KEPUTUSAN AKHIR

765 27 0
                                    

Saat aku sampai di kantorku, aku segera mencari ci Retha kemejanya, tapi dia tak ada, mungkin dia belum sampai, akhirnya aku balik lagi ke mejaku, baru saja aku duduk dan menyalahkan laptopku, tiba2 handphoneku bergetar, notifikasi bbm pun masuk, langsung kuraih handphoneku dan membaca pesab yang masuk, ternyata bukan pesan yang masuk tetapi invitation dari seseorang yang ingin menjak berteman, kubuka pesan itu dan kubaca nama si pengirim "Dion" loh kok dia bisa tahu pin aku? Siapa yang kasih tahu? Aaahhhh pasti deh cici, ucapku dalam hati, aku pun meletakkan handphoneku tanpa menerima permintaan pertemanannya, kubiarkan saja begitu, tak lama kedengar suara berisik dari luar ruangan ku, dan suara itu sangat gampang dikenali di kantor ini, siapa lagi yang punya suara cempreng dan bawel selain ci Retha, dan tak lama wajahnya pun muncul sambil senyum2 ke arahku, "PAGIII.... NURULLLL....!!!" ucapnya sambil berteriak dan berhambur ke arahku dan langsung memelukku, aku yang gak siap dengan pertahananku akhirnya pasrah menerima pelukan darinya, masalahnya bukan hanya pelukan dia pasti akan mengacak2 jilbabku dengan tangannya, huffftttt.... benar saja setelah memelukku kedua tangannya langsung mengacak-acak jilbabku sambil tertawa, aku pun akhirnya sibuk memberesi bentuk jilbabku yang sudah tidak karuan akibat ulahnya. saat dia hendak melangkah pergi, aku menahannya "eh, ci... bentar, gw mau curhat" kataku setelah berhasil menahannya, cici yang sudah berhenti akibat aku tahan menoleh ke arahku, dahinya berkerut lalu berubah menjadi muka bertanya kemudian berubah lagi menjadi muka usil daaannnn.... "Ciyeeee...... jangan2 udah jadian loe yah sama Bams" ucap cici sambil teriak, aku yang kaget dengan kata2nya langsung menutup mulutnya dengan kedua tanganku, "iiihhh.... si cici bukan itu, gak usah teriak2 juga ci, bisa pelanan gak ngomongnya?" cici yang akhirnya diam karena kututup mulutnya pun mengangguk2 tanda mengerti sambil mengangkat jempolnya ke arahku, akhirnya kulepaskan tanganku dari mulutnya, "yah udin... jangan galak2 neng, gw kan nebak doang, gw taruh tas gw dulu sama nyalain laptop, ntar sekalian ngopi aja di bawah loe ceritanya" kata cici sambil melangkah pergi, "eh, jangan dibawah lah ci, di tangga aja yah, pleaaseee..." ucapku memohon, cici hanya mengangguk dan pergi ke mejanya. 

"ci... kemarin aku mimpi lagi" aku membuka pembicaraan dengan cici, saat ini kami sudah berada di tangga darurat tempat cici menikmati rokok dan kopinya setiap pagi dan sore hari, jika dia sudah sarapan tentunya, "Rio...?" cici bertanya di sela2 hembusan asap rokoknya, aku mengangguk dan membuka mulutku melanjutkan cerita yang ingin kubagi bersamanya "seperti biasa dia memanggil aku sunshine ci, cuma dia yang memanggilku seperti itu, dan sama seperti sebelum2nya dia memintaku untuk melanjutkan hidupku dan melupakan dia" aku diam sebentar "apakah ini artinya dia sudah meninggal ci?" cici yang sedang menghirup kopinya meletakkan gelas nya dan duduk menghadap aku, "Rul, mungkin benar, mungkin dia memang sudah gak ada, dan mungkin setiap mimpi kamu itu dia meminta ijin padamu, dia meminta kamu melepaskannya, mungkin dia belum bisa pergi dengan tenang sebelum kamu benar2 dapat tersenyum merelakan kepergiannya" aku diam dan memikirkan perkataan cici, yaahh... mungkin benar, haaaahhhh..... maafkan aku Rio, aku hanya memikirkan kebahagiaanku saja, aku tak memikirkan kebahagiaanmu, maafkan keegoisanku Rio, kataku dalam hati, "yah, kamu benar ci, mungkin sudah saatnya aku merelakan kepergiannya" cici mendekat dan merangkulku, aku pun menyandarkan kepalaku dibahunya, "satu lagi ci, pagi ini aku memutuskan untuk berta'aruf" mendengar aku berkata begitu cici melepaskan rangkulannya dan menatapku dalam "maksud kamu? menikah tanpa cinta" aku hanya mengangguk "aku gak bisa menerima pria lain di hati ini ci, hanya Rio yang ada di sini" kataku sambil memegang dadaku, "dan tadi pagi setelah sholat subuh aku menetapkan bahwa hanya Tuhan dan Rio yang ada disini" cici menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya kencang, "kamu yakin Rul? siapapun laki2 itu? bagaimanapun keadaaannya ataupun kekurangannya kamu tetap mau menerimanya, tanpa ada perkenalan terlebih dahulu? gw rasa keputusan loe cuma keputusan karena emosi dan kesedihan yang menghampiri kamu Rul, kamu harus memikirkannya lagi" aku menggeleng dan berkata "enggak ci, keputusanku sudah bulat, ini demi kebaikan keluargaku juga, aku yakin aku gak bakal bisa membuka hatiku buat pria lain ci" cici mengambil lagi rokok yang masih di dalam bungkusnya, menyalahkannya lalu menghisapnya "Tapi.... akan banyak kerugian yang kamu dapat Rul, karena kamu tidak tahu sifat dan kepribadian laki2 yang akan melamar kamu" aku diam dan memikirkan kata2 cici "loe harus memikirkannya lagi Rul, ingat pernikahan itu adalah dasar dari sebuah keluarga, jika tidak ada cinta di dalamnya dapatkah keluarga itu bertahan?" aku tidak dapat menjawab perkataan cici, tapi tanpa kusadari air mataku menetes segera kuhapus menggunakan tanganku, "Tapi aku yakin mama akan memilihkan laki-laki yang baik bagiku ci" kataku menutup perbincangan mengenai hal ini "Iya, gw yakin nyokap loe pasti memilihkan yang terbaik buat loe, tapi itu menurut mama loe, sedangkan yang menjalankan pernikahannya itu nanti kan loe Rul, bukannya nyokap loe" perkataan cici sungguh membuat aku bimbang, tapi karena sifat kerasku aku tetap pada pendirianku dan akhirnya cici menyerah "yah sudah, gw akan selalu dukung apapun keputusan loe itu, gw bakalan bantu loe cariin laki2 yang baik dan bertanggung jawab yah" aku pun mengangguk dan tersenym kepada cici "Makasih yah ci" cici tersenyum "your welcome my little sister, hey gimana kalau Bams? menurut gw dia laki2 yang baik, dan dia juga sudah mapan kan?" cici tiba tiba berkata seperti itu kepadaku, ingatanku langsung melayang pada kejadian tadi pagi saat aku menceritakan maksudku kepadanya, aku menggeleng pelan "Kayaknya dia gak tertarik ci untuk segera menikah, dia kayanya lebih ingin ke arah hubungan yang lebih santai, atau pacaran" aku menjelaskan kepada cici "loh, loe dah cerita sama dia?" aku mengangguk "tadi malam dia nyatain perasaannya ci, tapi aku gak jawab apa2, terus tadi pagi waktu dia jemput aku, gak sengaja dia dengar pembicaraanku sama mama, waktu itu aku lagi menjelaskan sama mama mengenai hal ini, dan sepanjang perjalanan BAms ngediemin aku ci, kayaknya dia kaget dan gak siap deh" cici pun hanya diam dan mengangguk-anggukan kepalanya "Yah sudah, nanti gw cariin yang lain, pelan2 yah Rul" aku pun tertawa "Ya elah cici.... gak usah di cariin, gak banget deh, kayak udah ngebet pengen nikah aja gw, hahaha..." akhirnya kami pun tertawa bersama dan cici menambahkan ejekan2 lucu yang membuat aku tertawa terpingkal-pingkal.

Saat berhenti tertawa, aku teringat sesuatu yang ingin kutanyakan kepada cici tadi pagi "eh iya ci, loe kasih pin gw ke si Doni yah?" cici menggelengkan kepalanya "engga... emang kenapa?"

"Tadi dia invite aku ci, lah terus dia tahu dari mana pin BB gw ci? apa mungkin Mba Irna or Kak Fitri yah ci?" ucapku masih bertanya kepada cici "gak mungkin... mereka juga gak bakalan ngasih Rul" kami berdua pun berpikir dari mana dia tahu pin BB aku, tiba2 cici berteriak "ARRRGGGGHHH...!!!" aku yang kaget dengan teriakan nya tak sengaja memukul tangannya "Duhhh...!! napa gw di pukul sih Rul?" 

"hehehe... refleks ci, sorry.. sorry, lagian cici ngagetin pake teriak2, ada apaan sih?"

"Gw baru inget Rul, kemaren si Doni minjem hape gw buat nelepon, katanya hapenya lowbatt, cuma pas gw minta dia lagi pencet2 hape gw sambil pegang pulpen, pas gw tanya ngapain dia cuma bilang lagi nyatet nomor hape yang tadi dia telp, soalnya dia entar mau nelp lagi and takutnya dia udah gak sama gw lagi, yah gua sih gak curiga apa2, waahhh... tahunya dia nyatet pin loe, cemen juga tuh cowo, jangan loe accept yah Rul" cici berkata sambil emosi, dapat kulihat dia tampaknya marah sama si Doni, aku pun hanya menganggukkan kepalaku. "Udah ah, masuk yuk ci" "yuk" akhirnya kami pun berjalan masuk keruangan kami masing2, perasaanku sudah sangant ringan setelah mencurahkan semua ke ci Retha.

Menikah Tanpa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang