Syukurlah Zen mampu melewati pagar berlistrik itu. Namun, akibat nya mereka berdua harus berlari cepat karena Zen ketahuan saat meloncat. Untung saja Zen memakai jaket hitam nya.
"Batang sialan! Kenapa saat aku meloncat, itu batang malah patah!" pekik Zen di sela-sela lari nya, Ven tertawa kecil.
"Setidak nya kamu gak jadi tawanan!" ucap Ven sambil melihat dengan kaca yang sering di bawa nya.
"Cerdas! Kamu sudah mempersiapkan nya?" ejek Zen.
"Tentu saja, aku selalu menghancur ruangan seseorang yang membuatku emosi. Jadi hal seperti ini sudah biasa bagiku!" ucap Ven pongah.
"Lalu bagaimana mereka masih mengejar kita?" tanya Zen dengan napas yang naik turun.
"Seperti nya tidak tapi kita harus berbelok untuk menjaga-jaga musuh di depan kita!" ucap Ven yang di angguki setuju oleh Zen. Ven pun memberikan topi hitam, topi yang sangat jelek.
"Aku bukan maling, sialan!" pekik Zen saat melihat topi itu.
"Emang bukan, ini urgent, bodoh!" balas Ven tak kalah membentak.
Dengan terpaksa mereka memakai topi itu, topi yang menutupi seluruh wajah mereka yang menyisakan dua lubang untuk mata, satu lubang untuk bernapas dan satu lubang lagi untuk mulut nya.
"Di depan ada pos satpam. Biasa nya jam segini mereka gak ada di tempat! Jadi kita loncat lagi" ucap Ven menunjuk perumahan di depan mata nya.
"Kamu tinggal di perumahan elit ini?" ucap Zen kaget.
"Tidak! Aku bukan orang kaya" ucap Ven sambil terkekeh.
"Jadi?" tanya Zen lagi.
"Rumah Yogi, sementara kita bersembunyi di sini" ucap Ven dan mulai meloncati pagar pembatas di sebelah pos satpam. Di ikuti oleh Zen yang mulai terbiasa dengan aksi loncat-meloncat.
***
Kemarin adalah hari terseru sepanjang kenakalan ku. Menemukan lorong rahasia. Bahkan di kejar-kejar pihak keamanan. Aku bahkan bertukar id Line dengan Zen. Kami mempunyai satu misi. Jika Lawrensia belum di ketemukan dalam tiga hari, kami maksudku, Zen dan aku akan mencari tahu. Seperti nya aku mengubah sifat orang lagi.
Aku berjalan sepanjang koridor sekolah yang sudah sepi. Ku lihat jam di pergelangan tanganku. Pantas! Sudah setengah sembilan dan aku baru datang. Jangan heran padaku, aku adalah biang rusuh di sekolah ini. Liat saja dalam hitungan pasti guru piket akan datang dan menceramahi seorang Veneria.
"Veneria!" pekik kan di ujung koridor telah membuktikan. Dengan langkah cepat aku berjalan ke arah guru piketku.
"Bapak manggil Ven?" tanya ku dengan wajah se polos mungkin.
"Ini sudah jam berapa?" tanya nya dengan mata yang hampir keluar.
"Yaelah pak! Itu jam tangan guna nya apa?" ucapku dengan malas sambil menunjuk jam tangan emas nya.
"Buat ngeliat jam! Kamu ini sudah kelas 3 mau sampai kapan kamu nakal seperti ini?" ucap nya dengan ribuan air yang keluar dari goa nya.
"Pak saya gak doyan sup!" ucapku membuat nya melotot.
"Ah saya capek dengan kamu! Sebaik nya kamu membawa murid baru ini, dia satu kelas denganmu!" ucap guru piketku. Seperti nya aku lupa mengenalkan nama beliau, nama nya adalah haryono sang guru piket yang di juluki sup kuah jigong.
"Nama nya Ranisaa amanda, pindahan dari SMK Nusa Bhakti, Rani ikut dengan Ven ya?" ucap Pak Yono sehalus mungkin membuatku mendengus kasar.
"Hai Ranisaa, aku Veneria panggil aja Ven!" ucapku sambil berjabat tangan dengan nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH LOVE
Teen FictionDua anak manusia yang memiliki kecerdasan diatas rata - rata dan memiliki karakter berbeda. Seperti, Air dan Api yang tak bisa bersatu. Zen dengan ketenangan dan kecerdasannya. Sedangkan, Ven dengan emosinya yang tak dapat di tahan dan daya ingat ya...