Ruang tunggu penuh dengan remaja-remaja seumurannya. Ada yang santai-santai saja, ada yang mendengarkan musik, entah lagu apa, tak sedikit pula yang membuka-buka partiturnya lagi. Tapi apapun yang mereka lakukan, semua berwajah sama. Gugup dan gelisah.
"Hai." Suara Caesar menyapa.
"Hai." Balas Euphy.
"Aku akan mengamatimu." Ujar Caesar sambil tersenyum yakin akan dirinya sendiri lalu berjalan pergi.
Euphy menatap Caesar yang menjauh. Setelah pertemuannya dengan Caesar saat ia mengambil daftar lagu lomba, ia menyelidiki identitas lelaki itu dan mendapatkan bahwa ia adalah sang Champion dari The Resonance of Piano Competition, lomba piano internasional yang sangat terkemuka di seluruh penjuru negara. Bisa masuk dan tahan dengan persaingannya saja sudah sebuah penghargaan, apalagi Champion.
Orang seperti itu kenapa mau repot-repot memperhatikanku? Euphy menggeleng tak mengerti. Walau dulu aku memang terkenal, tapi lima tahun jeda membuatku sekarang bahkan bisa disebut amatir.
Satu pet satu giliran maju ke panggung memainkan lagu pilihan mereka. Euphy mengintip dari belakang panggung. Matanya menangkap beberapa produser dan guru musik terkenal di antara penonton. Produser yang menurut rumor membencinya juga di sana.
Tiba-tiba sekujur tubuhnya meremang dan demam panggungnya muncul. Sial, kupikir kali ini aku takkan demam panggung! Kenapa di saat-saat seperti ini?!
"Peserta nomor 23, silakan bersiap di sini."
Kalimat itu menusuk telinga Euphy seperti menjatuhkannya ke lubang terdalam kegugupan. Dengan kaku Euphy berjalan ke tempat yang ditentukan dan menunggu.
Seberkas cahaya panggung menyinari kakinya dan ia teringat saat ia pertama tampil di perpisahan sekolah bertahun-tahun lalu.
* * *
"Euphy, siap ya? Setelah ini giliranmu." Ujar Ms. Heidi, guru bahasa Inggris.
Euphy kecil tak membalas dan hanya terdiam gemetar menatap panggung yang berisi anak-anak lain bermain drama.
"Gugup?"
Begitu menoleh, ada seorang bocah lelaki di sana dengan senyum lebarnya. "Tidak." Balas Euphy.
"Kalau gugup," Bocah itu melanjutkan, "katakan ini." Ia mendekatkan mulutnya dan membisikkan sesuatu di telinga Euphy, lalu menjauh, masih tersenyum.
"Semangat!"
* * *
"Benar. Aku harus semangat. Untuk Nova dan untuk Tyler juga untuk semua yang mendengarkan permainanku." Euphy mengepalkan tangannya. I must fight for the ones I love.
Gemuruh tepuk tangan tak lagi menggentarkan hati Euphy. "Silakan maju ke panggung, nomor 23, Euphonia Leigh."
Dengan langkah tegas Euphy berjalan ke dalam hujanan tatapan ratusan orang dan pancaran lampu-lampu panggung. Ia membungkuk lalu duduk di kursi piano. Bisikan-bisikan penonton jelas terdengar, tapi semua itu diabaikannya.
"Dieu soit avec moi." Bisiknya. Permainan piano Euphy mengalun dalam ruangan itu dengan indah. Semua orang tidak bisa melepaskan perhatian darinya. Lagu Amazing Grace yang telah diaransemennya sendiri itu berhasil mewarnai hati para pendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Hearts' Resonance
Teen FictionBagai bumi dan langit, seperti Kutub Utara dan Selatan, laksana Merkurius dan Neptunus. Begitulah hubungan Euphonia dan Valent. Hanya karena Valent meminta Euphonia bermain piano dalam pentas kelas, gadis itu jadi membencinya dan bahkan untuk menyeb...