Korban Kedua(?)

46 17 3
                                    

Zen diam menatap Ven yang tampak frustasi. Dengan tampang nya saat ini yang terlihat kacau. Rambutnya sudah di potong sebelum olimpiade kemaren. Rambut halus itu sekarang berpotongan sangat pendek. Tapi dia terlihat manis dengan rambut baru nya. dan menggemaskan!.

"Aku benar-benar keluar dari balik ring itu! Jika kamu gak percaya ayo aku buktikan!" pekik Ven, baru saja dia ingin berdiri namun lengan Zen menariknya kembali, Zen mendengar langkah kaki mendekat dengan sigap mereka bersembunyi tepat di kolong tandon yang tertutup, hanya ada satu sisi yang terbuka.

"Ferana dan Gerry sudah di temukan, pihak kepolisian sedang melakukan autopsi!" ucap seseorang dengan pakaian serba hitam pada orang disebrang

"Baik! Biar kami yang bertindak selanjutnya!" ucap orang itu dan pergi meninggalkan tempat itu.

Ven dan Zen hanya bisa melihat tubuh orang itu dari belakang. Tanpa sengaja Ven melihat di salah satu kakinya seperti bekas luka. Mereka keluar dari tempat persembunyian dan menatap ke arah ring, lalu saling menatap. Zen melihat jam tangan di pergelangan kiri nya, dia bolos jam pelajaran terakhir.

"Ayo!" pekik Ven, menarik tangan Zen menuju ring basket itu. Atap ini sangat luas dan rapi.

Ven meraba ke sekeliling dinding itu dengan perasaan campur aduk. Zen hanya melihat gadis mungil yang membelakangi dirinya. Zen tersenyum miring. Dan hendak bersender di ring itu namun dinding itu terbuka. Zen menatap kaget ruangan gelap di depannya.

"Ah! Dari tadi kek!" ucap Ven sambil mencibir. "Ayo masuk!" ucap Ven menarik tangan Zen. Dan kembali menyalakan aplikasi senter di ponselnya. Zen mengikuti Ven dari belakang tidak lupa menutup pintu itu kembali.

Mereka berjalan menyusuri tangga menurun. Bercak darah dan bau busuk pun masih tercium sangat menyengat. Di pertengahan jalan, ponsel Ven bergetar. Senter yang menyala langsung mati. Dengan sigap Zen membuka aplikasi senter di ponselnya menggantikan ponsel Ven. Rupanya Ven mendapat panggilan dari Yogi. Dengan cepat di sentuh ponsel nya kearah layar yang berwarna hijau.

"Halo?" ucap Ven pelan, takut suaranya menggema.

"Lawrensia, model jurusan bisnis menghilang!" ucap Yogi dengan nada berbisik.

"Kapan?" tanya Ven dengan ragu.

"Baru aja!" ucap Yogi dan Ven hanya diam membisu. Tanpa sadar sambungan telpon sudah mati.

Tak lama ponsel milik Zen pun bergetar, akibatnya saat ini hanya terdengar deru nafas mereka tanpa ada sinar. di keheningan dalam kegelapan.

"Ya?" ucap Zen tak kalah pelannya dengan Ven yang berada jauh didepannya.

"Korban kedua, Raka Dwi. Mantan osis, menghilang dan baru saja!" ucap Terdi dengan sangat pelan.

"Baru saja?" batin Zen.

"Sekarang sekolah lagi heboh! Sekolah sebelah juga!" ucap Terdi dengan suara yang cukup nyaring di tutupnya telpon itu dan menyalakan senter kembali.

"Kamu baik-baik saja?"tanya Zen pada Ven yang masih termenung. Ven yang kaget pun tanpa sengaja menjatuhkan ponsel nya entah kemana. Zen dengan cepat menarik tubuh Ven yang bergetar. Dan mencari ponsel milik Ven.

"Ada apa?" tanya Zen bingung.

"Lawrens, sepupu aku menghilang" bisik Ven dalam diam nya. Zen mendudukkan Ven di tangga yang telah di bersihkan nya dan mencari ponsel Ven. Tapi sesuatu menarik perhatian Zen.

Tepat di hadapan nya saat ini sebuah lorong yang tak kalah gelapnya. Ada jalan lagi yang seperti nya Ven tidak sadar tadi. Ponsel Ven hampir saja terinjak kaki Zen yang ingin melangkah kalau saja ponsel Ven itu tidak menyala. Diraih nya ponsel itu dan memberikan pada Ven yang duduk tak jauh dari nya.

DEATH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang