Hari ini semua keluargaku berkumpul di rumahku, Om ku yang dari Makassar pun datang karena permintaan mama, hari ini sangat penting buat Mama, hari ini juga seharusnya sangat penting bagiku, di hari ini seharusnya aku tersenyum bahagia, menunggu dengan irama jantung yang tak menentu, atau bahkan harusnya pipiku memerah karena malu bercampur senang, yaaa... harusnya itu yang akan dirasakan semua gadis yang menunggu kekasihnya datang melamar ke rumahnya, tapi tidak denganku, aku tidak merasakan apapun, perasaanku saat ini hanyalah marah dan benci kepada orang yang hendak melamarku, harusnya aku tak begitu, ini bukan kesalahannya, niatnya baik dan mulia, harusnya aku tak marah kepadanya, 'Oh, Tuhan..... kuatkan aku'.
Hari ini Bams akan datang ke rumahku bersama keluarga besarnya, dia sudah memberitahukan rencananya sejak seminggu yang lalu, dia pun sudah meminta ijin langsung kepada mama. Tapi entah mengapa aku malah semakin kesal padanya, perlakuanku padanya pun sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat ataupun segan padanya.
Tok.. tok..tok...
"Nak... kamu sudah siap, keluarga Bams sudah sampai nak" kudengar mama memanggilku dari luar.
'Ceklek...'
"Duh anak mama cantik banget kalau didandani yah" mama menghampiriku yang baru saja di rias oleh sepupuku, yah aku berdandan agak berlebih hari ini, itupun keinginan mama, agar calon mertuaku bangga karena mempunyai mantu yang cantik... "Huffftt.. menor banget mba" aku mengeluh pada sepupuku yang baru saja selesai memakaikanku make up yang menurutku agak lebay cuma buat menyambut keluarga dari laki-laki itu."Engga kok nak, eh... eh... jangan dihapus dong" mama mengambil tissue di tanganku yang baru saja aku ambil di meja rias.
Akupun akhirnya hanya pasrah dan akhirny menundukkan kepalaku, "yah udah yuk nak kita keluar, kasian orangtua Bams sudah menunggu" aku pun bangkit dengan sangat malas, enggan sekali aku berpisah dengan bangku yang sekarang aku duduki, berat rasanya mengangkat tubuh ini, tapi mau gak mau ini sudah keputusanku, harus kuhadapi apapun yang terjadi.
Proses lamaran pun berjalan lancar, tanggal dan bulan baik pun sudah di tetapkan, waktu untuk menyiapkan pernikahan ini hanya tinggal menghitung bulan. Kedua keluarga ingin kami resmi menikah sebelum hari raya Idul Fitri, katanya agar aku dapat merasakan lebaran dengan keluarga baru, 'hufffttt.. terserahlah... apapun mau mereka'.
Aku sadar sifatku ini tidak baik dan tidak benar, Bams seorang laki2 yang sangat baik dan sangat bertanggung jawab, aku akan sangat berdosa jika tidak memperlakukannya dengan adil, tapi rasanya hatiku belum bisa terbuka untuknya, hatiku masih hanya ada nama Rio, aku sudah berusaha berubah, berusaha sekuat tenagaku menerima lelaki tampan yang ada di hadapanku saat ini, tetap saja tidak bisa, bagaimana ini? Bagaimana nasib pernikahan kami nanti ya Tuhan? Apakah aku harus mundur sekarang? Atau aku tetap melangkah? Oh... Tuhan tunjukkanlah jalanMu.
"Rul, makasih yah, kamu sudah mau menerima lamaranku" saat ini kami sedang berada di teras depan rumahku, sedangkan keluargaku dan keluarga Bams sedang menikmati hidangan yang telah kami sediakan, "iya... apaan coba pake bilang terimakasih, gak usah lebay ah" aku menjawab perkataannya dengan sesikit sinis, entahlah aku belum bisa bersikap manis padanya, mungkin nanti, saat aku sudah menjadi istrinya perlahan aku berubah.
"Yah.. bukan gitu, aku tahu kamu masih belum bisa melupakan dia, hatimu pun masih tertutup, tapi aku cuma berharap kamu mengerti, aku tulus menyayangimu dan mencintaimu, aku hanya ingin menjaga kamu sampai kamu tua nanti, aku gak akan mengharapkan perubahan sikapmu padaku, cukup kamu ada di sisiku saja, aku sudah bahagia" hatiku terenyuh saat dia berkata seperti itu, sungguh dia lelaki yang baik, maafkan aku Bams.
"Udah ah... males gw kalo romantis2an kaya gini, loe mau makan apa mau disini aja?" Pertanyaanku sebenarnya hanya ingin mengalihkan pembicaraan dengannya, entahlah apa yang kurasakan, antara bahagia dan risih jika berada di dekatnya, aku tak tahu dan tak ingin memikirkannya.
"Kamu duluan aja, aku masih pengen di sini, mau ngadem dulu" terlihat raut kesedihan di matanya, aku pun merasa bersalah, tapi yah sudahlah, aku gak bisa memaksakan hatiku kan?
Aku pun berjalan masuk menuju meja yang dipenuhi berbagai macam makanan di atasnya, mama yang melihatku masuk sendiri tanpa mengajak Bams bertanya padaku "Nak, kok sendiri aja, calon suami kamu gak diajak makan bareng kamu?" Aku hanya mengangkat bahu dan langsung mengambil piring, "heh, gak sopan kamu, hargain calon suami kamu lah, diajak dulu sana, masa kamu duluan dia nya di tinggal sendiri"
"Aahhhh... mama ribet deh, dia gak mau masuk, katanya kepanasan, dia sendiri yang mau diluar, tadi Nurul udah ajakin maaaaa......." aku menjawab mama ku dengan sedikit nada kesal
"Yah sudah, kamu sendokin aja sekalian, sambil belajar cara ngelayanin suami nanti, kodrat istri itu melayani suami Nurul" aku bergidik ngeri mendengar kata2 mamaku 'Huh melayani? Enak aja, emang gw pembantunya' aku merenggut pelan, dan ternyata mama mendengarnya
"NURUUUUUULLL...."
"Iya... iya ... maaaa... ini juga aku mau sendokin buat dia sekalian" hah... lebih baik aku mengalah, daripada di bilang anak durhaka.Aku berjalan keluar sambil membawa 2 piring yang sudah penuh makanan "NIH..." aku menyerahkan piring yang ada di tanganku ke depan mukanya, dia yang kayanya sedang melamun tampak kaget melihat kedatanganku yang tiba2, dia pun tersenyum sangat senang kayanya, "Terimakasih yah Rul, kamu perhatian juga ternyata sama aku"
"Jangan geer deh, itu tadi disuruh mama, kalau gak juga gw ogah bawain buat loe" senyumnya seketika menghilang dan langsung menundukkan kepalanya "iya, gak apa2, maaf ngerepotin kamu" duh... salah ngomong lagi kan... 'maaf yah Bams'
"Udah deh, makan aja yuk, gw tahu pasti loe laper" aku pun akhirnya duduk di sampingnya, ada sedikit rasa kasihan saat melihatnya sedih karena ucapanku.
Kami menikmati makanan itu dalam diam, tak lama dia pun membuka mulutnya "Rul, maafkan aku yah" aku menengok ke arahnya, tetapi dia tidak, dia hanya memandangi piring yang masih penuh yang ada di depannya, dia gak memakannya ternyata dari tadi, "Kalau kamu mau mundur setelah ini aku rela kok, aku mau lihat kamu bahagia, lihat kamu tersenyum lagi, gak kayak sekarang" aku pun hanya diam mendengarkan apa yang di ucapkannya, Yaa.. ampun aku sudah menyakiti hati laki2 ini...
"Aku gak mau memaksa kamu, aku sadar aku terlalu egois, maaf yah Rul, habis ini aku akan bicara kepada kedua orang tuaku untuk membatalkan semuanya yah Rul, kamu tenang saja, aku akan membereskan semuanya" dia akhirnya mengalihkan pandangannya dan kini menatapku, aku kaget saat kulihat di pojok matanya ada bekas tetesan air mata yang sudah dihapus, matanya pun berkaca2.
"Ak...ku.. ga..kk.. per..lu..." duh, nafasku terasa tersendat, aku merasa air mataku pun sepertinya akan jatuh, aku berdehem sebentar, menggeser arah badanku menghadapnya, menarik nafas panjang lalu
"Bams, ini bukan salah kamu, kamu gak perlu meminta maaf, dan kamu gak perlu membatalkan semua ini, aku ikhlas menjadi istrimu kelak, aku sudah mengambil keputusan menjadikanmu imamku, maafkan jika sikapku tidak sesuai dengan perkataanku, tapi aku janji akan mencoba berubah, nanti..., sekarang aku masih belum bisa, aku yang seharusnya minta maaf padamu Bams, maafkan aku"
"Kamu yakin Rul? Aku gak mau melihat kamu sedih, aku gak mau lihat kamu menangis, aku gak rela jika melihat kamu tersakiti karena aku, aku lebih baik mundur agar kami bahagia"
"Gak Bams, aku bahagia jika mamaku bahagia, dan aku bahagia jika kamu tetap meneruskan semua ini" kataku mantap kepadanya, akhirnya dia pun tersenyum dan mengangguk kepadaku "baiklah kita teruskan yah Rul, terimakasih yah rul" aku hanya mengangguk lalu tersenyum padanya
"Udah ah... makan tuh makanan kamu, mubazir tahu kalau cuma diliatin doang, hahaha..." akhirnya dia pun tertawa, dan lanjut memakan hidangan yang ada di depannya, hatku pun sudah mulai luluh karena kata2nya, yah aku harusnya mencoba beeubah mulai saat ini, bukannya nanti saat dia resmi menjadi imamku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Tanpa Cinta
RomanceSetiap pernikahan di dasari atas dasar cinta dan sayang, mengandalkan perasaan kedua orang yang disatukan dalam ikatan suci. Tapi aku....... Semenjak merasakan apa yang namanya sakit mencinta, aku tak mau lagi terhanyut dalam perasaan itu, akhirnya...