Zenderith Varghan

133 17 14
                                    

Aku berjalan dalam diam menuju ruang makan keluargaku. Di sana mereka sudah berkumpul di kursi mereka masing - masing. Di ujung duduk seorang pria dengan wajah nya yang tegas dan sepasang mata tajam nya menatap kedua adikku. Yang di tatap hanya mampu menunduk dan adikku yang satu nya dengan mata sayu nya terus mengayunkan tangan nya pada sendok yang di gunakan nya. Aku melangkah mendekat ke arah meja makan. Dan tersenyum pada sosok tertua di keluargaku. Dia adalah Ayahku. Pria yang sudah setengah abad itu tetap segar dan tegas. Beliau tersenyum tipis padaku membalas senyumku. Wanita paruh baya datang dengan membawa beberapa makanan lengkap dengan apron yang di gunakannya. Ku kecup pipi wanita itu. Beliau adalah Ibu yang mengandung serta merawat aku dan juga ketiga adikku. Setelah, membereskan beberapa alat yang tak di gunakannya di meja makan. Ibu ku duduk di sebrang ayahku. Sedangkan aku duduk di sebelah adikku yang menatap sayu pada ku.

"Apa yang kamu lakukan tadi malam?" tanya ku sambil membalikkan piring dan mengambil lauk pauk.

"Zoya mengerjakan beberapa tugas yang harus di kumpul hari ini" ucap nya dengan malas. Ku usap puncak kepalanya. Dan menatap Ayahku yang masih menatap dua orang di hadapanku.

"Ada apa?" tanyaku sambil menyuap nasi goreng buatan ibu ku.

"Rana dan Rama membuat ulah lagi!" ucap Ayahku dengan wajah kecutnya.

"Zen sudah bilang bukan? Akan lebih baik jika mereka bersekolah di tempat yang berbeda!" ucapku sambil menatap adik kembarku.

"Tapi, Rana gak bisa pisah sama Rama! Rana kan gak punya teman Abang!" ucap Rana dengan bibirnya yang mengerucut lucu.

"Kamu mati juga tidak membawa teman bukan?" tanyaku sambil menatap Rama yang duduk disebelah Rana.

"Tapi..." ucapan Rana terhenti ketika Ayah ku dengan tegasnya memotong pembicaraan kami.

"Justru jika kalian terus - terus bersama. Kalian tidak akan pernah punya teman! Setidaknya Ayah akan menyuruh Zen bicara pada kepala sekolah untuk memisah kan kalian dengan perbedaan kelas?" ucap Ayahku membuat dua sejoli di hadapanku lemas.

"Setidaknya kalian masih dalam sekolah yang sama" ucapku menghibur mereka membuat kedua nya tersenyum dan mengangguk.

"Lalu, bagaimana bisa kalian mendapat skorsing?" tanya Ayahku membuat Ibu ku tersedak. Oh bukan hanya Ibu ku, bahkan aku dan Zoya pun tersedak. Cepat - cepat ku berikan segelas air mineral pada Ibu ku dan Zoya, tidak lupa pada diriku sendiri.

"Bagaimana bisa?" tanyaku dengan menatap mereka.

"Aaa... aaakkku tidak sengaja merusak properti sekolah" ucap Rama. Ayah ku tersenyum namun tak ada yang bisa melihatnya dengan jelas.

"Properti? Properti apa?" tanya ku tetap dengan mata tajam menatap mereka.

Pasal nya, Ayah ataupun Ibu ku tak akan mau datang kesekolah jika ada pemanggilan murid. Dan, aku lah yang akan mewakilkan mereka. Sejak dulu, aku selalu berusaha agar aku tak perlu membuat masalah atau pun mencari masalah, hidupku selalu teratur. Karena aku tau, mereka tidak akan datang kesekolah. Bukan karena tidak sayang padaku, tapi mereka ingin kami mandiri.

"Eeeennggg itu, tembok sekolah" ucap Rana dengan cengiran.

"Tembok sekolah?" ucapku berbarengan dengan Ayah dan juga Ibu ku serta Zoya.

"Kami sedang bermain lempar - lemparan dan bukan aku dan Rama saja, ada lebih lima murid lainnya!" ucap Rana dengan wajah ketakutan karena di tatap kami bertiga.

"Apa yang kalian lempar?" kali ini Ayahku yang turun tangan dan membuat suasana hening seketika.

"Botol,bola, dan juga beberapa anak panah" ucap Rama dengan wajah pucat pasi dan meneguk saliva nya karena mata tajam Ayah ku menatapnya.

"Bagus! Kenapa tidak kalian ambil granat yang berada di gudang penyimpanan dan menghancur kan sekolah kalian menjadi puing - puing?" tanya Ayahku.

"Berapa lama kalian di skors?" sekarang Ibu ku bertanya dengan nada ke ibu-an.

"Se... Seminggu, bu?" ucap Rana dengan wajah memelas. "Tapi, Bang Zen gak perlu ke sekolah kok" ucap Rana lagi.

"Bagus! Setidaknya aku tidak ketinggalan pelajaran untuk kesekian kali nya!" ucapku ketus dapat ku dengar Zoya menahan tawa nya.

Zoya dan aku bersekolah di SMA Bina Karya, sedangkan si kembar Zerama dan Zerana di SMK Bina Karya. Dua sekolah berbeda namun, satu yayasan. Aku mengambil jurusan IPA sedangkan Zoya yang lebih muda setahun dari ku mengambil jurusan IPS. Sedangkan, dua manusia dihadapan ku ini berbeda dua tahun dari ku. Mereka mengambil jurusan Komputer atau yang dikenal dengan TKJ ( Teknik Komputer Jaringan ). Dua sejoli yang tidak bisa dipisahkan. Bisa kalian simpul kan sekarang aku adalah seorang yang akan mengikuti ujian nasional.

***

Sekolah SMA Bina Karya adalah SMA terfavorit di kotaku. Dengan tiga jurusan yang menonjol dengan karakternya masing - masing. IPA dengan berbagai Olimpiade yang di raih nya. IPS dengan lomba dan beberapa Olimpiade matematika. Dan Sastra, dengan Lomba kepenulisan, pidato dan Drama yang terkenal.

Dan aku, siswa SMA yang selalu menjadi bulan - bulanan kaum hawa yang haus akan belaian. Bukan hanya itu, mereka bahkan tidak bisa membedakan mana sekolah dan acara ibu - ibu. Terkadang aku ingin menonjok mereka dan berteriak pada mereka untuk menjauhi ku. Namun, aku masih memiliki hati agar tidak membentak mereka. Bagaimana-pun, ibu ku juga seorang wanita.

Aku berjalan di sekitar lobi sekolah dengan memakai mp3 ini ku lakukan agar tidak ada satu pun dari mereka menegur ku dan membuat ku mengeluarkan suara. Tapi, tak jarang mereka tetap menegur atau tersenyum pada ku yang hanya ku balas senyum tipis ala kadarnya.

Dingin? Atau cool? Begitu mereka menyebut ku atau lengkapnya Pangeran Es. Tapi, menurutku aku tidak seperti itu. Aku hanya malas ber interaksi jika memang tidak perlu karena itu membuang waktu dan tenaga ku.

DEATH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang