Zenderith Vargan

68 13 4
                                    

Hal yang paling membuatku kagum saat ini adalah sosok di hadapanku. Sebesar apapun lukanya dia tidak pernah mengelu. Hanya geretakan gigi yang saling bersautan terdengar. Tak ada ringisan sedikitpun. Entahlah dimana titik kelemahan sosok di hadapanku ini. Dia selalu tampil kuat dan tak terkalahkan. Dan yang paling ku kagumi saat ini adalah daya juangnya yang tinggi. Lihat saja dia mampu bertahan dengan luka tembak yang cukup dalam sampai saat ini. Dan kurasa saat ini titik dia akan kehilangan kesadarannya. Untunglah Cier mampu memberikan transfusi darah untuknya tadi. Kalau tidak kemungkinan dia akan kehabisan darah. Gadis kuat dan tak terkalahkan itu sekarang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Empat buah peluru sudah di keluarkan. Untunglah tidak ada area yang terkena peluru itu terlalu dalam dan hanya menempel di sekitar dinding perutnya.

Cier tertidur di sofa rumah sakit. Sosok penakut itu mampu bertahan sampai saat ini. Awalnya ku pikir dia akan merepotkan aku dan Ven. Namun, dia mampu membantu Ven. Aku kembali menatap Gadis yang menutup matanya itu saat ini. Apa yang di pikirkannya selalu benar itulah yang membuatku percaya terhadap dirinya sampai sekarang. Dia mampu merancang semua rencana sesuai targetnya. Bahkan isi tas kami masing-masing dia yang atur. Aku menatap luka sayatan di sepanjang tangannya. Ku sentuh luka yang sudah mengering itu dengan pelan. Saat mendengar pergerakan dari arah belakang tubuhku, aku menoleh dan menatap Cier yang terbangun. Dan dia berjalan ke arah kamar mandi ruangan ini. Cier memberikan fasilitas yang mahal untuk Ven tempati. Setelah dia keluar dari kamar mandi, dia melirik sekilas kearah Ven dan menatapku.

"Aku keluar dulu, membeli beberapa makanan dan buah" ucapnya sambil mengambil jaket kulit dan topinya. Dia selalu memakai pakaian seperti itu saat keluar ruangan entah kenapa.

"Bisa kah aku menitip, bakso? Ven sangat menyukai bakso dengan pentolan yang banyak" ucapku membuatnya menaikkan kedua alisnya dengan tampang sok cool. Dia laki-laki imut yang pernah ku kenal. Kecil dan ingin ku gampar!.

"Kupikir hubungan kalian cukup dekat" ucapnya sambil mengangkat kedua bahunya dan berjalan keluar. See benar benar minta di gampar.

Aku mengetahuinya karena waktu olimpiade aku sempat membaca alur pikirannya terhadap beberapa makanan yang dia pikirkan. kalau tidak salah saat itu selesai Olimpiade yang di traktir oleh guru pembimbing kami dan dia meneriakan kata BAKSO dengan sangat nyaring dengan mata tajamnya. Lagi-lagi aku tersenyum mengingat kejadian itu. Jujur saja, sejak mengenalnya aku jauh lebih merasa bahagia dan lepas. Lepas dari semua hal yang membuatku merasa terkekang. Lepas karena aku adalah seorang kakak untuk ketiga adikku. Untuk pertama kalinya aku bersyukur mempunyai seseorang seperti Ven. Dia seperti diriku, namun lebih terlihat bahagia. Dia dengan caranya sendiri membuat orang di sekitarnya bahagia. Dan dia dengan gaya brutalnya namun melindungi siapa saja. Semua di dirinya adalah hal terpositif yang mengalir padaku tanpa ku sadari kapan hal itu mengalir. Dan tiba-tiba saja dia mengubahku jadi lebih banyak bicara. Diriku yang terpendam seolah keluar dan terbang mengikuti kemana terbangnya sosok Veneria.

"Aku tau Ven cantik, tapi jangan senyum-senyum di saat adik kita lagi tidur seperti itu" ucap seseorang di depan pintu dengan kedua tangan di depan dada. Menatap tajam kearahku. Ku telan salivaku dan berdehem menjaga tampilanku agar terlihat cool dan tak kalah bijaksana pada orang di hadapanku saat ini.

"Gimana keadaan adik kita?" tanyanya membuatku tersadar orang bijaksana di hadapanku saat ini adalah kakak dari gadis yang tertidur pulas itu. Aku menganguk dan menghela nafas panjang.

"Dia belum sadar dari operasi tadi sejak dua jam yang lalu" ucapku pelan dan duduk di sofa tempat Cier tadi tertidur. Pria bertubuh jauh lebih besar dariku itu berjalan mendekat ke arah Ven dan duduk di kursi tempatku tadi. Dapatku lihat tatapan khawatir di mata tajam itu. Mata yang sama persis dengan Ven. Sama-sama menakutkan, apa orang tua Ven juga sangat menakutkan seperti sosok di hadapanku ini. Atau bahkan jauh lebih menakutkan lagi. Tiba-tiba saja tiga orang pria berbadan sama besar namun salah satunya bertubuh sepertiku. Aku mengenal satu diantara mereka. Vaskan Panca Arriansar teman sekelas Zerama dan teman masa kecil Ven. Tunggu sebentar sepertinya aku mengingat satu hal. Astaga! Jangan bilang teman masa kecilnya ini adalah adik Ven. Sial betapa bodohnya aku melupakan satu hal ini. Dapat ku lihat tawa yang di tahan Vaskan saat ini.

DEATH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang