Thirty: What Should I do?

362 17 29
                                    


.
.
.
.
Waktu terus bergulir dengan cepat hingga tak terasa jika sebentar lagi murid Lentera -kelas XI akan segera menyandang badge class XII. Ya, lebih tepatnya mereka akan segera menjadi super senior di Lentera. Di zaman seperti ini, senioritas sudah menjadi hal yang sangat sangat umum bagi masyarakat. Khususnya di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Tentu, mereka -yang notabene siswa kelas XII- akan menjadi penguasa di sekolah. Namun belum sampai kelas XII, pemandangan senioritas juga bisa digelar oleh siswa kelas XI sendiri. Atau bahkan kelas X.

Lihat saja sekarang, saat David dan kelima sahabatnya tengah berkumpul di kantin, beberapa siswa perempuan yang lewat selalu menatap ke arah mereka -walaupun sebentar- lalu menundukkan kepala, sembari menyapa dengan suara kecil dan muka sok polosnya. Astaga, kalau beruntung mereka akan mendapatkan sapaan balik dari kakak kelas mereka itu. Kalau sedang apes  ya mungkin tatapan mengerikan yang akan didapatkan.

'Kaakkk....' kira-kira begitulah suara koor yang mereka ciptakan.

Sambil menyelam minum air. Begitu bukan, peribahasanya? Sepertinya cocok. Bagi siswi-siswi yang menyapa David dan teman-temannya itu bukan murni karena hubungan senioritas. Tentu saja karena ada sebagian dari sisi mereka yang tertarik dengan kakak kelasnya itu. Terlebih lagi David dan kelima temannya sangat famous dan tampan tentunya. Siapa tahu, setelah mereka menyapa dan menampakkan wujud aslinya, salah satu dari kakak kelasnya itu akan terpikat dengannya. Tahulah, sekarang bukan hanya senior yang pintar modus. Junior pun sepertinya tak mau kalah. Memodusi senior adalah salah satu trending job mereka. Percayalah.

"Gak terasa, ya? bentar lagi kita mau kelas XII!" seru Wendi dengan senyum sumringahnya membuka topik percakapan.

"Hmm iya nih cepet amat"

"Bentar lagi ujian, cuy!"

"Mampus lo! Bakal dipenjara sama emak lo terus kagak bakalan dibolehin keluar sebelum selesai ujian,"

"Ini otak bakalan pecah kalau terus-terusan lihat rumus,"

"Iya. Mending kalau lihat cewek cakep mata gue betah, lha ini? Rumus meennn!!!" Ucap Zio dengan nada frustasi. Teman-temannya hanya tertawa kecil melihat tingkah Zio. Mereka sudah kebal dengan temannya yang satu itu. Apalagi jika digabungkan dengan kembarannya Bang Ipul a.k.a Putra Dirgantara. Lihatlah ulah mereka berdua dan rasakan sensasinya.

"Tapi enak juga sih, kita bakalan resmi jadi super senior hahaha. Kan enak tuh bisa ngegodain junior yang cewek-cewek hahaha," tawa Putra yang khas langsung memenuhi seluruh area kantin.

"Dasar maling kutang! Pikiran lu cewek mulu," semprot Dewa dengan wajah kesalnya.

"Bodo amat, lihat aja tuh! Baru kelas XI aja udah banyak adek kelas yang naksir kita. Apalagi ntar kalau udah kelas XII," balas Putra tak mau kalah. Kedua mata lelaki itu dari tadi sibuk sekali memandangi para gadis yang bernotabene adik kelasnya. Tak jarang ia melemparkan senyuman buaya dan rayuan maut cap gajahnya kepada gadis-gadis itu.

Seperti saat ini, ada beberapa gadis lewat di depan mereka dan menyapa kakak kelasnya itu. Dengan sigap Putra melambaikan tangannya dan mulai beraksi.

"Dek, Dek! Sini dong!" Sontak saja wajah ketiga gadis itu memerah bak kepiting rebus. "Yang pakai jepit merah ke sini dong, cantik!" Ucap Putra sembari mengerlingkan matanya dengan usil ke arah gadis tadi. Kelima teman Putra langsung menepuk jidat melihat kelakuan Putra yang sangat menjijikan.

What Is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang