Arfustus Cier

54 14 2
                                    

Benar jalan pikiran seorang Zenderith Vargan dan Veneria Arriansar. Tiga hari berlalu dari insiden terlukanya Ven. Dan dalam tiga hari Ven tidak hadir sudah lebih empat murid SMK Binkar yang menghilang begitupun dengan SMA Binkar. Anehnya kejadian ini terlihat seperti mimpi buruk bagi kami para murid. Entah ini pemikiranku saja atau memang aku telah terkena virus dari Ven. Beberapa murid ada yang bolos sekolah bahkan ada juga yang ijin untuk berlibur. Namun, Penculikan itu tetap terjadi. Dan beberapa murid populer telah menghilang. Bunyi pesan masuk dari ponsel di sakuku menyadarkanku dari dasar pemikiran tidak jelasku yang tak akan berujung. Memangnya aku Zen atau Ven, yang berotak sangat cerdas itu. Nama orang yang baru saja ku sebut muncul di layar ponselku. Pulang sekolah ke rumah sakit. Pesan itu hanya berisi teks singkat dari Zen. Aku menatap kembali sekeliling ruang kelasku. Ini adalah hal baru dalam hidupku karena turun ke sekolah. Banyak murid yang memperhatikanku. Padahal aku sudah berbuat sebagaimana mungkin agar tampilanku tidak mencolok. Namun karena kulit tubuhku yang tergolong pucat dan berbeda dengan pria lainnya lagi-lagi aku menjadi salah satu yang harus di perhatikan di ruang kelasku ini. Dengan malas aku mengambil earphone yang berada di tas dan memakainya. Mungkin hal seperti ini lebih baik dari pada aku terus berpikir negatif tentang mereka. Tiba-tiba suara ledakan terjadi di gedung bawah membuatku yang memakai earphone-pun terdengar sangat nyaring. Dengan cepat aku keluar dari gedung kelasku dan melihat kebakaran berada tepat di bawah kelasku.

Kelas bawah berarti anak kelas sepuluh dan sebelas. Dengan cepat aku menelpon Vaskan yang berada di bawah dan mengambil tasku. Banyak siswa maupun siswi yang beteriak ketakutan. Dengan sebal aku menendang mejaku dan seketika perhatian tersudut padaku . Aku menelan salivaku dan berdeham menghilangkan kering di tenggorokanku.

"Ambil barang kalian dan kita keluar gedung ini satu persatu jangan ada yang berteriak ataupun hal sebagainya karena tidak akan menyelesaikan masalah kita saat ini!" ucapku di angguki setuju dari beberapa murid. Para siswa membantu para siswi untuk keluar duluan dari gedung ini lewat atap sekolah yang ku beri tali. Tiba-tiba suara ledakan kedua terdengar dan suara itu berasal dari sekolah sebelah. Api terus merambat dan gedung sudah terasa panas hingga detik ini siswa dan siswi sudah turun dengan selamat tinggalah aku, yang kepanasan karena mendapat tempat terakhir untuk turun dari gedung yang tinggi ini. Api semakin dekat mengarah kearahku dan untunglah aku sudah berada di bawah. Semua murid dan para guru berkumpun di lapangan dan beberapa murid menyirami gedung yang terbakar itu. Tiga orang siswa PMR menggunakan selang cukup besar dari atas gedung sebelah. Dan beberapa siswa lainnya membantu di daerah bawah.

Sebuah bayangan hitam melintas di lantai lapangan saat aku tertunduk menarik nafas. Aku mendongak dan menatap Ven dengan beberapa balutan luka berdiri di atap gedung dengan seragam rumah sakit. Sepertinya dia sangat up to date untuk hal ini. Dan aku baru menyadari dia membawa beberapa anak panah dan busur saat dia mengangkat anak panah dan menarahkan ke tandon di atap gedung yang tadi terbakar. "Ah! Betapa bodohnya aku tidak membuka tandon itu" pekikku dalam hati. Setiap gedung memili tiga tandon tepat di atas sekolah ini untuk menghindari kebakaran merambat ke gedung inti seperti lab. Dengan wajah manisnya ketiga tandon itu bocor dengan tiga anak panah sekaligus yang di tarik Ven. Dia melompat ke gedung sebelah lagi dan melakukan hal yang sama pada sekolah SMA Binkar. Api di bagian atas gedung sudah padam dan menyisakan sedikit api. Sama seperti sekolah sebelah. Banyak murid dan beberapa guru menatap kagum pada Ven yang sepertinya sudah kehabisan tenaga. Yang aku khawatirkan adalah saat ini Ven berada di atap gedung yang entah bagaimana dia bisa naik. Aku dapat melihat wajahnya yang pucat dari arah bawah. Penglihatanku jauh lebih tajam dari manusia lainnya. Dan yang terpenting saat ini bagaimana menyelamat Ven yang terlihat sangat kesakitan di bagian perutnya. Dan sepertinya Ven sudah menduga apa yang akan terjadi padanya. Dia mengeluarkan tali dan mengikat tali itu pada tandon dan turun dengan pelan. Hingga hampir sampai di bawah aku dapat melihat darah yang tembus di baju rumah sakitnya. Aku menangkap Ven yang hampir terjatuh dan dia tersenyum sebelum kesadarannya menghilang.

DEATH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang