Ninth: A Gift

385 44 7
                                    

.
.
.
.
David memarkirkan motornya dengan wajah lesu. Sepertinya masalah semalam sudah membebani pikirannya. Terlihat mukanya sangat kusut.

"Woy bruh. Itu muka kenapa kusut amat. Pagi-pagi udah ketekuk gitu. Gue setrika baru tau rasa lo" celetuk Zio yang kesal memandangi muka David dari tadi.

"Iya tuh. Kenapa? Sella? Biasanya lo tahan banting gitu" sahut Ari sembari mengunci motor ninja merahnya.

David hanya menggeleng pelan. Lalu mengajak teman-temannya masuk kelas dengan segera. Apa iya dia harus menceritakan semuanya kepada kelima sahabatnya itu? David tidak mau menambahi beban sahabatnya. Sudah pusing dengan pelajaran, malah harus ditambah masalahnya.

"Udah ah gapapa. Yok buruan ke kelas. Ntar ketauan Pak Hadi kalo kita telat mampus lo" balas David dengan senyum sebaik mungkin.

"Lo bohongin kita Dav. Lo ada masalah. Udah lah gak usah cari alasan buat sembunyi. Ada apaan? Cerita lah" ujar Wendi dengan nada serius.

"Curhat dong Davvv" celetuk Zio dan Putra bebarengan.

"Lo kira ini acara mama Dedeh apa?!" Semprot Dewa yang ada di sebelah Zio dan Putra.

"Acara ustad maulana" sahut Zio.
"jamaaahh oh jamaaahhh naudzubilllaaaahh" sambung Putra yang dibalas jitakan dari Dewa.

"Nggak. Ntar aja gue cerita. Kita masuk kelas dulu" ucap David dengan tenang. Mereka berlima tidak bisa membantah ucapan David lagi. David memang begitu. Kalau dibantah bisa-bisa monster kyubinya keluar. Bakal remuk mereka kalau David ngamuk.

******

"Bokap pulang" ucap David membuka suara. Kondisi kelas sedang sepi karena jam istirahat dan semua siswa masih kelayapan di luar kelas.

"Ha?!!!" Teriak kelima teman David secara serempak. Mereka berlima menganga lebar ketika mendengar ucapan David. Mereka juga sudah tahu kalau papa David pergi dari rumah semenjak istrinya meninggal.

"Serius Dav?! Ah lo bercanda deh" ujar Wendi dengan tatapan tidak percaya.

"Gue serius. Tadi malem gue pas pulang jam 1, dia nungguin gue sampe ketiduran di sofa ruang tamu. Terus kita adu mulut. Dia nangis-nangis minta maaf sama gue" David mulai memerah lagi wajahnya. Tampaknya ia memendam emosi yang belum terluapkan. Seperti biasa ia makan permen untuk meredakan emosinya.

"Bener-bener bokap lo tuh aneh banget Dav. Gue gak habis pikir sama bokap lo" ujar Ari dengan nada serius.

"Tapi lo mau kan maafin dia Dav. Gitu-gitu dia juga bokap lo Dav. Dia yang udah ngerawat lo dari kecil juga" Dewa berusaha menyadarkan David dengan kata-kata mutiaranya.

"Anjir gue jadi munafik banget dah. Ini gue ngomong apaan coba. Sok bijak aneedd" ucap Dewa ketika dirinya sadar telah menjadi motivator.

"Gue belum bisa. Hati gue masih sakit sama dia. Bokap spesies apaan coba yang tega nelantarin anaknya kayak gitu" mata David kembali tampak berkaca-kaca menahan pedihnya luka dalam hatinya.

"Udah Dav.. udah.. strong ya. Aku padamu" canda Putra dengan garing.

"Gak usah lebay kayak cewek deh. Gue bacok mampus lo Put" Dewa kembali mengucapkan ancaman secara terang-terangan kepada Putra.

David sedikit merasa lebih baik. Mungkin ucapan teman-temannya benar. Ia harus bisa memaafkan papanya. Papanya juga pasti terluka. Jika ia tak mau memaafkan papanya, anak macam apa dia yang menambah beban pada ayahnya. Tapi memaafkan juga tidak semudah itu.

*****

Sella tampak sibuk membaca sebuah novel. Dia tak menyadari bahwa David sudah ada di dekatnya. Entah sejak kapan. David hanya diam memandangi wajah Sella dengan senyam-senyum. Inilah kebiasaan David. Mendadak seperti orang kesurupan jika berada di dekat Sella. Dimanapun dan kapanpun ia melihat Sella, David selalu menyunggingkan senyum manisnya.

What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang