Kasus yang Sederhana

89 2 0
                                    

"Kupikir dia diracun." Perempuan yang membawakan minuman angkat berbicara. Lisa tampak terkejut mendengar perkataan si perempuan. Begitu juga dengan Dani dan Rini. Tapi tidak dengan Aria, dia tersenyum lebar seolah singa yang mendapat buruannya.

"Maksud bibi apa?" tanya Lisa tak percaya.

"Kupikir ada seorang yang memasukkan racun ke makanan tuan. Lalu berusaha memfitnahku. Karena aku yang bertuga mengurusi makanan." Jawab perempuan tersebut.

"Bagaimana bibi tahu kalo ada yang memasukkan racun ke makanan pak Harto?" kini Aria yang bertanya.

"Saya pernah sedikit belajar tentang farmasi. Yang kutahu, ada sebuah obat yang bisa membuat badan melemas. Tapi, efeknya hanya sebentar, sekitar 15 menit saja. Kemudian kurasa, tuan juga mengalami hal tersebut, hanya saja efeknya terasa berjam-jam. Jadi kupikir, ada seseorang di rumah ini yang memasukkan obat tersebut dengan dosis yang cukup tinggi ke makanan tuan." Jelas perempuan tersebut. Aria hanya mangut-mangut mendengar jawaban tersebut.

"Pak Harto merasa badannya tak bisa digerakkan ketika pagi sebelum beragkat ke sekolah. Jadi mungkin obatnya dimasukkan saat sarapan pagi. Benar begitu?" Aria membuat kesimpulan. Dia berlagak layaknya detektif. Entah mengapa, dia berlagak seperti itu.

"Ya, mungkin pelakunya memasukkan obat tersebut ketika sarapan. Karena obat tersebut, bereaksi cukup cepat." Perempuan tersebut kembali menjawab pertanyaan Aria.

"Apa ada yang masuk ke dapur selain bibi, ketika bibi masak sarpan?" tanya Lisa. Rini dan Dani hanya terdiam tak mengatakan sepatah kata pun.

"Tidak ada. Saya yakin tidak ada."

"Kalo ga ada, gimana pak Harto bisa keracunan?" Rini terlihat kebingungan. Perempuan tersebut hanya menggeleng lemah.

"Jadi bibi yang bertugas memasak. Apa ada pembantu lain selain bibi?" Aria benar-benar ingin menuntaskan rasa kepo-nya.

"Ada, pak Sugi yang bertugas menjadi satpam di depan rumah. Terus ada bu Ika yang tugasnya membersihkan dan membereskan rumah. Terakhir, pak Ari yang jadi supir yang mengantar kalian tadi. Sedangkan saya, saya bertugas menyiapkan masakan." Perempuan tersebut kembali menjelaskan. Aria kembali mangut-mangut mendengar penjelasan perempuan tersebut.

"Apa ada yang menyimpan dendam pada pak Harto?" Aria kembali bertanya.

"Kurasa tidak ada. Tuan dan nyonya sangat baik kepada kami. Saya merasa, tidak ada yang menyimpan dendam pada tuan." Perempuan tersebut menjawab setiap pertanyaan Aria dengan sabar.

"Tapi yang membuatku bingung, bagaimana si pelaku dapat meracun pak Harto, dalam dua hari berturut-turut." Aku ikut angkat bicara.

"Oh ya, apa pak Harto punya kebiasaan saat makan?" Aria kembali bertanya.

"Saya tidak terlalu tahu-menahu tentang kebiasaan tuan." Perempuan tersebut kembali menjawab dengan sabar.

"Aku tahu kebiasaan papa." Lisa angkat bicara. "papa kalo ngambil piring selalu piring di urutan kedua dari atas. Terus kalo minum, papa selalu nyisain sedikit air di gelasnya."

"Maskudnya piring urutan kedua dari atas?" Aria bertanya kebingungan. Lisa terlihat bingung menjelaskannya. Tapi kemudian, dia mengajak kami masuk ke ruang makan.

Sebuah ruang makan yang cukup besar. Ada sebuah meja makan dengan beberapa kursi di tengah ruang tersebut. Beberapa lauk pauk dan buah-buahan sudah tersedia di atas meja tersebut. tepat berada di tengah meja tersebut, ada tumpukan piring yang tertata rapi. Di samping tumpukan piring tersebut, ada sebuah tempat yang penuh berisi nasi. Sepertinya semua makanan tersebut untuk makan malam.

The Silent MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang