Lelah, mungkin itu adalah rasa yang pas untuk menggambarkan perasaan Prilly saat ini. Berkali-kali dia mencoba untuk menuntup matanya, tapi ternyata bayangan Ali begitu nyata berada di kelopak matanya.
Apalagi, saat tadi ia mendengar percakapan tak sengaja yang terjadi antara bundanya dan Nikita, Prilly seperti merasakan ribuan beton sedang menindih tumbuhnya saat ini.
Dan, tiba-tiba Prilly berfikir, mungkinkah hal itu yang membuat Ali memiliki hati yang melindungi dan mencintai Nikita.
Ternyata gadis yang terlihat begitu bersemangat itu memiliki masa lalu kelam yang memang berhak untuk diberikan perhatian khusus. Siapa sangka, jika ternyata Nikita merupakan salah satu anggota keluarganya, yang setelah sekian lama menghilang.
Nikita Anggi yang ternyata memiliki darah yang sama seperti Prilly, adalah anak dari tantenya, Park Min Ra yang meninggal 10 tahun lalu karena kanker. Niki dipisahkan secara paksa oleh Papanya dari Min Ra karena ia tak terima dengan perselingkuhan yang dilakukan oleh Min Ra sejak Niki berusia 5 tahun.
Rumit? Sangat, Prilly tahu bagaimana kisah tantenya itu, dan kalau boleh jujur Prilly juga mengutuki kebodohan tantenya yang menghianati cinta itu.
Berkali-kali Prilly hanya bisa membuang nafas berat, entahlah dia merasa setiap karbondioksida yang dibuangnya itu selalu membawanya pada kenyatan-kenyataan berat yang membuat sebagian fikirannya kosong.
Kalau ada pepatah yang mengatakan dunia tak selebar daun kelor, berarti salah donk, karena nyatanya dunia hanya selebar koin limaratusan.
"Prill, elo belum tidur kan?" Boy yang merasa tak ikut andil dalam pembicaraan Jesika dan Nikita, memilih meninggalkan meja makan untuk menghampiri Prilly, ia sudah tau sebagian ceritanya, karena setelah mereka berganti pakaian, mereka--Jesika, Boy, dan Nikita, bercakap-cakap di kamar Prilly, hingga mereka terlambat untuk makan malam, dan sekarang mereka sedang melepas rindu di meja makan bersama dengan Cakra--Ayah Prilly.
Prilly masih tak bergeming, ia memilih untuk diam, tak menjawab pertanyaan Boy. Entahlah, rasanya semuanya terasa begitu menyesakkan buatnya.
"Prill, gue mau cerita sama elo, biar elo gak punya fikiran yang enggak enggak soal gue"
Boy duduk di tepian ranjang, Prilly yang awalnya enggan merubah posisinya menjadi duduk, dan bersandar pada kepala ranjang.
Boy menceritakan semuanya, tentang masa lalunya dengan Niki, apa yang membuat Niki tak bisa melupakan dirinya, dan apa yang membuat Boy harus meninggalkan Niki.
Dan, dari situlah Prilly belajar jika tak selamanya cinta itu harus memiliki, karena Ia tak egois. Boy harus merelakan perasaannya agar orang yang dicintainya tetap bisa menjalani kehidupan dengan normal, tanpa dibayang-bayangi perasaan takut.
Cinta tak pernah mengenal kasta, dan itulah yang menjadi batu sandungan untuk Boy dan Niki, dalam benak Prilly ternyata cerita mereka tak ubahnya drama yang kejam yang selalu memisahkan pemeran utama hanya karna perbedaan ekonomi.
Boy adalah anak seorang pengusaha yang bisa dibilang berhasil, sedang Nikita, hanya seorang anak yang tinggal bersama papa dan bekerja dibawah naungan perusahaan ayah Boy. Mengetahui anaknya mempunyai rasa pada anak yang tak 'sama' dengan mereka membuat ayah Boy murka, dan memisahkan mereka.
Hingga takdir mempertemukan mereka di tempat yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Niki yang memiliki cita-cita menjadi seorang penyanyi dan penari profesional memilih untuk bersekolah di Sekolah Musik, bertemu dengan Boy yang mencintai musik karena Niki di SMPursand.
Siapa sangka? Musik, mampu membuat mereka menemukan takdirnya.
"Jadi kamu dua tingkat di atas Prilly ya Niki?" Cakra yang baru saja menyesap teh nya bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARMONIZE
FanficSelalu ada nada dalam cinta, meskipun terkadang nada cinta tak selamanya terdengar syahdu di telinga. Casting : 1. Aliando Syarief as Aliant Dei Dirgantara 2. Al Ghazali Kohler as Alfred Juno Dirgantara 3. Prilly Latuconsina as Prilly Secioria Jilli...