengkhotbah Islam Zakir Naik yang buron menyusul sebuah rekomendasi dari Badan Penyelidik Nasional India (NIA) yang telah mendakwa dia telah melakukan tindakan yangberkaitan dengan teroris.
NIA mengusut pidato Naik yang diduga menghasut para pemuda untuk melakukan tindakan teror dan mencabut paspornya setelah gagal memanggil pulang Naik untuk kelanjutan penyelidikan terkait tuduhan tersebut. Pencabutan paspor ini membuat Zakir Naik menjadi orang tanpa kewarganegaraan.
Sejak tahun lalu, Zakir Naik melalukan perjalanan yang didugakan untuk menghindari panggilan tersebut ke berbagai negara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Namun dia tidak perlu tinggal di bandara seperti Nessari, karena telah memiliki izin tinggal tetap (permanent resident) di Malaysia sejak 5 tahun silam.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar juga pernah merasakan status tak berkewarganegaraan setelah sebelumnya berstatus dwi kewarganegaraan. Hanya karena jalan pintas yang dilakukan pemerintah, maka akhirnya dia mendapat kewarganegaraan Indonesia kembali.
Tanpa kewarganegaraan tidak hanya dialami individu. Kaum pengungsi perang, minoritas yang tertindas, juga bisa saja tidak mendapatkan hak tersebut. Kaum gipsi yang tersebar di Eropa misalnya. Pengungsi asal Yugoslavia di Italia, atau pengungsi Suriah yang sulit mendapatkan kewarganegaraan Eropa karena tidaklah mudah untuk emndapatkan kewarganegaraan berdasarkan naturalisasi. Menurut UNHCR, sedikitnya 10 juta orang di dunia tidak memiliki kewarganegaraan di negara manapun.
Tanpa kewarganegaraan, seseorang tidak dapat mengikuti pemilihan umum, akses sulit atau bahkan tidak mungkin mendapatkan akses terhadap perawatan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan.
Bandung, 24 Juli 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Oposisi Putih
No Ficción(Catatan Politik Seorang Golput) Jika seorang Golput menulis tentang politik, apa alasannya?