Kode Lagi!

89 2 2
                                    

Kriieet! Pintu ruang BK terbuka dari dalam. Seseorang keluar dari dalam ruang BK dengan tetawa kecil. Ya, itu aku. Aku membawa hp Nokia jadul yang digunakan si penculik untuk menelponku. Sedangkan, tangan kiriku membawa sebuah kertas yang ditinggalkan si penculik di atas meja di ruang BK.

Aria, Dani dan Rini sangat terkejut melihat yang keluar adalah aku. Aku tak bisa menggambarkan wajah mereka. Tak kusangka mereka akan memasang wajah yang begitu konyol sehingga membuatku tertawa kecil. Aria terlihat sangat kesal padaku begitu juga dengan Rini. Dani hanya tersenyum sambil memotretku dengan kameranya.

"ngapain kamu dari sini hah?" Aria masuk ke ruang BK dan memeriksa ruangan tersebut setelah menyalakn lampu.

"habis curhat ama si penculik." jawabku singkat sambil memeriksa hp Nokia jadul tersebut.

"pake hp itu? Berarti ada nomornya dong!" Rini merebut hp tersebut dari tanganku.

"penculiknya pake privat number. Tapi, tenang aja! dia bawa oleh-oleh kok." aku menunjukkan kertas yang ditinggal si penculik tersebut.

Dani segera memotret kertas tersebut. Rini kembali merebut kertas tersebut dari tanganku. Dia merebut dua barang yang kubawa. Aria keluar dari ruang BK setelah mendengar perkataanku. Mereka bertiga terlihat bingung melihat kertas yang sudah dilaminating tersebut. Aku hanya menghela nafas melihat ekspresi ketiga orang tersebut. Bagaimana pun juga itu adalah kode, ujarku dalam hati.

Bu Indah dan bu Anita yang melihatku segera berlari ke arahku. Mereka tampak sangat khawatir. Para murid yang lain mengikuti dari belakang mereka. Bu Indah dan bu Anita segera bergabung dengan Rini dan yang lainnya untuk melihat isi kertas tersebut. Seketika itu juga, wajah mereka berdua berubah menjadi kebingungan. Aku hanya tersenyum kecil melihat wajah mereka.

"ini dari si penculik kan?" tanya bu Anita. Aku hanya mengangguk.

"tunggu dulu, bukannya katanya pertemuannya di bawah pohon beringin?" tanya bu Indah. Murid-murid yang mengikuti mereka, berkumpul di sekitarku sambil berbisik-bisik.

"ehm," aku berdehem cukup kencang agar suasana menjadi tenang. Setelah agak tenang, aku mulai berbicara, "begini, di lambang garuda, ada lima gambar kan? Nah, salah satunya adalah pohon Beringin. Kemudian, di bawah gambar pohon Beringin ada gambar rantai kan? Tapi, di sekolah ini tak ada yang berhubungan dengan rantai padahal pesannya, 'di bawah pohon Beringin di sekolah'. Dengan kata lain, adalah suatu tempat yang berhubungan dengan makna dari rantai, yaitu 'kemanusiaan yang adil dan beradab' dan tempat yang berhubungan dengan hal tersebut adalah ruang BK."

Murid-murid yang berkumpul di sekitarku kembali berbisik-bisik. Aku mengambil kertas yang berisi kode dari si penculik dan segera pergi meninggalkan murid-murid tersebut. Baru beberapa langkah aku meninggalkan murid-murid tersebut, aku kembali berpapasan dengan murid yang memintaku untuk datang ke rumahnya tadi. Aku segera melanjutkan langkahku tanpa menghiraukannya.

Rini dan yang lainnya sadar, kalau aku telah pergi meninggalkan mereka. Mereka segera berlari mengejarku. Aku mempercepat langkahku mengetahui mereka mengejarku. Tapi tetap saja, berlari lebih cepat daripada berjalan. Mereka berhasil menghentikan jalanku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang.

"apa lagi? Udah malem tau. Sebaiknya kalian pulang ke rumah. Lagian juga penculiknya kan udah ngasih kode." aku menunjukkan wajah kesal.

"emangnya kami ga boleh bantu, mecahin kodenya?" Rini bertanya balik.

"terus mau kalian apa?" aku membalas dengan pertanyaan.

"emangnya, kertas ga bisa diphotocopy?" kini Aria yang angkat bicara sambil mengambil kertas tersebut dari tanganku.

Aria segera menuju ruang guru. Ya, di sana memang ada mesin fotocopi khusus untuk guru. Sebenarnya, murid tak boleh menggunakan mesin tersebut. Tapi karena ada bu Anita dan bu Indah, hal tersebut diperbolehkan. Bu Anita segera mengambil kunci di sakunya dan memberikannya pada Aria.

Aria membuka ruang guru dan langsung memfotocopi kertas tersebut. Aku dan lainnya hanya menunggu di luar ruang guru. Entah mengapa, ia lama sekali di ruang guru. Padahal dia hanya memfotocopi kertas tersebut. Aku yang penasaran segera masuk untuk melihat apa yang ia lakukan. Aku cukup terkejut melihat berlembar-lembar kertas hasil fotocopian tertumpuk di mesin fotocopi.

"kok banyak amat?" tanyaku.

"ya kan buat yang lain juga." jawabnya sambil terus memperhatikan fotocopiannya.

"siapa aja?" tanyaku lagi.

"tuh, yang nunggu di depan dari tadi." jawabnya sambil melirik pintu masuk ruang guru.

Aku terkejut melihat pintu tersebut telah dipenuhi para murid yang tadi berkumpul. Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Tak kusangka hari ini bakalan menjadi seperti ini. Tak lama kemudian Aria menyelesaikan pekerjaannya. Dia memberiku kertas yang asli dan pergi membawa hasil fotocopiannya.

Aria pergi ke lapangan upacara diikuti para murid tersebut. Mereka tampak sangat gaduh sekali melihat Aria membawa banyak kertas. Aria membagi kertas tersebut menjadi beberapa bagian. Satu bagiannya, ia pegang dan sisanya ia berikan pada Rini, bu Anita dan bu Indah. Kemudian, mereka membagikan kertas tersebut ke seluruh murid yang ada di sana.

Aku bergegas menuju kelasku untuk memeriksa sesuatu. Aku memberi tanda pada Dani agar menemuiku di kelas nanti. Kelasku cukup gelap, hanya cahaya bulan yang menerangi lewat jendela kelas. Aku menyalakan lampu kelas agar lebih terang. Aku memeriksa seisi kelas untuk memastikan sesuatu.

Alhasil, aku mendapatkan bekas penyadap yang sudah dilepas di belakang papan tulis dan di langit-langit beberapa meja. Pantas saja si penculik mengetahui semua rencana kami saat itu. Kukira dia seorang jenius yang bisa membaca pergerakan lawan. Tapi ternyata, dia tak lebih dari seorang penguping. Tak lama kemudian Dani datang dengan tergesa-gesa.

"ada apa kok manggil ke sini?" tanya Dani sambil mengatur nafasnya.

"aku ingin meminta bantuanmu sedikit. Tapi tolong jangan sampai ketahuan yang lain." jawabku serius.

***

Sementara itu, Aria, Rini dan yang lainnya sedang sibuk di lapangan. Mereka tampak kebingungan memikirkan kode yang dibuat si penculik. Aku dan Dani menuruni menuruni tangga setelah berbincang-bincang. Aku segera pulang setelah selesai mengobrol dengan Dani.

***

Ayahku sepertinya sedang pergi. Rumahku sangat gelap seperti tak berpenghuni. Rupanya, ayah lupa menyalakan lampu depan sebelum pergi. Ada dua buah cangkir teh di atas meja di ruang tamu. Sepertinya ada tamu yang datang ketika aku pergi. Kulihat sepiring nasi dan ayam kentucky di atas meja di dapur. Aku segera berlari ke sana untuk menghabiskannya.

Beberapa menit kemudian, ayam tersebut telah kulahap habis. Aku segera meminum segelas air setelah mencuci piring yang tadi kupakai. Ayahku membiasakanku untuk mencuci piring sehabis makan. Setelah selesai, aku kembali ke kamarku membawa kertas berisi kode tersebut.

Kertas tersebut kutaruh di atas meja belajarku. Aku terus memandangi kertas tersebut, walau sebenarnya, aku tak mengerti apa maksud dari kode yang ada di kertas tersebut. Aku merasa kode tersebut sangat sulit bagiku. Aku kembali mengingat kode sebelumnya. Mungkin ada hubungannya, batinku.

Aku tak menyangka kode sebelumnya ternyata begitu sederhana, tak seperti yang kubayangkan. Sepertinya benar kata ayah, kode yang dibuat seorang amatir untuk bocah ingusan. Kantuk mulai menyelimuti pikiranku. Aku menguap sesekali, aku sudah tak tahan dengan rasa kantuk ini.

Jam sudah menunjukkan pukul 20.56 malam. Aku sudah terlelap di atas meja belajarku. Ayah masih belum datang. Aku tak tahu kemana dia pergi. Aku berharap bisa menemukan jawaban tersebut di dalam mimpiku.

Sanyup-sanyup suara mobil dan seorang lelaki terdengar di telingaku. Aku masih setengah sadar. Sepertinya ayah sudah pulang entah darimana. Ya, aku juga tak peduli. Aku kembali melanjutkan tidurku.

***

Doorrr! Doorr doorr! Suara tembakan terdengar nyaring di telingaku. Aku terbangun karena suara tembakan tersebut.

The Silent MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang