Eighth: it's so hurt

389 47 3
                                    

.
.
.
.
Memang sudah waktunya jam pelajaran usai. Semua murid Lentera pun segera angkat kaki kembali ke alam masing-masing. Ada yang langsung pulang, ada yang mampir ke mall cari diskonan, ada yang nongkrong dulu di kafe-kafe buat numpang selfie, ada juga yang ngacir ke kos-kosan sebelah untuk ngintipin mbak-mbak cabe-cabean di sana.

David baru saja selesai membenahi mejanya. Sudah bersih. Tidak ada yang tertinggal. Tapi tunggu. Sella kenapa? Gadis itu menelungkupkan wajahnya ke dalam rengkuhan tangannya sendiri. Wajahnya terhalangi oleh tangannya. Jadi, David tidak tahu apa yang terjadi pada Sella.

Semakin lama semakin terdengar jelas suara isakan perempuan itu. Sepertinya ia benar-benar menangis. Kenapa? David bingung melihatnya.

"Sel..Sella.. lo kenapa? Nangis?" Ucap David dengan memegang lembut puncak kepala Sella.

Sella masih saja tak bergeming. Ucapan David hanya dianggap angin lalu. David pun menahan napas sebentar lalu menghembuskannya dengan sabar.

"Sel. Cerita dong. Kenapa? Gue ya?" Tanya David dengan suara selembut mungkin. Jujur saja, David amat sangat jarang pakai sekali dalam urusan bersikap manis kepada perempuan selain mamanya. Jadi ia juga bingung harus melakukan apa untuk menghibur Sella.

"Hmm.. nilai lo jelek?" Ucap David saat ia melihat kertas yang sepertinya diremas Sella menjadi bentuk bola ada di bawah bangkunya.

"Udah Sel. Jangan nangis. Gue juga kok hehe bahkan lebih jelek dari lo. Lo mending dapet 70. Gue malahan dapet 20 hahaha" Tawa David terdengar begitu hambar di telinga Sella. Gadis itu masih saja menangis. Ini pertama kalinya ia remidi. Ia juga paling benci dengan yang namanya nilai remed.

"Lo bisa diem gak sih! Brisik banget dah! Gak cuma nilai gue Dav! Gue juga gagal ikut turnamen karate! Gue gagal Dav!" Emosi dan tangisan Sella pecah seketika. David semakin bingung bagaimana cara menenangkan Sella .

David masih bisa tersenyum manis ketika ia mendapat bentakan dari Sella. Ya, walaupun lagi-lagi hatinya merasa sakit.

"Iya gue tau kok. Jangan sedih ya. Lo itu hebat Sel. Lo pasti bisa ikut turnamen lagi lain waktu" ucap David menenangkan. Sella selain jago fisika, ia juga seorang karateka yang sangat ahli. Dari SMP, gadis itu sering sekali mengikuti turnamen bela diri. Tetapi kali ini dia gagal mengikutinya. Karena ia terlalu sibuk dengan persiapan olimpiadenya dulu. Jadi, dia kurang persiapan dan tergantikan oleh temannya yang lain.

"Enak banget sih lo ngomong gitu Dav! Lo gak tau apa-apa tentang gue! Lo juga bukan siapa-siapa gue! Jadi gue minta tolong lo gak usah sok peduli sama gue! Gue gak butuh rasa peduli lo!" Balas Sella dengan sarkastik. Emosinya semakin meluap-luap. Tangisannya pun semakin menjadi-jadi. Sepertinya turnamen itu sangat penting untuk Sella.

Hati David terasa sangat pedih saat mendengar perkataan Sella. Bagaikan ribuan pedang tajam menusuk tepat di jantungnya. David membeku seketika. Ia merasa sangat sakit hati dengan perkataan Sella. Selama ini Sella tidak pernah sedikitpun menganggapnya ada.

Untung saja kelas sudah sepi. Tinggal mereka berdua yang masih diam membeku di tempat masing-masing. Sama-sama bingung dengan perasaan masing-masing.

"Hmm.. iya Sel. Gue emang bukan siapa-siapa lo. Gue juga gak sok peduli kok sama lo. Gue bener-bener peduli sama lo Sella. Gue gak mau lihat lo nangis kayak gini. Asal lo tau aja. Walaupun lo udah nyakitin hati gue. Lo bikin hati gue remuk berulang kali. Gue masih aja tetep sayang sama lo" ucapan David membuat Sella mendongak dan menatapnya dengan mata yang masih sembab.

"Gila!" Ujar Sella kepada David. Tapi, David malah tertawa lalu tersenyum manis kepada Sella.

"Iya, gue gila dan itu semua gara-gara lo Sel. Lo yang udah bikin gue susah lepas dari lo" sahut David. Hebat sekali dia. Di saat hatinya sudah tak berbentuk dan terluka, ia masih bisa memberikan senyum manis bahkan kepada orang yang telah memberikan luka itu.

What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang