Flashback
Dalam setiap cerita ada awal dan ada akhir. Bagaimana dengan ceritaku, sebuah cerita yang telah dimulai namun berhenti di tempat. Tapi, ada mereka yang membantuku berjalan dari tempatku berhenti. Dan ceritaku yang berhenti di tempat itu di mulai kembali.
Suara itu terdengar menjauh. Aku bangkit dari dudukku dan berjalan keluar dengan pelan-pelan. Beberapa ekor tikus dan kecoa masih saja berlarian kesana dan kesini. Aku hanya mampu menggeretakkan gigi ku menahan emosi ku saat ini. Kenapa binatang seperti itu bisa hidup dengan mudahnya tanpa ada sebuah kesalahan di kehidupannya. Bahkan tanpa ada masalah. Apa binatang kecil itu tidak sadar dia adalah sebuah racun di kehidupan kami em maksudku kehidupanku entah dengan kalian.
Aku berjalan kembali dengan linglung. Aku adalah preman yang buta arah. Dan hanya kalian yang ku beri tahu beberapa kelemahan tentangku. Sisanya kalian bisa cari tahu sendiri. Aku mendengar suara langkah kaki terhenti dan menoleh dengan gaya slow motion ke belakang tubuhku. Di belakangku berdiri sesosok gadis dengan tampang menakutkan. Matanya tajam dan besar seperti hendak keluar dari tempatnya. Hidungnya yang besar dan sedikit bengir, bibir itu menyunggingkan senyum yang sebenarnya manis, hanya saja di tempat seperti ini terkesan horor apalagi ada bercak darah di sudut-sudut bibir itu. Di kedua tangan gadis itu memegang dua benda mematikan. Di tangan kanannya menggenggam pisau yang terlihat sangat berkilau seperti habis di asah. sedangkan tangan kirinya, sebuah senapan kecil yang pas di genggamannya.
"Apa yang kamu lakukan di tempatku?" teriaknya namun anehnya tidak menggema di ruangan ini. baru ku sadari ada beberapa penyadap suara di ruangan ini. Dia terus melangkah ke hadapanku yang diam di tempat menunggu apa yang dia lakukan.
"Tempat seperti ini, tempat seorang wanita bermartabat seperti mu?" tanyaku membuat mata merah lebar itu semakin melebar menatapku.
"Apa yang kamu tau tentangku?" tanyanya dengan pisau yang di hadapkan tepat di depat wajahku. Aku hanya tersenyum sinis dan memalingkan wajahku ke sekeliling ruangan ini. Kembali menilai ruangan jelek dan bau ini.
"Cukup banyak, kamu adalah adik kelasku yang mampu membanggakan SMK Binkar" ucapku membuatnya mendengus sinis dan menatap ke sekelilingnya dengan pandangan kosong.
"Membanggakan sekolah? Aku bahkan di kucilkan karena kakakku yang jauh lebih cantik dari ku, lalu di mana letak membanggakan sekolah jika aku, selalu aku sendirian dalam kegelapan kehidupanku?" ucapnya membuatku mengerti apa yang terjadi pada orang di hadapanku ini. Aku melupakan satu hal dia, telah menghilang selama tiga minggu lebih. Tepatnya saat aku dan anak-anak basket masih berkumpul bersama. Dia menghilang saat acara sosial di sekolah.
"Sudah berapa lama kamu di sini?" tanyaku dengan pelan membuatnya tertawa histeris.
"Sudah sangat lama, aku sudah di sini lebih dua tahun yang lalu" ucapnya dengan nada histeris. Pencucian otak. Gadis di hadapanku ini adalah adik kelas yang sangat akrab denganku. Ya benar karena dia di Bully, aku yang selalu membantunya dan ketika dia menghilang benar adanya jika aku kehilangannya. Dia seperti sosok adik bagiku. Namun bodohnya aku tak menyadari ke pergiannya yang tiba-tiba itu. Dan pihak sekolah mengatakan dia pindah sekolah? Apa yang sebenarnya terjadi di sini. Aku benar-benar tidak bisa berpikir di tempat jelek seperti ini.
"Apa kamu melupakanku? Apa kamu tidak mengingatku sedikitpun?" tanyaku pelan padanya dan membuatnya menatapku dengan kepala miring. Seperti biasanya dia selalu memiringkan kepalanya saat berpikir ataupun bingung dengan keadaan yang terjadi.
"Tidak! Aku tidak mengingatmu, yang ku tahu orang itu berkata aku harus membunuhmu di sini karena kamu tau ruangan ini, sama seperti anak-anak lainnya yang di bunuh!" pekiknya dan mulai menyerangku dengan membabi buta melayangkan mata pisau tajam itu kearahku terus menerus. Pisau itu mengenai beberapa kulit di tubuhku terutama lengan dan tubuh belakangku. Aku bergerak maju dan mencoba mengambil pisau di tangannya. Ku pegang mata pisau tajam itu dengan tangan kiriku. Darah segar mengucur deras menetes ke lantai dan pergelangan tanganku. Dia tampak senang dengan darah yang keluar di tanganku ini.
"Darah! Darah! aku ingin meminum darahmu, Darahmu sangat segar berbeda dengan darahnya!" pekiknya dan menjilat darah di tanganku tanpa jijik. Aku menghempaskan wajahnya dari tanganku dan berjalan mundur. Apa yang orang itu lakukan pada gadis di hadapanku ini? Kenapa dia terlihat seperti makhluk penyuka darah?.
Dia bergerak maju ke hadapanku yang terus mundur. Aku benci mengatakan hal ini, aku ingin memukulnya namun aku tak sanggup. Aku benar-benar takut melukainya. Dia bergerak mundur dan tersenyum menyeramkan. Gadis cantik di hadapanku itu terlihat sangat menyeramkan saat ini. Ini benar-benar bukan dia. Senapan kecil di tangannya di acungkan ke arah tubuhku. Tepatnya di perutku. Dia terkekeh dan bersenandung lagu ke sukaannya.
"Say good bye to world, and me.. I wish you back in world... I hope you Death now!" ucapnya dan menembakkan beberapa peluru yang tak mampu ku tepis saat ini. Ddaarrr... Dddaaarr... suara peluru terakhir yang ku dengar saat aku terjatuh lemah di lantai jorok ini.
"Apa aku akan mati di tempat jelek seperti ini?" tanyaku dalam hati dengan senyum mengejek untuk diriku sendiri. Sungguh tidak elegan Veneria!.
***
Aku terbangun dalam keadaan terikat. Seluruh tubuhku terasa sangat menyakitkan yang lebih parah saat ini adalah perutku. Ah! aku melupakan satu hal lagi. Aku menoleh ke bawah, ke arah perutku yang masih tertutupi baju yang basah dan lubang-lubang kecil di bajuku. Lengan bajuku pun sudah sobek-sobek karena pisau tadi. Ini benar-benar luka yang sangat buruk namun kenapa aku masih hidup sampai saat ini. Peluru di tubuhku pasti bersarang di dinding-dinding perut dalamku. Aku benar-benar tidak bisa bergerak. Tangan dan juga kakiku terikat sangat kuat. Aku mendengar sebuah suara mendekat dan menoleh. Di sana aku melihat kedua temanku. Aku bahkan tak mampu bicara sepatah katapun. Mereka menatapku dengan padangan bingung. Cier menjauh dari Zen yang masih menatapku nanar. Aku mencoba memberikan sebuah larangan dengan menggeleng namun satu di antara mereka tidak juga mengerti walau hanya sedikit.
Cier berjalan mendekat ke arahku dengan botol berwarna darah dengan suntikan yang cukup besar yang telah terisi. Dia terus berjalan menuju arahku yang ku balas dengan gelengan kepala. Zen yang tersadar pun bergerak lebih cepat dari Cier kearahku. Dia membuka semua ikatan di tubuhku dan menyikap pakaianku. Di lihatnya perutku yang menampilkan empat lubang. Dua lubang di sisi kanan dan dua lubang di sisi kiri. Dia terkejut dan menatapku nanar. dengan cepat dia bergerak mendekati Cier yang menatapku dengan kagum. Dia ambilnya botol alkhol di tangan Cier dan mengambil kapas di tas Cier. menorehkan beberapa di bekas-bekas lukaku. Lagi-lagi aku hanya mampu menggeretakkan gigiku menahan sakit di sekujur tubuhku. Cier menyutikkan darah di lengan kiriku saat menemukan tempat yang tepat untuk melakukan transfusinya. Cier mengambil beberapa botol lagi dan menyutikkannya. Sedangkan Zen, menutup luka-luka di tubuhku dengan obat merah dan membalutnya begitupun dengan keempat lubang di perutku. Saat mereka selesai melakukan hal yang mereka lakukakan. Cier kembali berjalan menjauh dan kembali membawa beberapa botol darah.
"Untuk jaga-jaga biasanya darah AB- sepertimu sangat langkah di rumah sakit" ucap Cier dan memasukkan botol-botol itu kedalam tasnya dan kembali berdiri. Zen menatapku dan memberikan tasnya pada Cier dan menyandang tas itu di depan tubuhnya. Zen membantuku duduk dan membelakangi tubuhku.
"Apa?" tanyaku saat dia masih saja membelakangiku dan menepuk-nepuk bahunya.
"Naiklah, kamu akan kehabisan tenaga jika kamu terus berjalan dan aku takut kalau tiba-tiba kamu jatuh dan menghilang seperti tadi!" ucap Zen mengamit tanganku dan melingkarkan tanganku di lehernya. Harum tubuhnya tercium sangat jelas di hidungku. Sebelum kegelapan menyapa aku ingin mengatakan Punggung yang nyaman.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH LOVE
Novela JuvenilDua anak manusia yang memiliki kecerdasan diatas rata - rata dan memiliki karakter berbeda. Seperti, Air dan Api yang tak bisa bersatu. Zen dengan ketenangan dan kecerdasannya. Sedangkan, Ven dengan emosinya yang tak dapat di tahan dan daya ingat ya...