Twenty Two: A Pain

334 40 4
                                    

.
.
.
.
"Masa gue nelapak sih Ren" ucap Sella dengan menenteng sandalnya yang putus.

"Ya nggaklah. Lo pake converse lo yang di bis. Kan lo dibawain converse sama Tante Rena kemarin" ujar Karen yang berjalan mendahului Sella.

"Nggak enaklah Ren. Rempong Ren kalo pake sepatu" ucap Sella dengan muka tertekuk-tekuk.

"Ya kalo gitu lo mesti beli sandal dulu. Tapi dimana coba? Lagian ini juga udah mau makan malam. Nggak bakal sempet beli sandal." Ujar Karen.

"Ya udah deh. Gue nelapak dulu. Ntar nyampe bis pake converse dari mama" Sella mendengus sebal dengan apa yang dialaminya saat itu.

Gadis itu bertelajang kaki menuju bisnya. Mood-nya sedang buruk saat itu. Memakai converse memang santai. Tapi Sella lebih santai jika memakai sandal. Karena lebih mudah untuk dilepas-pakai. Namun sayang, sandalnya putus. Dan sebagai gantinya, ia harus bersedia memakai converse dari mamanya.

"Lo nggak nyaman pake conversenya?" Ucap Ari saat melihat Sella memandangi kakinya dengan raut wajah kesal.

"Hmm gitu deh. Tadi sandal gue putus"

"Iya gue tahu"

"Hah?"

"Eh ng-nggak. Mak-maksud gue... ng--gue tahu kalo lo nggak nyaman pake sepatunya. Eh I-iya gitu Sel" Ari langsung gelagapan ketika ia hampir saja keceplosan.

"Oh"

"Hmm lo nggak bawa sandal lagi?" Tanya Ari yang berusaha menutupi keanehan pada dirinya.

"Nggaklah. Gue cuma bawa satu. Kan gue pikir enak gitu pake sandal. Nggak repot kalo mau sholat atau apa-apa" balas Sella dengan muka kecut.

Tiba-tiba Ari membuka tasnya dan memberikan sesuatu kepada Sella.

"Nih buat lo. Gue bawa cadangan sandal tadi" ucap Ari sembari memberikan kotak berisi sandal yang masih baru.

Sella terkejut saat membukanya. Bukan begitu. Ini ada yang aneh. Kenapa tiba-tiba Ari memberikan sandal itu kepadanya? Itu milik Ari? Sepertinya bukan. Karena ada motif bunga-bunga pada sandalnya. Jelas-jelas itu sandal untuk perempuan.

"Ini punya lo?" Ari hanya mengangguk polos.

"Kok bunga-bunga?" Tanya Sella dengan menunjukkan sandal yang ada di tangannya. Raut wajah Ari langsung berubah seketika ketika melihat sandal itu benar-benar bermotif bunga.

'Anjiirrr gue pake alesan apaan nih?!'
Batin Ari dalam hati.

"Ngg--hmm-- i-itu... oh ya mama gue salah kasih. Itu sandal adek gue! Iya gitu!" Balas Ari dengan gugupnya.

"Hah? Adek? Emang lo punya adek?"

'Mampus gue! Sella kan tau gue nggak punya adek' Ari menggerutu dalam hati karena ia dalam posisi terpojokkan. Lelaki itu segera memutar otak mencari alasan yang tepat untuk Sella. Jangan sampai mulutnya keceplosan lagi seperti tadi. Bahaya!

"Bawel amat sih lo Sel! Udah deh tinggal pake juga! Dah ah, gue mau cabut!" Ucap Ari dengan nada meninggi karena ia frustasi telah terpojokkan oleh kata-kata Sella.

"Lha? Okelah makasih Ri!" Teriak Sella dari kejauhan yang diacungi jempol oleh Ari.

Gadis itu tersenyum lebar lalu segera memakai sandal dari Ari. Baru beberapa langkah menuju pintu masuk rumah makan di mana teman-temannya berada, tiba-tiba Sella berpapasan dengan David. Kedua manik mereka saling beradu dalam gelap. Sella sangat yakin bahwa orang yang berpapasan dengannya itu adalah David. Sella hafal betul sorot mata milik David. Namun, lagi-lagi David menatapnya tanpa seulas senyum. Sama sekali tak memberikan senyum manis seperti yang biasa ia suguhkan kepada Sella. Gadis itu hanya bisa menatap nanar kepergian David. Lelaki itu berlalu begitu saja dari hadapannya.

What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang