-Hati Manusia-

36 7 1
                                        

Jika waktu dapat terulang, aku ingin mengulang waktu saat ini sebelum semua mulai terjadi. Dan saat ini semua berhenti terjadi, tak ada yang namanya korban dan pelaku. Sudah banyak korban yang hilang namun belum juga di temukan. Ada banyak hal yang ingin sekali ku tanyakan. Namun, hanya si pelaku yang mampu menjawabnya. Jika benar apa yang di katakan Ven tentang pencucian otak. Kemungkinan orang-orang yang hilang dan tak di temukan adalah orang-orang yang berhasil di cuci otaknya. Namun, ada satu hal yang selalu saja mengganjal pikiranku. Hubungan antar hubungan. Bagaimana ini bisa terjadi dan bagaimana caranya aku membantu orang tua korban yang menghilang. Apa gunanya aku punya otak cerdas jika hal seperti ini saja tidak mampu untuk ku kerjakan.

Lalu bagaimana mungkin Ivana masih selamat hingga saat ini jika pencucian otaknya gagal? Dan kenapa Ranisaa ada di sana saat peristiwa peledakan itu terjadi. Banyak hal yang menjadi pertanyaan namun belum mampu ku jawab satupun. Pihak kepolisian bahkan sangat sibuk. Bang Vandi membantu kami dengan beberapa berkas yang ia salin untuk kami ketahui. Namun, semua ini adalah rahasia. Jika publik mengetahui bahwa berkas kepolisian di salin dan di berikan keluar kepolisian, kemungkinannya adalah Bang Vandi akan di pecat atau mungkin lebih dari itu. Jadi kami bekerja di balik layar (seperti pemeran gelap,keren kan?). Dan jika ini semua belum bisa kami temukan, cara yang tepat adalah bertanya pada Ranisaa saat ini di sangat di butuhkan. Terdi? Dia tak akan bisa menjawab apapun kecuali menatapku dengan permohonan maafnya. Aku sudah menanyakan hal ini pada Terdi namun, Terdi hanya mampu diam dan mengatakan "Aku tidak tahu". Aku tahu dia saat ini pasti sangat tertekan. Jadi kali ini kami harus bekerja keras memutar otak kami.

Ven berjalan pelan kearah kami dan duduk di kursi empuk. Saat ini kami sedang di rumah Cier yang besar dan bersikap seperti anak pemalas, namun pada kenyataannya otak kami saling bekerja. Ven terus memakan es cream yang di sediakan Cier dengan beberapa cemilan lainnya. Lihat lah gadis mungil itu, seperti tidak punya rasa sakit padahal jahitan di perutnya bahkan belum kering. Aku hanya mampu menggelengkan kepala dan menatap Cier yang sibuk memakan beberapa roti isi dengan kepala di hantup-hantupkan pada pegangan sofa. Dia mau
Makan atau mau bunuh diri, sih?

Dan aku hanya mampu melihat dua orang di hadapanku dengan mata jenuh. Dan tiba-tiba sebuah cahaya memberikanku kesempatan untuk berpikir. Pikiran yang sangat membutuhkan nyali dan nyawa. Yang pasti akan di ikuti Ven dengan semangat. Ini termasuk ide gila yang baru ku miliki dalam sejarah hidupku. Selain menyembunyikan majalah xxx milikku dibawah kardus milikku.

"Bagaimana jika kita kembali ke ruangan itu. Lagi pula sebenarnya bisa saja kita mengadukan hal ini. hanya saja, dalang dari semua ini adalah orang yang sangat penting jadi bagaimana mungkin kita memberitahukan hal ini tanpa ada bukti kuat?" ucapku membuat mereka menatapku dengan senyum mengembang. Dan mereka langsung bersiap seperti dugaanku. Namun sepertinya kali ini Cier lebih bersemangat.

***

Sesuai dugaan ku. Keadaan akan tetap sama, karena mereka pasti telah memeperhitungkan kehadiran kami yang akan kembali. Namun kali ini kami bertindak dengan hati-hati. Dan sepertinya ada hal yang terlupakan entah apa itu. Ah!.

"Sebaiknya kita balik arah" ucapku pada mereka dan membuat mereka menghentikkan langkah mereka dengan cepat. Mereka menatapku lama dengan kening berkerut menandakan mereka benar-benar bingung.

"Hhhh, jangan lewat di sana. Aku khawatir jika ada beberapa perangkap tersembunyi. Sebaiknya kita lewat jalan lainnya" ucapku membuat Ven tersenyum dan menganguk lalu Cier memandang kami dengan kening berkerut.

"Lewat lab komputer Cier! Di sana ada jalan rahasia juga yang kemungkinan juga bisa menuju ruang gudang bawah tanah!" Ven membuat Cier menganguk seperti orang bodoh. Kentara antara tidak mengerti atau otaknya sedang bermasalah (Lemot).

Kami berjalan seperti anak berbaris yang di pimpin olehku dan di akhiri Ven. Hingga tiba di ujung lorong lantai bawah kami mendengar suara langkah kaki. Dengan cepat kami terhambur layaknya beras yang di lempar. Kami bersembunyi di tempat yang berbeda, huh aku merasa seperti maling di siang bolong. Ketika ku rasa cukup aman, baru saja aku ingin melangkah keluar dari tempat persembuyianku ini suara orang bertengkar terdengar. Dengan waspada aku menajamkan pendengaranku. Suara dua orang ah tidak tiga orang, bukan bukan lebih tepatnya empat orang. Dua suara pria yang ku kenali dan dua suara wanita. Apa-apaan ini, aku kembali menajamkan pendengaranku yang sebenarnya mustahil karena mereka bertengkar cukup jauh dari lokasi persembunyianku saat ini. Suara ini milik Terdi, dan yang ini milik Abangnya Tedri. Apa yang mereka bicarakan mengapa rasanya aku ingin keluar dari sini dan menarik kerah baju Terdi yang sepertinya mengetahui sesuatu itu. Sebentar aku mendengar kalimat, 'mereka masuk ke ruang bawah tanah sesuai dugaan kita' benar bukan ada sesuatu di ruang bawah tanah, orang jenius seperti aku tidak akan masuk ke lubang buaya yang sama. Paling tidak masuk ke lubang yang baru biar keren sedikit. Oke abaikan ke narsisanku saat ini. Getaran di saku celanaku membuatku merasa keram lantaran aku bersembunyi di bawah kursi yang tertutup bak sampah, sempit dan bau mendominasi tempat ini, benar-benar membuatku ingin muntah. Dengan kasar aku meraba saku celanaku dan bergerak-gerakkan tubuhku seperti cacing.

Usahaku gagal, tempatnya begitu sempit sehingga menyulitkanku untuk menekuk tanganku agar bisa menatap ponselku saat ini. aku membuang napas kasar dan kembali menajamkan telingaku dan kembali mendengarkan percakapan mereka. Namun nihil sepertinya mereka sudah pergi dari tempatku saat ini. aku bergerak cepat keluar dari posisiku dan merintih sakit pada bahu kiriku yang malang. Akibat gerakkan mengambil ponselku bahuku terluka. Dan lihatlah saat ini bahuku benar-benar terasa sangat sakit. Sebuah tangan kecil menyentuh bahuku dan menariknya secara pelan dan perlahan. Sakit? Tentu saja, tapi aku hanya mampu menahannya. Gengsiku sangat tinggi saat ini. Dan bahuku terasa lemas namun tidak sesakit tadi jika di gerakkan. Dengan hati-hati aku tersenyum pada tangan kecil itu dan memeriksa ponselku. seseorang mengirimiku pesan singkat

"matikan data selulermu, jika tidak mereka akan mengetahui keberadaanmu saat ini, dan maaf" -TR

Aku merasa sahabatku ini tidak memihak siapapun padahal sudah sangat jelas jika seharusnya dia membela sang kakak, namun meski begitu dia tetap membantuku bahkan menolongku. Dan aku berjanji menolongnya saat ini. Aku tahu dia tak menginginkan hal seperti ini terjadi namun pasti ada sesuatu di balik kasus ini. sesuatu yang ingin di lindunginya namun juga ingin di bongkarnya. Dua sisi manusia yang sangat sulit untuk kita terima dan mengerti.

Manusia itu adalah tempatnya pendosa, bicara kasar saja sudah dosa. Jadi jangan pernah menghakimi satu saja kesalahan manusia, Tuhan saja tidak pernah menghakimi kesalahan seseorang. Bahkan Tuhan memaafkan, tapi kita bukan Tuhan yang mampu memaafkan dengan mudahnya. Kita adalah manusia ciptaannya yang penuh dengan kesalahan dan jauh dari kata sempurna.

***

DEATH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang