Part 4

4.8K 168 1
                                    

Mobil Rio melaju memasuki sebuah komplek perumahan yang bisa dikatakan tergolong elit, ia sudah membeli satu rumah disana. Jerih payahnya selama bekerja sambil kuliah dululah yang membuahkan rumah dan mobilnya itu. Karena ia jenius, ia banyak dipakai para perusahaan besar untuk membuat proyek-proyek yang selalu menghasilkan produk yang laku keras dipasaran.

Rio memasuki garasi dan mematikan mesin mobilnya, Feylin tidur sangat nyenyak sehingga tidak terbangun sedikitpun selama perjalanan. Ia beranjak keluar dari mobil dan menggendong Feylin. Tubuh kokohnya membawa gadis itu tanpa desahan kelelahan sedikit pun karena tubuh Feylin yang mungil, mungkin hanya berbobot 45kg? Pikirnya.

Ia membawa Feylin kekamarnya yang terletak dilantai dua, mengingat kamar tamu dirumahnya belum dibersihkan sehingga masih berdebu, ia tidak mungkin tega membiarkan Feylin tidur disana bukan?
Rio menyelimutinya dan menyalakan penyejuk ruangan, lalu turun kebawah berniat untuk menunggu gadis itu bangun sambil menonton televisi, tapi ia pun ikut terlelap disofa ruang tamu.

~

Dikala senja itu tampak seorang anak perempuan kecil berkucir dua sedang berjongkok memilah-milah batu-batuan kecil ditepi sungai...

"Efey!"
Panggil seorang anak perempuan lainnya yang serupa tapi rambut pendek sebahunya dibiarkan tergerai begitu saja. Ia berlari tergesa-gesa membuat kedua pipi chubbynya memerah.

"Kenapa? Ini untukmu, cantik kan?" Si penemu batu itu menyodorkan batu putih mengkilap yang ia temukan kepada saudara kembarnya yang serupa tapi tidak sama itu.

"Wah cantik, nanti kita minta kakek buatin kalung dari batu ini ya, oh iya kakek suruh pulang."

Mereka berdua bergandengan tangan pulang meninggalkan sungai dengan tepian dress putih sebetis mereka yang sedikit basah terkena genangan air sungai.

~

Jarum jam sudah menyatu menunjuk kearah jam dua belas malam, bunyi dentingan jam dinding diruang itu mampu membangun kontak dengan alam bawah sadar Rio, sepasang matanya mengernyit terbuka menatap membunuh kepada jam dinding yang seolah-olah bersalah karena mengganggu tidurnya.

Rio bangkit berdiri dan meneguk segelas air, serta pergi membersihkan diri dan sudah mengenakan piyama biru navy dalam lima menit. Ia mendengar suara isakan seorang gadis dan tak lain gadis itu adalah Feylin. Ia melesat naik keatas dengan cepat dan mendapati gadis itu menangis dalam tidurnya, wajahnya pucat sekali dan peluhnya mampu membasahi kaos putihnya.

Lelaki itu berdiri dan berjalan mondar mandir, bingung harus bagaimana, ia tak pernah merawat orang sakit sebelumnya mengingat ia hanya tinggal seorang diri. Ia berjalan kedapur hendak membuatkan teh hangat, ia mengambil gelas, menaruh kantong teh, dan menuangkan air panas, gula, dan sendok, ia terdiam sejenak dan melemparkan sendok itu lalu berjalan kembali ke kamarnya.

"Ah bodoh, seharusnya kau pergi membeli obat dan mengompresnya, serta pakaian basahnya.." ia mengacak rambutnya frustasi.

Rio terdiam, menutup mata dan menggempalkan tangannya.

Tuhan, ampuni aku yang akan menggantikan dia pakaian, doa lelaki polos berumur dua puluh tiga tahun itu.

Pertama ia mengelap wajah Feylin dengan berhati-hati, berlanjut ke lehernya dan ia membuka kaos wanita itu dan menelan ludah sejenak, merasa berdosa ia memakaikan sebuah sweater navy miliknya seecepat kilat. Ia menghela nafas lega, celana pendek gadis itu masih bersih dan kering sehingga ia tidak perlu mengganti celananya. Ia mengelap keringatnya yang banjir diruangan ber-AC itu.

Rio terduduk sebentar diranjangnya, melihat gadis itu dengan seksama, tangannya menepis lembut rambut Feylin ketepi wajah gadis itu. Saat hendak bergegas pergi, tangan mungil itu menangkap tangannya. Ia sontak kaget dan melihat gadis itu bingung.

"Kau mau kemana?" Feylin berusaha duduk dan mau tak mau Rio membantunya.

"Engg.. mau keluar, disini pengap," matanya bergerak gelisah.

"Aku ikut, kau mau kabur setelah melihat tubuhku?" Nada gadis itu mengancam.

Jadi dari tadi ia sadar, kenapa ia tidak mau mengganti pakaiannya sendiri, otak Rio berputar keras.

Seolah tau apa yang dipikirkan Rio, Feylin menjelaskan, "Kau tau tubuhku sangat lemah tadi, untuk bicara saja aku tak mampu, jangan berpikir yang tidak-tidak karena kau bukan seleraku anak ingusan."

Rio menyeringai, "kau juga bukan seleraku anak SMP, mau ikut atau tidak?"
Tak ia sangka gadis itu sangat dingin, pertama ia mengira Feylin hanyalah seorang gadis yang kaku dan pendiam, ternyata ia adalah gadis yang kaku, dingin, dan tidak pendiam, oke itu kesimpulannya.

"Cepat berbalik!" Perintah gadis bossy itu tanpa menghiraukan hinaan anak SMP yang dikeluarkan Rio.

Rio hanya menaikan bahunya dan berbalik, lalu Feylin berdiri dengan lemah dan melingkarkan lengannya dileher Rio dari belakang.

"Kau tahu, tubuhku sedang lemah.." dan aku takut ditinggal sendirian, aku takut lelaki psycho itu akan muncul lagi.

Rio menggendong gadis itu sampai ke mobilnya.

~

"Ini, minum!" Perintah Rio sambil menyodorkan obat dan sebuah botol air minum yang baru ia beli diapotek tadi, saat Feylin sedang tertidur dimobil lagi, iya .. lagi, jadi Rio memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi membeli obat agar tidak ketahuan gadis itu kalau ia sebenarnya sangat mencemaskan keadaan Feylin.

"Terimakasih," ucap Feylin singkat. Ia meminum obat itu secepat kilat.
Keheningan menyelimuti ruang tamu, mereka berdua duduk disofa dengan jarak yang sangat jauh, Feylin diujung sisi kiri dan Rio diujung sisi kanan. Jam dinding sudah menunjukan pukul tujuh pagi.

"Kau mau kuantar pulang? Apakah kakekmu tidak mencemaskanmu?"

"Baiklah, aku akan berganti dulu, mana pakaianku?"

"Laundry? Heheh .. kau bisa memakai sweaterku dulu."

Feylin memutar bola matanya dan bergegas keluar menuju bagasi.

~

"Mulai dari gerbang ini, aku harus berjalan kaki kedalam, baiklah terimakasih dan aku akan mengembalikan sweatermu secepatnya," Rio hanya mengangguk-angguk sambil memandangi gemas bibir gadis itu.

Begini lebih baik, ternyata kau banyak bicara.

Feylin melangkah masuk dan datang seorang pelayan menutup gerbang rumahnya.
Setelah beberapa langkah Feylin melangkah, ia berbalik dan menempelkan mukanya yang kecil kesela-sela pagar, "Namaku Feylin, kau boleh memanggilku Evey," masih dengan tampang datarnya dan pergi begitu saja.

Senyuman mengembang diwajah Rio, akhirnya kau masuk perangkapku.

~~~~

Thanks for reading!
The next part will be updated ASAP!!!!

You Are Mine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang