Rindu Yang Sama

6.2K 267 12
                                    

Sam, segera naik keatas ketika mendengar gebrakan itu. Dia segera memelukku, seketika aku menangis didalam pelukannya.

Aku sangat ingin memeluk paman Zyan. Sangat ingin. Bukan membuatnya marah. Tapi apa yang aku lakukan sekarang. Melihatnya terlalu lemah membuatku terluka.

"Kupikir dia benar-benar psikopat" ujar Samuel, saat merangkai hiasan kepala yang akan aku pakai nanti.

"Kau pernah disiksa olehnya" ucapku mengingatkan.

"Yeah. Dia menyuruh orang untuk memukul dan mencambukku. Aku masih ngilu mengingat kejadian itu" sam bergidik mengingatnya.

"Maafkan aku" ujarku tertunduk.

"Tidak apa. Aku pantas mendapatkannya. Aku lalai menjagamu. Tapi aku berjanji, aku tidak akan lalai lagi" ucapku.

Pintu kembali terbuka. Ternyata ibu dan seorang lelaki yang sama-sama mabuk masuk keruangan. Lelaki itu dengan nakalnya sudah meraba payudara ibu. Mereka naik keatas dan hendak masuk ke dalam kamar paman zyan. Aku dan samuel mengejarnya.

"Jangan tidur disana" larangku segera menutupi pintu kamar paman Zyan. Samuelpun ikut membantu.

"Kenapa?" Tanya ibu sempoyongan. "Ibu sudah tidak tahan lagi" ujarnya.

Aku dan samuel menggiring mereka. Untuk tidur dikamarku. Yang menyebabkan aku tidur diruang tamu.

"Aku tidak mau tidur denganmu sampai hari pernikahan kita tiba" ujar Samuel. Aku mengangguk sepaham. "Tidurlah dengan pamanmu" suruhnya.

Apa? Aku tidur denga paman Zyan. Tentu tidak, aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi.

"Aku tahu hubunganmu dengan pamanmu sedang senggang. Tapi cobalah membuna hubungan baik lagi, bagaimana-pun dia adalah ayah baptismu" nasihat Samuel.

"masalahku dan masalahnya tidak sedangkal yang kau pikirkan Sam" sanggahku.

Dia telah mengambil keperawananku, tidak bisakah kau memahami?.  Batinku menggerutu. Sejauh ini sam memang belum tahu kejadian ini. Yang dia tau aku diperkosa teman tidur ibuku. Kuharap ia Jangan sampai dia tahu.

"Kumohon" pinta sam. Aku menarik napas sadalam mungkin.  Malam masih terlalu panjang untuk begadang.

Aku mengangguk. Segera aku mengecup pipinya untuk berpamitan tidur. Segera aku naik tangga dengan langkah bimbang. Berulang kali aku menatap sam yang sedang menata tempat tidur. Hingga aku berdiri didepan pintu paman Zyan.

Aku terduduk. Aku tak kuasa masuk kedalam itu. Antara takut dan ingin. Aku berdiri, dengan langkah berani dan nekad aku membuka pintu kamar itu.

Paman Zyan sedang tidur miring menghadap pintu. Seketika matanya terbangun menatap aku yang mematung diambang pintu. Segera aku menutup pintu itu. Berjalan cepat aku berjalan ke sisi kasur lainnya dan berbaring terlentang.

Paman Zyan masih dalam tudurnya yang memunggungiku. Aku meraba punggungnya yang tegap dan besar dari jauh. Jujur saja dalam hatiku aku ingin menyentuhnya sekali lagi.

"Kau tau. Kau seperti telah menyiksaku selama ini" paman Zyan berbisik. Aku menutup genggamanku menjauh dari bayang2 tibunya.

"Aku seperti singa yang berpuasa tidak makan daging, yang membuatku menjadi gila dan akan berakhir mati. Kau membuatku sekarat Vanessa" lanjutnya.

Aku menggenggam pundaknya. Sejurus kemudian, dia berbalik arah kepadaku. Dia seperti akan menyerang seperti yang pernah dilakukannya dahulu kepadaku. "Paman Zyan" ujarku menyadarkannya. Tapi dia tak bergeming, dia telah mengunci gerakanku. Hanya tiggal dua tanganku yang menahan tubuhnya. "Stop" teriakku.

Paman Zyan menatapku. "Jangan menyakitiku, kumohon" ujarku menutup mata. Aku tak ingin menatap mata itu. Mata itu akan menghipnotisku lagi saat aku menatapnya.

Berlahan aku merasakan berat tubuh yang mulai ringan pertanda dirinya telah melepaskanku. Aku membuka mata berlahan melihat paman zyan kembali tidur dalam posisinya semula. Yaitu memunggungingiku.

Aku tak berani lagi menyentuhnya. Malam itu aku tidak tidur. Aku waspada dengan seorang psikopat disebelahku. Meskipun tidak sedikitpun ia bergerak atapun pindah dari posisinya semula. Aku tak tahan dengan ini. Ada sesuatu didalam diriku yang menuntut akan sesuatu. Aku tidak tahu apa itu. Yang jelas aku sangat ingin melakukan itu.

Kucoba menutup mataku. "Aku tidak tahan" ujar Paman Zyan berdiri.

Aku membuka mataku lebar. Menatap betapa besar pesona lelaki itu. Dia berantakan tapi dia tetap mempesonaku.

"Aku sudah tidak berhubungan sex setelah kejadian itu" ujar Paman Zyan dengan napas yang memburu. Aku terduduk diatas ranjangku. Memainkan tali di pinggangku.

"Kau benar-benar menyiksaku Vannesa" ujarnya lirih.

"Kenapa kau melakukan itu?. Kau kaya, kau bisa menyewa banyak gundik seperti yang kau lakukan dahulu. Bahkan kau menyewa ibuku" ujarku.

Paman Zyan duduk memunggungiku. Tangannya mengusap wajahnya sambil membungkuk. "Maafkan aku" ujarnya dibalik wajah yang tertutup oleh tangan.

"Mari menjauh. Jaga jarakmu dariku. Bertingkahlah seperti pengganti ayahku saja" ujarku. Paman Zyan berbalik, dia menatapku seperti murka yang tertahan.

"Kau ingin membunuhku secara berlahan?" Tanyanya penuh penekanan.

"Aku takut kepadamu" tegasku. Membuatku mengeluarkan dengusan yang aku tidak tahu apa artinya.

Ibu masuk membuka pintu ketika mungkin matahari telah terbit, meskipun hujan belum juga reda. Dia sangat terkejut dengan adanya paman Zyan. Memecah hening diantara kami.

Aku yakin dia masih mabuk. "Kenapa kau kemari?" Tanya ibu membentak.

"Aku mengundangnya. Kau yang menyuruhku" ujarku bangkit dari tempat tidurku. "Lelakimu sudah pulang?" Tanyaku judas. Hendak melewatinya.

"Vanessa" teriak ibu dengan suara yang melengking.

"Ibu hanya bercanda kemarin. Ibu akan menggunakan Paman George(kakak lelaki ibuku yang pertama) sebagai pendampingmu. Ibu tau ibu bukan ibu yang baik, tapi ibu sudah mempersiapkan semuanya. Mengapa kau mengundang bajingan tengik ini?" Bentak ibu.

"Jaga ucapanmu" paman Zyan berteriak membuatku bergidik.

"Aku. Berkacalah Zyan seberapa banyak dosa yang kau lakukan. Kau telah membunuh Herol" ibu tak kalah suara.

Aku tidak mengira. Paman Zyan melangkah dengan cepat. Dengan satu jarinya, dia menerkam ibu. Mencekik ibu dan mendorongnya hingga ke balkon.

"Hya hya" aku berusaha melerai.

Tubuh ibu memerah pertanda kuatnya cengkraman itu. Sedangkan paman Zyan wajahnya tanpa ekspresi. Aku berusaha melepas cengkraman paman zyan. "Paman Zyan" teriakku. Tapi dia tidak menggubris. Tangan ibu menjengkram bahuku, matanya mendelik kearahku.

Aku mendorong paman Zyan kuat untuk menjauhi ibuku, aku menendang perutnya. Dan memukul pipinya. "Enyahlah kau" teriakku. Ibu lunglai dan terbatuk-batuk. Aku menolong ibu. Samuel mematung di tangga. Aku tahu benar dia sangat traumatis dengan paman Zyan. Sedangkan Paman Zyan, dia pergi entah kemana.

"Bantu ibuku" suruhku. Samuel segera mengangkat ibu ke kamar. Aku mengejar paman Zyan.

Pintu sedikit rusak karena paman zyan membukanya terlalu kasar. Dia telah berjalan menembus hujan. Aku mengejarnya dan menarik tangannya..

Vienna saat hujan diakhir musim gugur. Pagi hari yang ceria, nyatanya harus kusapa dengan kerumitan. Udaranya meskipun hangat, tapi dinginnya air hujan pagi itu membuatku menggigil juga.
Aku tidak tahu apa yang aku lakukan. Aku hanya melepas rinduku. Dengan memeluk tubuhnya yang telah basah menggunakan pakaian mendiang ayahku. Aku mencium aroma ayah. Dan aroma itu membuatku merundakannya. Meski aku tidak pernah mengenal ayahku.

,########################,

Dier Cute Readers.

Author lagi galau nih. Ada yang punya inspirasi mau diapain Zyan dan Vanessanya???'


A Perfect Sin (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang