Twenty Third: The Different Time

365 30 8
                                    


Haaiiii gue comeback bruh hahaha😂 ada yang kangen gak sih sama gue? *ngarep* atau kangennya sama David-Sella aja? Yauda dehh gapapa hehehe gue rela kok wkwkwk

Okay selamat membaca readersku sayangku cintaku wkwkwk gue sayang kalianmakasih banyak udah mau luangin waktu buat baca crita gue yg sopar sobed ini hehe^^
.
.
.
.
Cuaca hari ini sangat cerah. Langit biru turut menghiasi keindahan pagi hari ini. Membuat siapapun yang menikmatinya menjadi tersenyum senang. Membuat semua duka yang ada di hati menjadi sirna walau hanya sementara. Tapi lain halnya dengan Sella. Gadis itu terlihat sangat murung. Duka yang dirasakannya tak kunjung reda. Luka hatinya pun belum musnah. Gadis itu masih merasakan beban yang amat sangat berat. Bahkan, ia tak mampu tersenyum walau hanya setipis benang jahit. Langkahnya terkesan begitu berat. Seakan tubuhnya menolak untuk berpindah tempat.

Setetes cairan bening mengalir menyusuri pipi Sella. Gadis itu terdiam di balkon kamar hotelnya. Mungkin hari masih sangat pagi, namun hatinya sudah terasa nyeri. Nyeri sekali. Bagaimana tidak? Di depannya ada sebuah pemandangan yang selalu bisa menguras air matanya. Gadis itu melihat David. Ya, David. Lelaki yang mengenakan jaket berwarna maroon itu sedang berjalan-jalan menikmati suasana pagi ini dengan headphone bermerk Beat warna putih melingkar di lehernya.

Sella hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Tanpa bisa mengeluarkan suara walau hanya sepatah kata. Ia sedang berusaha menetralkan detak jantungnya dan menenangkan hatinya yang menjerit histeris. Sungguh lucu sekali. Dulu, mereka berdua bisa dengan bebasnya bercanda dan tertawa bersama tanpa merasa ada jarak yang memisahkan mereka. Menghabiskan waktu dengan percakapan yang sangat tak masuk akal. Berbicara tentang ini. Tentang itu. Berbicara tentang hal apapun, semuanya bebas.

Tapi tidak untuk saat ini. Ada sesuatu yang telah memisahkan mereka. Waktu. Ya, waktu yang telah merubah segalanya. Dengan cepatnya semua berubah. Bahkan gadis itu tak pernah berpikir akan berpisah dengan David. Ia tak pernah berpikir David, laki-laki yang selalu tersenyum padanya itu akan meninggalkannya secepat ini.

Jangankan untuk berbicara dan memperbincangkan ini itu, hanya sekadar saling menyapa saja mereka tak mampu. Padahal dulu dengan usilnya David selalu memberikan sapaan hangat kepada Sella setiap kali mereka bertemu. Tak lupa dengan senyum manis yang selalu mengiringnya. Sebuah kenyamanan tersendiri bagi gadis itu. Tapi sekarang? David tak pernah lagi melakukan hal itu. Hal kecil yang sangat dirindukan Sella. Lelaki itu sudah menjadi dingin. Enggan rasanya untuk tersenyum kepada Sella meski hanya sedikit.

"Ngapain sih? Ayo cepetan jam 7 nanti sudah harus kumpul lagi buat sarapan" tegur Vanya yang sudah rapi dengan kaos merah bertuliskan 'I'm Perfect' dan celana jeans selutut.

Sella hanya menggeleng kecil kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Vanya. Tingkah laku gadis itu benar-benar membuat Vanya menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal karena terlalu bingung.

"Udah siap?" Tanya Karen kepada Sella, Vanya dan Kia.

"Udah kok ayo" jawab Kia semangat.

Sella mengenakan pakaian yang bernuansa hitam-tosca. Gadis itu memakai kaos dengan lengan pendek berwarna tosca yang bergambarkan baymax kecil kemudian dilapisi rompi polos panjang warna hitam dan celana jeans selutut berwarna hitam. Tak lupa rambutnya yang tergerai ia ikat pony tail dengan ikat rambut berwarna tosca pula.

Setelah siap semua, Sella dan teman-temannya segera keluar dari kamar untuk sarapan bersama yang lainnya. Sella menempati 1 meja dengan 5 kursi yang ditata melingkar. Mereka berempat pun segera melahap makanannya masing-masing. Namun, tiba-tiba Sean datang membawa hidangannya.

"Hai Sella! Gue boleh duduk di samping lo ini nggak?" Tanyanya dengan tersenyum.

"Terserah lo aja" jawab Sella ketus.

What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang