Aku nyaman dipelukan paman.
Ya, aku sangat nyaman.
Aku enggan melepaskan pelukan hangatnya. Seperti terperangkap, Ada magnet yang menarik tubuhku agar tidak melepaskan pelukan paman.
Tapi, paman melepas pelukannya. Ibu menyuapiku dengan bubur. Setelah selesai makan, aku segera tidur.
"Kau ingin ibu tidur menemanimu?" Tanya ibu.
"Tidak usah aku bisa tidur sendiri bu. Lagi pula aku sudah lebih baik sekarang" tolakku masih lemas kepada ibu.
"Baiklah. Kalau begitu, paman saja yang akan menemanimu malam ini" ujar paman membuatku hampir memuncratkan minuman yang sedang kuminum. Aku melotot kearahnya.
Setelah minum obat. Paman membaringkanku tidur. Ibu dan para pembantu dan beberapa gundik paman segera keluar kamar. Aku berdua dengan paman dudalam kamar. Membuatku hampir pingsan untuk kedua kalinya.
Aku tidur miring. Setelah paman berganti pakaian beliau memelukku dari belakang.
"Kau tau anakku. Sewaktu kecil, mungkin 3-6 bulan. Kau sakit demam. Saat itu Joshua sedang berlayar. Ibumu mengirimiku surat karena demammu tidak kunjung reda. Aku segera datang ke Vienna seketika setelah surat itu datang." cerita paman.
"Kau sudah tidur anakku?" Tanya Paman.
Aku sengaja tidak membalas pertanyaannya. Aku terlalu gugup untuk berbicara dengan nya saat ini. Aku tak ingin menjadi salah tingkah dihadapan paman. Dan tentu saja aku tidak ingin paman mendengarkan suara getaranku.
"Aku memelukmu seperti ini. Tubuhmu yang kecil kutaruh di atas dadaku. Dan sedikit demi sedikit demammu reda...." suara paman terhenti. Semakin lirih aku tidak bisa mendengar suaranya. Tapi aku merasakan hembus angin dari napasnya yang memburu di belakang leherku.
"Paman bisakah kau melepaskan pelukanmu" tanyaku reflek. Aku tidak nyaman dengan perlakuan paman. Jujur saja, jika paman seperti ini. Aku memiliki pemikiran yang gila. Benar benar gila. Dan itu membuatku agak tidak terkendali.
Tentu saja, paman tidak akan melihatku sebagai seorang perempuan. Aku hanyalah anak gadis baginya. Meskipun dimataku, paman adalah lelaki yang ingin kumiliki. Paman seolah memanggil hasratku. Aku harus bisa menahannya.
Paman mencium leherku bagian belakang. Seolah menghentakkan magnet disekujur tubuhku. Yatuhan, apa yang sedang paman lakukan.
Paman melingkarkan pelukannya diperutku. Berlahan tangannya naik keatas. Hingga menyentuk payudaraku. Tapi entah mengapa aku tidak menolak. Otakku memberontak, tapi hatiku meminta lebih. Berlahan napasku memburu bersama dengan napas paman yang mengejar.
Tiap kecupan bibirnya adalah kenikmatan gila yang membahagiakan nafsuku. Lengguhan halus berulang kali keluar dari bibirku.
Aku membalikkan badanku. Melampiaskan hasrat yang selama ini telah tertahan. Dengan sigap paman meremas bokongku. Aku hendak membuka kancing teratas piamanya, ketika bibirku mendekat ke bibirnya.
Bibir Paman Zyan menjauh.
Aku masih mengejar. Hingga ketika aku membuka mataku. Tangan paman Zyan yang berada di bokongku telah pindah. Tangannya yang lain menggenggam tanganku yang hendak membuka kancing teratas pakaiannya.
Tatapan itu penuh tanda tanyamengarah kearahku. Tatapan dari mata biru keabu abuannya seolah mengirimkan sebuah symbol yang bahkan tidak aku mengerti.
Aku berusaha mendekat untuk mencium bibirnya. Bahkan tanganku meraih kepalanya. Mencoba menenggelamkan kembali dirinya pada permainan hasrat yang telah dimainkannya.
"Tidurlah sendiri Vannesa" ujarnya penuh penekanan, dan menghempas tanganku yang berada dibelakang kepalanya. Paman bangkit untuk duduk membelakangiku. "Maafkan aku" ujarnya.
Dia lalu bangkit dari kasurku. Meninggalkan aku yang masih dalam pemikiran gila. Sebelum meninggalkan ruangan kamarku paman berujar. "Aku tidak suka Sex yang halus" ujarny, membuatku tertohok.
Aku
Aku
Paman tidak pernah menyebutnya "aku" ketika berbicara padaku. Aku kembali tidur miring dan mencoba untuk tidur. Dan apa maksudnya mengatakan tidak suka Sex yang halus. Aku benar benar tidak mengerti.
Aku memilih memaksa mataku untuk.terpejam. Meskipun beberapa kali mataku terbuka, dan pemikiran bodoh terus datang kepadaku.
Apa yang baru saja kulakukan tadi?
Aku sangat bodoh?
Aku tidur tidak nyenyak. Pagi menyapa, aku bangun terlalu pagi. Kaki kiriku yang dipatok ular masih bengkak, membuatku meminta bantuan untuk pindah. Untung ada Pelayan yang membantu.
Pelayan mendapatkan luka memar ditubuhnya. Itu adalah hukuman dari Paman yang menghajarnya habis habisan karena teledor menjagaku. Dan juga bercerita kalau kuda putih yang kemarin telah ditembak mati Paman. Pelayan menambahkan kalau Paman benar benar nampak seperti psikopat kemarin.
Ibu telah menungguku dimeja makan bersama 2 gundik paman. Yang kuketahui namanya Imelda dan Herol. Aku bertanya dimana yang lain, pelayan menjawabnya kalau gundik paman yang lain telah menerima amarah paman. Dua orang dinyatakan tewas dan yang lainnya minya pulang. Aku diminta untuk.tidak bertanya lagi. Mendengar kabar itu aku bergidik, dan juga merasa bersalah.
"Lihatlah permaisuri itu sudah bangun" ujar Herol pait. Wanita yang mungkin lebih tua dari ibu dan berpakaian sangat Bitchi.
"Sudahlah ayo makan" ujar Ibu yang tidak memperdulikan Harol dan Imelda yang menggunjing.
"Paman tidak ikut makan?" Tanyaku.
"Dia sibuk pagi ini" jawab ibu menyuapiku.
Aku mengangguk. Aku ke kandang mencari Sam. Meski 2 hari aku tidak bertemu dengannya, rasanya sudah 2 tahun aku merindukannya. Namun hasilnya nihil.
Satu persatu kutanya pekerja tapi tidak satupun diantaranya yang menjawab. Dimana sebenarnya Sam.
Aku masuk kedalam rumah lagi. Hariku akan sepi tanpa Sam. Mungkin dia sedang mencari rumput di hutan. Aku duduk di sofa di depan tempat paman bekerja. Dari celah pintu aku dapat melihat Paman yang sibuk berkutat pada kertas kertas. Dan dia nampak tampan dan sempurna.
Paman melirik kearahku, seolah dia menyadari aku sedang mengawasinya. Seketika pintu ditutup. Membuatku hanya tertunduk.
Petang tiba dengan sangat membosankan. Paman tidak ikut makan malam. Yeah tentu saja dia sibuk.
Aku kekandang dengan hanya sedikit memakan makan malamku. Dan aku tidak menemukan Sam. Apa mungkin dia sudah pulang ke Vienna? Seingatku dia mengatakan akan kembali ke Vienna. Jika memang dia kembali ke Vienna, mengapa dia tidak meninggalkan pesan untukku. Aku dibuat penasaran olehnya.
Langkahku terhenti. Disebuah lorong ball room rumah ini. Ketika mendengar suara piano yang berdengung tak karuan. Seperti suara kerisauan. Nada yang tak karuan dan menyiratkan amarah yang terpendam. Aku menengok paman sedang bermain piano dengan ditemani wine dan tubuh sexy ibu.
"Paman" panggilku. Seketika detakan nada itu berhenti.
Ibu berjalan kearahku. Lalu menutup pintu ruangan itu. Aku mengangguk mengalah. Lalu berjalan pergi.
Tak jauh aku melangkah.
"Aaaaaaaaaaaa" suara teriakan berasal dari ruangan itu. Suara ibu yang meronta dan melengking membuat wajahku pucat.
"Cetaaakkkk" itu suara cambukan. "You are dirty whore" suara paman dengan napas yang menggema disertai suara cambukan dan long longan ibu.
Paman Zyan adalah penggila Sex. Dia penganut BDSM. Dia adalah seorang Dominant yang kejam. Dia psykopat gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Sin (complete)
Ficción histórica"Aku menyayangimu tapi diluar yang kuketahui. Kau adalah pengganti ayahku, apakah perasaanku ini berdosa?" Vanessa bukan gadis yang mudah ditakhlukan. Tapi, bersama pamannya Ziyan. Vanessa memilih menunggu. Akankah Ziyan tahu persaan kemenakannya i...