Waktu Yang Berlalu

8.1K 377 3
                                    

Kuakui memang paman Zyan sedikit agak psikopat. Tapi tentu saja dia akan melakukan itu. Maksudku, dia kaya dan dia lajang. Dia tidak memiliki pelampiasan nafsu. Jika melkaukan seperti itu. Itu bukan masalah. Dia kaya, dia bebas melakukan apapun yang dia suka.

Pagi itu untuk pertama kalinya aku mandi. Semenjak kedatanganku di Praha. Air hangat segera mengguyur tubuhku membuat badanku menjadi segar adanya.

Para pelayan menyediakan gaun indah. Aku terlihat anggun dengan gaun berwarna ungu muda. Rambutku sengaja kuurai, rambut chocolate tua mengimbak milik ayah. Aku tidak menggunakan make up apapun. Aku tidak menyukainya dan tidak bisa.

"Vanessa" panggil seseorang dari luar. Aku segera berlari ke balkon, dia adalah Sam yang sudah siap dengan pekerjaan paginya. Mencari rumput bersama beberapa orang lainnya untuk pakan ternak.

"Hati hati Sam" teriakku. Sam berlari sambil melambaikan tanganku. Berusaha mengejar teman temannya yang sudah berjalan agak jauh.

Dari luar aku melihat beberapa penjaga. Aku teringat akan kejadian hari kemarin di depan gereja. Kami saling menyadari. Mereka segera mengejarku. Aku lari keluar kamar. Mencari tempat persembunyian.

Tak ada tempat persembunyian yang enak kecuali.

Kamar Paman Zyan.

Aku membuka kamar paman Zyan dengan paksa. Menutupnya, melihat paman Zyan sedang melakukan itu dengan salah seorang gundiknya. Dia nampak kaget dengan keberadaanku.

Tok tok tok tok.

Suara gedoran yang kuat dari luar. "Kami tau kau didalam sana pencuri. Kau akan ku adukan ke tuam besar agar kau disiksa hingga mati" teriak mereka bersautan.

Paman Zyan langsung memakai pakaiannya. Gundiknya hanya bersembunyi di balik selimut. Paman Zyan membuka pintu, aku bersembunyi dibalik punggungnya. Dan memegang erat jubah dipinggangnya.

"Ada apa?" Bentak paman Zyan.

"Ada pencuri dikamarmu. Dia mencuri roti didepan gereja" lapor seorang prajurit itu.

"Sudah pergilah. Biar kuurus dia" ujar Paman Zyan tegas.

Aku menunduk. Paman Zyan berbalik kearahku. Terlihat betapa jangkunya dia, dimana aku hanya sedadanya saja. Jujur saja, hembusan napasnya yang berat membuat beberapa sengatan listrik di tubuhku. Entahlah, aku seperti ingin menggelinjing sendiri.

"Aku kemarin bebar benar lapar paman." Ujarku merasa bersalah.

Paman Zyan menaruh tangan kanannya diatas kepalaku. Tangan satunya lagi memegang pengait jubahnya agar tidak terbuka. Aku bisa melihat anunya paman Zyan yang masih tegang.

ASTAGA

APA YANG KAU PIKIRKAN VANESSA

"Mulai hari ini kau tidak akan lagi kelaparan anakku" ujarnya membelai rambutku. "Sekarang Paman harus melakukan beberapa pekerjaan. Kau keluarlah dahulu" suruh paman.

Aku mengangguk. Lalu melangkah pergi. Paman memegang tanganku. Membuatku mendongak ke arahnya. Dia mengelus pipiku yang memerah. Kepalanya mendekat dengan cepat, membuat jantungku berdesir. Kakiku tak mampu menopang tubuhku. Dia mengecup keningku.

"Aku adalah pengganti Joshua, nak" ujar Paman. Aku mengangguk mencoba mewaraskan pikiranku. Tentu saja, paman adalah pengganti ayahku. Umur mereka sama dan mereka bersahabat. Toh, dia juga sudah bergumul dengan ibu.

Aku segera keluar dari ruangan paman. Prajurit prajurit itu menghormatiku. Aku tidak peduli aku menunggu Sam untuk pulang dari bukit.

"Bibi Wedra" panggilku oada wanita gemuk.

A Perfect Sin (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang