Yuki sudah tak bisa berlama-lama dengan posisi seperti ini, jantungnya sudah sangat kurang ajar menyentak kulit dadanya. Kalau terus dibiarkan, dinding tebal yang sudah dibuatnya akan meluruh. Sejak tadi sirine bahaya sudah berbunyi nyaring, tapi Yuki masih belum bisa melakukan apa-apa. Al masih dengan sangat erat mendekapnya, dan dia merasakan sesak di sekujur tubuhnya.
"Al, lepasin tangan loe." Yuki masih menekan irama suaranya agar tak membuatnya semakin meledak.
"Lima menit." Al tak bergeming, tangannya masih setia melilit tubuh Yuki.
"Al, ... lepasin tangan loe!" Nada suara Yuki mulai meninggi.
Tapi Al masih tak bergerak, ia masih tak rela jika harus kehilangan momen bersejarah dalam hidupnya itu.
"Gue itung sampe tiga, elo gak lepasin tangan loe, jangan salahin gue kalau gue, ... " ucapan Yuki menggantung, karena Al sudah menarik tangannya dengan mengurucutkan bibirnya.
"Iyah, iyah, cerewet kayak nenek-nenek loe!"
Yuki hanya bisa menatap nyalang pada pemuda yang saat ini terlihat tak karuan itu, rambutnya acak-acakan, karena tangannya tak berhenti menggaruk kepalanya itu.
"Elo kutuan ya? Dari tadi garuk kepala gak kelar-kelar."
Al menghentikan aksinya, dan meringis ke arah Yuki.
"Udah kebiasaan." Lagi, Al hanya menunjukkan gigi nya yang tersusun rapi.
"Kebiasaan yang aneh." Yuki bergerak maju, menuju ke arah Al yang terduduk di pinggiran ranjang.
Al yang melihat reaksi Yuki merasa kikuk. Benar kata orang kalau aura cantik perempuan itu terpancar kalau dia bangun tidur. Dan itulah yang dirasakan Al saat ini, Yuki sangat cantik, apalagi kulitnya yang seputih susu dan sedikit mengkilat karena keringat seakan membuat gadis itu semakin terlihat seksi.
Al menelan salivanya susah payah tanpa mengalihkan perhatiannya ke arah Yuki yang ia merasa jika tubuh gadis itu semakin mendekat kearahnya.
Yuki memperhatikan raut wajah Al yang terlihat aneh, wajahnya merah dan seperti sedang menahan sesuatu.
Seakan tak perduli dengan apa yang terjadi dengan pemuda itu, Yuki mengangkat tangannya dan menempelkan punggung tangannya ke dahi Al.
Dalam hati, Al mengumpat kecewa, karena ekspetasi selalu berbeda dengan realita.
"Udah gak panas kok." Yuki menempelkan tangannya yang bebas ke dahinya sendiri, mencoba untuk menyamakan suhu tubuh.
Al berdecak, kemudian menurunkan tangan Yuki dari dahinya.
"Kalau ngeceknya kayak gitu mana mungkin loe tau gue masih panas apa gak, sini gue kasih tau caranya." Al menarik lembut tangan Yuki, membuat Yuki yang tak siap dengan perlakuan Al tertarik semakin dekat ke tubuh pemuda itu.
"Eh, mau ngapain loe?" Yuki kaget saat dirasa wajah Al semakin dekat kearahnya.
"Diem."
Degthh...
Untuk kesekian kalinya jantung Yuki berhenti berdetak, dia menahan nafas saat kening Al di tempel ke keningnya. Yuki yang masih belum percaya dengan apa yang dilakukan Al hanya mengedip-ngedipkan mata.
Sementara Al menahan senyumnya, melihat ekpresi wajah Yuki yang sangat dekat itu.
Plak...
Tangan Yuki mendarat tepat di pipi kanan Al, membuat pemuda itu meringis menahan perih dengan tangan kanannya.
"Dasar mesum loe! Otak loe gak waras ya?!" Yuki berteriak meluapkan amarah dan rasa malunya.
"Bukannya elo tadi yang mau ngecek suhu tubuh gue turun apa nggak? dulu mama sering ngelakuin gitu kalau gue lagi panas. Makanya gue juga gitu ke elo, kalau cuma pake tangan biasanya kurang akurat."
KAMU SEDANG MEMBACA
HARMONIZE
FanfictionSelalu ada nada dalam cinta, meskipun terkadang nada cinta tak selamanya terdengar syahdu di telinga. Casting : 1. Aliando Syarief as Aliant Dei Dirgantara 2. Al Ghazali Kohler as Alfred Juno Dirgantara 3. Prilly Latuconsina as Prilly Secioria Jilli...