Zenderith Varghan

59 18 4
                                    

Aku berdiri di depan kelas dengan Mp3 yang ku gunakan. Memandang langit yang terlihat bahagia saat ini. Di sebrang sana ku lihat sosok gadis berdiri dengan mata terpejam dan rambut yang tertiup lincah nya angin berhembus. Manis, gadis itu terlihat manis. Rambut se bahu nya terlihat sangat pas untuk ukuran gadis mungil seperti dia. Tak berapa lama, seorang laki - laki yang terlihat kusut datang. Cukup lama ku lihat mereka berinteraksi hingga tangan lelaki itu mengalung di pundak gadis mungil itu. Terlihat seperti, menyeret gadis itu. Tanpa ku sadari Terdi sudah ada di sebelah ku dengan tampang kepo nya.

"Aku gak nyangka kamu bisa merhatiin cewek sampe segitunya!" ucap nya membuatku menatap nya dengan alis terangkat.

"Aku becanda! Aku ke sini cuma mau kasih info, anak yang satu kelompok sama kamu buat oliampiade minggu depan hilang" ucapnya membuat ku tertawa. Dia menatapku heran.

"Kalo bawa kabar itu yang bener aja!" ucapku dengan sebal.

"Aku beneran Zen! Coba kamu lihat guru belum masuk juga, padahal sudah hampir lewat setengah jam pelajaran!" ucapnya membuat ku menatapnya dengan pandangan dingin.

"Bener juga, tapi dia bukan kabur kan?" tanyaku memastikan.

"Gak! Ini anak yang mohon mohon satu kelompok sama kamu!" ucap Terdi membuatku ingat akan satu nama yang paling ingin ikut olimpiade tapi sekelompok denganku. Fera, gadis dengan gaya ala K-Pop satu - satu nya gadis yang mempunyai otak.

"Fera?" ucapku mengeluarkan apa yang ku pikirkan saat ini. Anggukan Terdi membuat ku cukup berfikir.

"Aku bisa mengerjakan oliampiade ini sendirian! Kalian cukup bantu do'a untuk menang dan keselamatan Fera" ucapku sambil melangkah masuk ke dalam kelas.

"Hilang nya Fera bukan hanya membuat gempar sekolah kita, tapi Gerry wakil kapten basket sekolah sebelah juga!" ucap Terdi membuatku menghentikan aksi dudukku dan berbalik menatapnya. Di kelas saat ini hanya ada kami berdua. Entah kemana perginya penghuni yang lain.

"Sekolah sebelah juga?" tanya ku dengan tampang bodoh. Membuat Terdi menganguk dengan tidak kalah bodohnya.

Aku duduk dan menatap teman yang paling tahan berteman dengan ku ini. Dan menyipitkan mata ku lalu menarik nafas panjang.

"Lalu bagaimana dengan olimpiade? Bukan masalah kalau kamu sendirian, yang jadi masalah ini olim adalah berkelompok!" ucap Terdi membuat ku meringis melupakan satu detil yang harus nya ku ingat.

"Aku akan menunggu keputusan kepsek!" ucapku sambil membuka buku Toefl. Ku dengar dengusan Tendri namun ku acuh kan dan tetap fokus pada buku yang ku baca saat ini. Tak lama, beberapa siswa datang sambil berbisik - bisik.

Dengan cepat Terdi berdiri dari posisi duduknya dan mendekati beberapa siswa itu di depan dan membuka percakapan yang tidak dapat ku dengar. Ku tatap kembali buku ditanganku. Dan larut dalam kalimat - kalimat nya hingga tepukan di bahu membuat ku menoleh jengkel.

"Ada apa?" ucapku dingin sambil menatap gadis di hadapanku tak kalah dingin dengan ucapanku. Gadis itu tersenyum dan memberikan paperbag yang terlihat mahal sekilas saja sudah ketahuan apa isinya.

"Ini ada oleh-oleh, kemaren Nyokap aku baru pulang dari paris!" ucapnya dengan bangga.

Keluargaku memang terpandang. Namun bukan berarti, keluargaku kaya. Aku menatap paperbag itu dan menatap gadis di hadapanku malas.

"Nama?" tanyaku sambil melipat kedua tanganku di dada dan menatap wajahnya yang tertutupi kilo-an bedak (pupur atau yang biasa di pakai anak perempuan diwajah selain pelembab). Wajah yang harus nya terlihat natural saat masa masa remaja seperti ini.

"Nama? Maksudnya?" tanya nya dengan tampang bodoh. Ini hal paling ku benci. Pintar berdandan tapi otak tak terpakai.

"Nama mu?!" tanyaku dengan kesabaran yang menipis.

"Ooohh... Alexa" ucapnya dengan senyum manis namun tak mempan untukku.

"Ambil kembali pemberianmu Alexa, aku tidak membutuh kan benda semacam itu saat ini" ucapku halus dengan senyum tipis yang ku paksakan.

"Nanti pasti di butuhkan! Ambil lah, Aku hanya ingin memberi ini padamu" ucapnya dengan tak tahu malu.

"Maaf Lex, aku benar - benar tak membutuhkan benda seperti itu. Kalau pun, aku butuh nanti aku bisa mencari sendiri!" ucapku malas dan kembali membaca buku yang lebih menarik dari pada orang yang ada di hadapanku saat ini.

"Ambil lah, aku akan kembali ke kelas ku!" ucap nya dan melangkah pergi. Sebelum dia keluar kelas, aku memanggil Reno dengan santai membuat Alexa berhenti dan menatap Reno yang berjalan mendekatiku.

"Ini untukmu, tadi Alexa memberikan itu pada ku. Tapi, aku tidak suka aromanya!" ucapku membuat Reno tersenyum senang.

"Thanks Zen!" ucapnya semangat dan aku duduk kembali sambil membaca buku ku dan hanyut dalam ribuan kata dan verb.

Bukannya aku tak mendengar, umpatan yang dilakukan oleh Alexa dan hentakan kaki nya. Tapi, aku mengacuhkan nya. Jika aku baik pada nya dia akan berada di atas angin dan berpikir aku menyukai nya. Tanpa berbuat baik pun dia akan kembali lagi besok dan seterusnya tanpa malu - malu. begitulah manusia.

DEATH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang