Tak ada yang tahu bagaimana bisa yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh.
Mereka bertiga terdiam cukup lama. Ven, Zen dan Cier. Mereka seperti ingin mengatakan sesuatu namun tertahan. Cier menatap kedua orang di depan nya ini. Terlihat seperti pasangan mematikan.
Ven dengan emosi namun daya ingat nya yang tajam. Hanya sekali melihat dan mendengar dia akan hapal.
Zen dengan ketenangan namun kepintaran nya setingkat dengan Ven atau bahkan lebih ungul. Entah lah, Sedangkan Cier? Dia hanya mampu tersenyum miris. Tak ada yang bisa di banggakan pada diri nya sendiri.
Tubuh yang lemah dan kulit yang mudah memerah membuat nya minder jika harus turun ke sekolah. Pintar? Dia hanya mampu melakukan sesuatu dengan menggunakan komputer dan jaringan. Betapa bangga nya kedua orang tua mereka dengan anak seperti Zen maupun Ven.
"Berhenti membandingkan kami dengan diri mu bodoh!" ucap Zen membuat Cier dan Ven menatap ke arah Zen dengan mata melotot.
"Ka... Kamu bisa baca pikiran?" tanya Ven dengan kaget.
"Bukan, terlihat dari matanya yang menatap kita bergantian" ucap Zen mengangkat bahu tanda dia tidak suka.
"Terlalu peka!" tanya Cier dengan merubah posisi duduk nya.
"Sssssttttt, ada suara langkah kaki. Sebaik nya kita mencari tempat persembunyian" ucap Ven dengan hati-hati. Untung nya lampu ruangan telah di matikan sedari tadi berganti dengan lampu senter remang yang Ven gunakan. Berbeda dengan senter Zen yang menyala terang.
Mereka bersembunyi di balik piano besar nan tua. Ven harus rela di peluk Zen karen tempat nya yang begitu sempit. Ini karena tubuh Zen yang besar! Mereka yang kecil jadi terhimpit. Cier bahkan lebih kecil dari Ven.
Lampu kembali menyala namun lebih terang. Suara langkah kaki menggema di tangga kayu. Sepasang kaki tepat di mata Ven yang tertunduk saat ini. Sepatu yang sama saat itu!. Ven memperhatikan betul-betul sepatu itu. Benar saja di alas nya terdapat lambang scorpio. Tak lama suara berderit terdengar tepat di samping tubuh Cier yang tertutup tirai hitam bukan hanya dia tapi kami.
"Halo, aku ada di ruang bawah tanah!" ucap orang itu dudun di samping Cier yang wajah nya sudah memerah.
"Tidak ada yang aneh, mungkin mobil Zen tadi sengaja di taruh di sini" ucap orang itu lagi membuat kami berdua menatap Zen yang di balas tatapan permohonan maaf.
"Nanti aku akan menghubungi Zen, tapi sebelum itu aku ingin bermain dulu" ucap nya dan mematikan sambungan telepon dan berjalan masuk kedalam pintu yang tertutup lemari besar. Pintu itu terkunci.
Ven dan Cier menatap Zen dengan tatapan yang sulit di artikan. Zen balas menatap Ven dan melepaskan rengkuhan nya.
"Maaf" ucap nya dengan wajah pucat. Suara itu dia mengenal suara itu. Tadi pagi dia juga mendengar suara itu.
"Ada apa?" tanya Cier sambil menatap wajah Zen dengan bingung.
"Suara itu ada dua orang, entah yang mana?" ucap Zen kelu.
"Yaudah si nanti kan dia telpon kamu!" ucap Ven sambil membenarkan seragam nya dan berjalan ke arah pintu keluar dengan pelan.
"Dia kembar, takut nya dia nyuruh saudara kembar nya!" ucap Zen pelan mengikuti langkah Ven.
"Kita sudah punya dua petunjuk jadi santai aja!" ucap Ven dengan pelan membuka kenop pintu.
"Eng, apa kita gak nge-cek ruangan tadi?" tanya Cier pelan yang di angguki dua orang di hadapan nya.
"Besok Ven sms!" ucap Ven dan melihat keadaan di depan.
"Oh iya! Dua petunjuk tadi apaan?" tanpa Zen baru ingat.
"Nanti aja! Ayo kita keluar tapi lewat jalan memotong dan usahakan jangan sampai terkena sinar" ucap Ven menghadap kedua pria di hadapan nya dengan wajah senang.
"Kenapa?" tanya dua orang itu dengan bodoh.
"Duh!! Cctv nyala bodoh! Untung aja kita pakai hitam hitam" ucap Zen menunjuk beberapa layar kecil berkedip warna merah di setiap sudut ruangan.
"Ingat jangan terkena sinar!" ucap Ven dan berjalan di depan.
"Kenapa lewat memutar? Mobil di depan!" ucap Zen lagi dengan berbisik.
"Duhh Zen jangan bodoh deh! Kemungkinan teman nya orang tadi itu jaga di depan, lebih aman kalau kita lewat gedung belakang terus ke depan dengan alasan yang lebih logika!" pekik Ven.
"Ven otak maling ya!" ucap Cier dengan polos nya membuat Zen menahan tawa nya. Ven berbalik, mata itu berubah merah di kegelapan malam. Dua orang itu terkejut melihat kobaran api di mata indah itu.
Ven melihat bayangan nya di cermin dan menunduk. Lalu berjalan cepat di depan meninggalkan dua orang di belakang nya. Cier dan Zen mengerti, Ven merasa aneh dengan mata nya. Ven sudah melompati pagar besi di hadapan nya dengan mudah, Zen pun begitu. Namun, Cier menatap pagar yang menjulang tinggi di depan nya dengan ragu.
"Kamu bisa!" ucap Ven datar. Namun mampu membuat Cier bergerak dengan mudah nya.
"Ku kira kamu akan minta gendong padaku" ucap Zen sambil terkekeh.
"Najis!" ucap Cier.
Mereka berjalan beriringan. Mereka berjalan dalam diam di tengah hutan belakan yayasan. Suara jangkring bersautan di ikuti suara kodok dan beberapa gesekan batang daun yang tertiup angin. Angin berhembus cukup kencang.
"Kamu ikut kita aja! Seperti nya akan turun hujan" ucap Zen pada Cier yang menunggu angkot di depan halte.
"Iya Cier bareng ya, Zen ambil mobil kita tunggu di sini" ucap Ven dengan senyum lebar nya. Cier tersenyum dan menganguk. Zen hanya mampu mendengus. Sudah hampir sebulan mengenal Ven, Zen hapal akan sifat Ven yang tidak mau di kalah. Belum lagi omongan nya yang terkadang lebih menyakitkan di banding omongan Zen. Tapi satu hal yang di kagumi Zen pada Ven diam-diam. Ven sosok manis yang bertingkah tomboy, pintar dan lincah. Seperti monyet wkwk
***
Zen baru tahu jika Cier salah satu anak orang kaya. Ketika masuk perumahan besar tadi Zen dan Ven cukup terkesima. Bagaimana tidak perumahan ini tiga kali lebih besar dari perumahan elit seperti Yogi. Ven yang sepupunya Lawrens saja terkejut tante kesayanganya menikah dengan orang kaya seperti Cier.
"Wah Cier! Kamu anak orang kaya?" tanya Ven dengan frontalnya.
"Hm, ayahku seorang pekerja barang antik" ucap Cier datar.
"Barang antik? Jual beli atau kolektor?" tanya Zen dengan kagum menatapi rumah besar di hadapannya. Pagar terbuka otomatis saat Cier menekan tombol di tangannya.
"Keduanya" ucap Cier dan membuka sabuk pengaman.
"Mau mampir dulu? Masih jam sembilan. Biasa cuma ada mami Rena" ucap Cier membuat Ven yang tiduran di belakang langsung berdiri tegak dan membuka pintu mendahului Cier.
Pintu depan terbuka. Sosok wanita bertubuh cantik keluar dan tersenyum hangat. Saat melihat Ven beliau berlari dan memeluk Ven yang balas memeluknya.
"Unty Ren" ucap Ven dengan lirih air mata jatuh di pipi mulus kedua wanita di hadapan Cier dan Zen.
"Lawren...." ucapan itu terhenti saat Ven dengan tegasnya melepas pelukan di antara mereka.
"Pegang ucapan Ven Unty, kalo Law di temukan kenapa-kenapa. Ven bakal buat orang itu menderita!" ucap Ven dengan mata yang mulai menggelap lagi. Memancarkan emosi yang tak di tutupi olehnya.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/69828794-288-k531600.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH LOVE
Ficção AdolescenteDua anak manusia yang memiliki kecerdasan diatas rata - rata dan memiliki karakter berbeda. Seperti, Air dan Api yang tak bisa bersatu. Zen dengan ketenangan dan kecerdasannya. Sedangkan, Ven dengan emosinya yang tak dapat di tahan dan daya ingat ya...