Menjalani hidup

4.8K 206 4
                                    

Tidak tidak. Tidak boleh seperti ini. Pertemuan yang konyol dengan lelaki itu. Aku tidak boleh merasakan hal ini, tidak boleh.

Aku menggendong bella. Tapi kakiku memilih untuk berlari kearahnya. Mengejar, meski aku tahu itu salah.

"Paman zyan" ujarku menggenggam tangannya.

Lelaki itu berbalik kearahku. Membuat suasana diantara kami menjadi kikuk.

"Long time no see" ujarku basa-basi.

"Kau makin cantik" pujinya. Aku mengangguk.

"Aku tidak mengira kita bisa bertemu disini. Kupikir kau tidak mengenal lyra" ujarku memulai pembicaraan. Sama seperti waktu itu saat pertama kali aku bertemu dengannya.

"Keluarganya berhutang kepadaku" jawabnya singkat.

Aku tertawa. "Bukankah tidak ada hutang diantara saudara?".

Wajahnya datar. "Dia anakmu?" Tanyanya mengangalihkan topik. Aku mengangguk dengan senyum yang mengembang. Seketika dia diam. Dan hanya menatap bella.

"Kapan kau akan menikah paman?" Tanyaku mengakrapkan diri.

"Kau tidak pantas bertanya hal itu kepadaku." Ketusnya.

Aku mengangguk. Hatinya masih dingin, mungkin lebih dingin dari terakhir aku bertemu dengannya. "Bukankah kau membenciku?. Kau takut jika aku menyakitimu?. Mengapa kau tidak pergi, aku bisa saja mengeluarkan pisau dan menikammu disini".

Aku mengangguk. "Aku pergi" ujarku memahami maksud ucapannya itu. Ia tak ingin mengenalku lagi. Itu kesimpulannya. Aku berjalan meninggalkannya.

****************************

Pertemuan itu membuatku tidak bisa tidur bermalam-malam. Entahlah, aku hanya merasa ada sesuatu yang tertinggal. Mungkin itu adalah hatiku yang tertinggal.

"Kau aneh akhir-akhir ini vannesa" keluh Sam. Ketika aku bersandar dipelukannya.

"Aku memang agak mual dan mudah capek sekarang. Entahlah" jawabku singkat.

"Ah. Mungkinkah Bella akan punya adik lagi?" Tanya Sam menggoda

Benarkah?. Aku segera mengeceknya ditabib dan yeah benar saja aku tengah mengandung anak keduaku. Kehamilanku di sambut bahagia oleh sam dan ibu. Kami mengadakan pesta besar untuk itu.

Hanya saja suatu malam. Ketika sam tidak berada di rumah untuk berlayar. Ada sesuatu yang aneh menimpaku. Yeah, sangat aneh ketika aku sedang memikirkan lelaki tua itu dan rasanya libidoku naik. Ah, ya tuhan apa yang tengah kurasakan sekarang. Setan mana yang tengah merasukiku saat ini.

Tanganku menggeledah didalam gaun tidurku. Bermain dengan sebuah kesenangan dibawah sana. Tapi gilanya aku memikirkan paman zyan.

Pagi datang kupikir pikiran setan itu akan menghilang. Nyatanya aku ketagihan lagi dan lagi. Seolah ingatan akan pemerkosaan itu kembali terputar bagai film yang bergerak hitam dan putih. Aku kembali memainkan diriku sendiri, aku berpikir aku harus bertemu sam. Aku tidak mau bertindak konyol seperti ini.

Hari2 berlalu dan sam akhirnya pulang. Dia sampai rumah tengah malam. Aku yang sudah terangsang seminggu lamanya dalam menunggu lelakiku pulang. Segera menyeret sam kekamar untuk menggauliku segera.

Desahan demi desahan menyeruak seisi ruangan. "Ahhh pamannn Zyann" erangku menahan nikmat. Sam mengehentikan permainannya ketika aku hampir menggapai puncak.

"Apa maksudmu?" Tanyanya posisinya masih menindihku.

"Ah maafkan aku sam. Aku hanya... "ujarku mencoba menjelaskan. Sam menatapku dengan tatapan marah. Dia segera bangkit dan mengenakan pakaiannya kembali.

"Paman zyan?" Ulangnya. Mengancing pakaian. "Kau berhubungan lagi dengannya?" Bentak sam membuatku terdiam.

"Aku merindukanmu sam" jawabku meredakan amarahnya.

Sam melirikku dengan kilatan amarah di matanya. "Aku tidak tahu bagaimana aku harus bertindak. Aku mencintaimu Vannessa, still you love me?" Tanyanya. Aku mengangguk yakin, kemudian merengkuh dagunya dan mengecup bibirnya.

***************************

Pagi pagi sekali aku mengunjungi rumah ibu bersama bella. Seperti kebiasaan minggu kami yang selalu mengantarkan bahan makanan untuk ibu. Dari depan rumah kulihat seorang lelaki yang lupa menutup resleting celananya keluar dr rumah ibu saat aku mengetuknya. Sbuah cap gincu bahkan masih ada di lehernya, aku segera masuk rumah setelah lelaki itu pergi.

Ibuku masih mengenakan piama tidurnya dengan penampilan yang acak-acakan langsung menggendong bella dan mengecupnya beberapa kali. Sebelum ibu mengecup pipiku.

"Ibu" panggilku saat menyeduh kopi dan ibuku tengah asik dengan cerutunya. "Menurutmu... "aku hendak bercerita. "Ah sudah tidak jadi" ujarku.

"Kenapa?" Tanya ibu.

"Aku kemarin bertemu paman zyan di ulanh tahun Lyra" ujarku memulai cerita.

"Lalu" tanya ibu.

"Menurutmu apakah aku salah jika aku memikirkannya?" Tanyaku. "Yah aku tahu aku salah aku sudah bersuami" lanjutku. "Tapi bu, ada yang salah denganku".

"Langsung saja pada intinya Vannesa. Ibu bingung"

"Aku ingin melakukan itu lagi dengannya" ujarnya. Ibuku tersedak acap cerutunya. Seketika dia menempeleng kepalaku

"Tidakkah kau ingat pelecehan seksual yang dia lakukan padamu dulu" bentak ibu.

"Ya ya aku tahu" ujarku agar ibu tidak berteriak karena bella langsung mengamati kami berdua. "Ini mungkin karena aku hamil" ujarku membela diri.

Aku menarik napasku panjang. Sampai kapan aku harus menahan libido keparat ini. Bagaimanapun ini harus tersalirkan, dan sam tidak bisa memuaskanku. Permainannya terlalu halus.

Hingga suatu hari. Otakku menggila, sam harus berlayar meninggalkan aku yang tengah menuntut kesenangan setan itu. Pagi buta aku bangun. Dengan membawa bella yang kugendong saat ia tertidur aku berangkat ke kediaman paman Zyan yang berada di Vienna berharap dia ada disana sekarang.

Lama wakti kutempuh. Ketika matahari terbenam aku bari sampai ke kota yang pernah membesarkan aku. Sudah banyak yang berkembang darinya. Tanpa berpikir panjang aku segera mencari kereta kuda untuk kerumah paman zyan. Aku masih hapal betul dengan rumah itu.

Sesampainya disana aku disambut oleh seorang penjaga. Aku mengatakan aku adalah anak baptisnya, meski awalnya penjaga itu tidak percaya. Dengan sedikit memaksa aku memintanya bertemu dengan paman zyan.

"Kumohon" paksaku.

"Kami tidak menerima gelandangan" ujar penjaga itu.

"Berapa kali kukatakan aku bukan gelandangan. Aku anak baptis paman zyan" jelasku.

Kedua penjaga itu saling bertatapan. Mungkin mereka sudah lelah berdebat denganku. Salah seorang diantaranya mengangguk dan mengantarku kedepan kediaman paman Zyan yang ternyata telah direnovasi total.
Seorang pelayan membukakakn pintu. Rumah yang lebih mewah dari saat terakhir aku berkunjung. Pelayan menyuruhku duduk di ruang tamu karena paman zyan masih diruang kerjanya.

Tiga orang wanita tertawa terbahak bersamaan dengan seringai seorang pria. Lelaki yang memiliki senyum manis dengan kilauan mata violetnya. Aku bangkit, dengan berlari aku memeluk lelaki itu. Tanpa kata, tanpa dialog. Aku tenggelam dalam pelukannya. Lelaki yang selalu kurindukan dalam 5 tahun pernikahanku.

Katakan aku berdosa? Biarkan, biar menjadi tanggung jawabku dengan yang memiliki hidup.

A Perfect Sin (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang