Banyaknya jumlah siswa di SMA Binkar, tapi kenapa yang masuk satu tim dengan ku gadis jadi - jadian seperti, dia. Apa sekolah sedang membuat ajang mempermalukan diri, Di karenakan dua murid terbaik dari kedua sekolah kami saat ini menghilang?. Apa harus gadis ber tempramen tinggi dan penampilan urakan seperti gadis di hadapanku saat ini?. Lihat saja tingkah nya tidur dengan menutup kedua telinga kecilnya dengan Mp3 yang terdengar hingga di tempatku. Sudah satu jam lebih kami duduk berdua di perpustakaan di kota kami. Tidak lebih tepatnya, aku duduk sedangkan dia menelentangkan tubuhnya di lantai dan menutup mata nya dengan buku.Di kebanyakan novel, yang sempat ku baca sedikit karena itu milik Zoya, adikku. Laki - laki lah yang melakukan hal seperti di kerjakan gadis ini. Tapi kenapa malah sebaliknya? Dasar novel!. Aku kembali fokus pada rumus - rumus di tangan ku tanpa memperdulikan gadis kebo di sebelah ku yang mengeluarkan sebuah suara, ngorok?.
"Apa kamu punya otak lemot sehingga membaca nya berkali - kali?" tanya nya membuatku sedikit emosi. Tapi bukan Zen namanya, kalau terpancing ucapan tidak bermakna itu.
"Aku bahkan bisa hapal dengan sekali melihat!" ucapnya sambil memposisi kan dirinya duduk dan menguap tanpa tahu malu di hadapanku. Benar-benar tak ada sopan dan santunnya!.
"Benar kah? Tapi aku ragu, kamu bisa mengerjakannya?" ejekku sambil tetap membaca rumus dan melihat jalan penyelesaiannya.
"Itu pelajaran kelas satu di sekolahku! Bahkan olimpiade ini menggunakan materi dari pembelajaran sebelumnya. Kamu hanya perlu membaca dan mengerti bagian yang terlupakan" ucapnya sambil membuka buku tentang fisika. Setahu ku anak SMK jurusan akuntansi tidak ada IPA seperti itu, tapi yang kulihat sedari tadi adalah beberapa buku fisika yang di bacanya.
"Benar lalu bagian mana yang kamu lupakan?" tanya ku sambil menutup buku di tanganku dan melihatnya lebih tepatnya menatap wajah bantal di hadapanku. Jorok, ada taik matanya!.
"Tidak ada yang terlupakan" ucapnya santai membuatku mengernyit, bagaimana mungkin pelajaran sejak sd,smp sampai saat ini tak ada yang terlupa.
"Mana mungkin!" ejekku dengan kekehan membuatnya tersenyum eum manis bahkan sangat manis, mungkin?.
"Jika kamu tidak percaya tidak apa - apa. Tapi aku punya, daya ingat yang sangat amat tajam!" ucapnya sambil menatap ku dengan sombong nya. Dia memberikan buku di tangan nya pada ku dan membuka halaman yang sempat di baliknya tadi.
"Aku akan membaca semua kalimat yang ku baca tadi!" ucapnya sambil menutup matanya, dengan cepat aku menatap buku di tangan ku dan mendengar apa yang dia ucapkan. Benar - benar sama tak ada celah sedikit pun.
"Daya ingat fotografis, huh?" tanyaku setelah dia selesai membaca buku di hadapanku. Dia tersenyum dan menatap kosong di hadapanku.
"Iya daya ingat yang tak bisa di lupakan, kecuali seseorang mencuci otakku atau memukul kepalaku dan membuat ku amnesia!" ucapnya dingin. Pasti berat, setiap manusia ada beberapa ingatan yang ingin di lupakan dan ingin di ingat terus menerus.
"Kalau begitu kerjakan soal yang ini, setidak nya aku harus tau sampai dimana kemampuanmu!" ucapku sambil memberikan selembar kertas print-an.
"Oke!" ucapnya tampak semangat. Dalam beberapa menit, soal print-an itu telah selesai. Hebat! Dalam sepuluh menit dia bisa mengerjakan dua puluh soal. Berarti satu soal memakan waktu kurang lebih dua menit. Tulisan tangannya tampak rapi tidak seperti penampilannya yang urakan.
"Gimana? Ada yang salah nggak? Tapi setahu ku gak akan ada yang salah soalnya, anak tetangga di komplek yang kuliah aku lah yang kerjain tugasnya!" ucapnya membuatku tampak kebingungan dengan gaya sombongnya yang tak terlupakan. Tunggu? Kerjain tugas kuliah? Seperti nya dia setara denganku atau bahkan jauh lebih pintar dari ku!.
Baru saja aku ingin mengatakan sesuatu. Suara seperti gresekan dan suara aneh dari gas alam keluar. Sebenarnya itu suara perut yang lapar. Aku menatapnya dan dia cengengesan dengan tampang yang terlihat lucu di mataku.
"Kita makan siang aja dulu! Sudah jam makan siang juga" ucapku sambil menatap jam tangan di pergelangan tanganku.
"Warung depan aja! Aku gak punya uang banyak!" ucapnya sambil membereskan buku - buku yang diambilnya dan menata di tempatnya kembali. Ku ikuti langkahnya dari belakang. Sekilas terlihat seperti anak SMP karena tubuhnya yang mungil dan wajahnya yang baby face.
***
"Neng Ven, ya ampun ambu kangen pisan sama si eneng!" pekikan pemilik warung ini ketika melihat Veneria masuk ke dalam warung membuatku heran.
"Hai ambu! Ven jauh lebih kangen sama ambu!, Oh iya! Ini Ven sama teman namanya Zen" ucap Ven dan mengenalkan ibu paruh baya di hadapannya dengan bangga.
"Halo nak, panggil aja ambu iya nak jen!" ucap Ibu yang dipanggil ambu itu dengan senyuman ke ibu-an nya, mengingatkanku pada ibu.
"Zen ambu, Zen!" teriak bapak - bapak yang baru keluar dari dalam warung dengan baskom di tangannya.
"Amang!" teriakannya melengking dan pekikannya membuatku meringis.
"Aduuhh anak Amang! Tambah gelis pisan ya, ambu!" ucap pria yang di panggil Amang oleh Ven.
"Halo nak, saya Amang suaminya Ambu!" ucapnya sambil meng kode ku dan Ven masuk. Kami pun masuk ke dalam warung sederhana itu. Ven terlihat sangat bahagia saat ini. Wajahnya tampak berseri - seri dengan mata yang berkedip - kedip lucu.
Saat kami makan dengan lahapnya. Sebenarnya Ven yang paling lahap karena ini sudah piring ke empatnya. Dan tampak ingin menambah makanannya lagi. Baru saja dia ingin berteriak sebuah suara cepreng mendahuluinya.
"Amang!!! Pajak hari ini!!" teriakan itu membuat Ven membanting sendok di tangannya. Terlihat emosi di wajah putih gading itu. Gadis itu memundurkan kursinya. Dan berkata dengan dingin.
"Pajak? Harusnya dibayar ke pemerintah bukan ke orang jelek kaya kamu!" ucapnya membuat bulu kudukku berdiri karena nada suaranya terdengar seperti Ayahku. dingin dan tegas.
"Mana yang bilangin aku jelek!" teriakan om - om berbadan besar itu berjalan ke arah meja kami. Dengusan Ven terdengar sangat nyaring, karena suasana saat ini sangat jauh dari kata berisik.
"Disini!" ucap Ven datar, baru saja om - om jelek itu ingin menarik rambut Ven tapi gagal karena tangannya di pelintir dengan mudahnya oleh Ven.
"Jangan sentuh rambutku dengan tangan kotormu!" ucap Ven dengan nada yang sama namun kali ini mata nya tampak seperti laser tajam dan menakutkan.
"Ven... Veneria!!" ucapnya kaget Ven tersenyum manis, namun bisa ku lihat senyuman itu tanda bahaya.
"Bagus! Kamu mengenali ku kan?" ucapnya mendapatkan anggukan dari om - om yang tubuhnya dua kali lipat dari tubuh mungil Ven. "Kalau begitu, jangan ganggu wilayahku sedikit saja aku mendengar atau melihatmu. Kau akan menyesal!" ucapnya dengan dingin dan menghempaskan tangan si preman dengan mudahnya. Walau ku tau dia mengeluarkan semua tenaganya.
Emosi di wajah Ven sudah sedikit menghilang tapi dia tak melanjutkan makannya dan berkata.
"Aku benci diriku!!!" ucapnya dengan mata tertutup. Benci? Kenapa? Dia pintar dan baik hati lalu kenapa dia membenci dirinya yang sangat sempurna itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/69828794-288-k531600.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH LOVE
Dla nastolatkówDua anak manusia yang memiliki kecerdasan diatas rata - rata dan memiliki karakter berbeda. Seperti, Air dan Api yang tak bisa bersatu. Zen dengan ketenangan dan kecerdasannya. Sedangkan, Ven dengan emosinya yang tak dapat di tahan dan daya ingat ya...