Part 12

3.2K 98 6
                                    

Hey readers! Okay, malam ini gue bisa lanjutin story nya, soalnya kelas dibatalin tadi .. hehe
Si bapak dosen, bapaknya masuk RS .. GWS ya bapaknya bapak dosen .. Amin!

Gimana sejauh ini storynya? Ada yang rancu atau ngga nyambung ngga? Comment ya!

~

"Martin, sunset!" Bisik seorang gadis sampai urat lehernya keluar, gadis itu sedang berbaring dipangkuan Martin, ia menjadikan paha Martin sebagai bantal kepalanya.

"Aku lapar, makan saja dulu Lyn," jawab Martin seraya ingin beranjak dari sofa.

Gadis yang dipanggil Lyn itu langsung mengikuti Martin dan menahan tangannya, ia duduk bersila dilantai dan kedua kakinya itu melingkari satu kaki Martin. Ia memeluk kaki Martin seperti seekor monyet yang menepel dipohon, ia memandang keatas, ke wajah Martin dan memasang ekspresi menyedihkan.

"Ayolah, aku ingin melihat sunset, saaaaaaaangat ingin."

"Kamu sangat ingin?" Tanya Martin.

Gadis itu menganggukan kepalanya berkali-kali sambil tersenyum lebar.

"Baiklah."
Martin menyodorkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. Gadis itu menerima sodoran tangan itu dan melompat memeluk Martin.

"Terima kasih!" Bisiknya lembut lalu mengecup ringat pipi Martin. Ia mengedipkan mata kirinya dan bergegas kedapur lalu muncul kembali sepersekian detik kemudian dengan apel merah yang tampak segar ditangannya.

"Aku tak akan membiarkanmu kelaparan." Ia memberikan apel itu kepada Martin lalu menggandeng lelaki pemalas itu.

Martin menyayangi gadis itu melebihi apapun dihidupnya, ia memang tipe lelaki yang tidak perhatian dan mempunyai pekerjaan yang tergolong mendekati kriminalitas. Tapi Martin tidak pernah jujur soal pekerjaannya kepada gadis itu, karena pekerjaannya jugalah ia harus benar-benar menjaga gadis itu. Ia akan menghancurkan siapa pun yang akan mengganggu kebahagiaan dan hubungan mereka berdua.

...

"Martin, gendong!" Seru gadis yang sedang bergelayut manja dilengan Martin sambil menghentikan langkah mereka, ia menempelkan dagunya ke bahu Martin dan memandang manja pada Martin. Sudah lama ia tak digendong lelaki itu, terakhir seingatnya adalah saat ia lulus SMA dulu, saat ia menyatakan perasaannya kepada Martin.

Martin menggeleng-geleng pelan melihat sikap gadisnya yang manja itu, tapi tak ia pungkiri ia suka sikap itu, karena gadis  itulah yang membuang segala kepenatannya dari masalah-masalah luar yang menghampirinya. Martin berjongkok mempersilahkan gadis itu menaiki punggungnya, gadis itu tersenyum bahagia.

"Cepat! Sebelum aku berubah pikiran!" Gadis itu cepat-cepat menaiki punggung yang terlihat lebar dan gagah itu, Martin mengangkatnya tanpa keberatan sedikitpun karena bobot tubuhnya yang kecil, Martin tahu dengan jelas berat tubuhnya, 45kg.

Gadis itu menempelkan pipi berisinya dibahu Martin sambil melihat kearah pantai yang berdampingan dengan langit kemerah-merahan karena sinar matahari. Sinar matahari berpadu membentuk warna keemasan yang cantik dimata cokelat gadis itu. Ia memejam sejenak untuk menikmati kehangatan sore itu ditemani dengan detakan jantung Martin yang sudah sangat familiar dan menyatu dalam kehidupannya.

"Martin, kamu menyayangiku?" Tanya gadis itu pelan.

"Tentu saja, kamu meragukanku?" Langkah Martin terhenti sejenak, lalu ia lanjut berjalan lagi.

Gadis itu tersenyum, "Jika aku dalam bahaya, kamu akan melakukan apapun untukku?"

"Kamu tak perlu khawatir, kamu selalu aman bersamaku, jadi tetaplah bersamaku, Lyn."

Gadis itu tersenyum kecut, haruskah ia tetap bersama dengan lelaki yang sangat ia sayangi ini? Atau ia harus melepasnya ...
Pikirannya melayang jauh, ia memutuskan untuk menghirup aroma Martin dalam-dalam, sebelum ia tidak bisa merasakan aroma menenangkan itu lagi.

...

Feylin berlari-lari keluar dari villa, ia sudah melihat Rio bersiap-siap untuk menyiapkan arang dan tempat panggangan dihalaman villa yang luas itu. Feylin sudah mandi dan berganti pakaian, ia memakai sweater crop ungu dan celana pendek jeans high waist berwarna putih.

Karena kesibukan Rio menyiapkan semuanya, ia tidak sadar bahwa Feylin ada dibelakangnya. Feylin melingkarkan kedua tangannya dibadan Rio dari belakang, ia memunculkan kepalanya dari samping badan Rio dan tersenyum manis. Rio tidak terlalu kaget lagi, ia menebak ia sudah terbiasa dengan tingkah Feylin yang tiba-tiba seperti ini, dan ia tidak mau seperti remaja wanita yang tidak tahu cara menghadapi situasi seperti ini. Jadi, Rio merangkul Feylin dan menarik ia kesampingnya.

"Apa senyum-senyum?" Rio mencubit ujung hidung mancung kecil gadis itu.

"Nggak boleh?"

"Cantik."
Rio merasa geli sendiri, dia belum pernah bersikap seperti ini sebelumnya.

"Memang!" Feylin tertawa lepas melihat ekspresi Rio yang kaget dan mungkin merasa geli itu.

Rio mendengus dan masih menganga tak percaya, bibir atasnya tipis dan tertarik oleh hidungnya yang mancung, sehingga kedua gigi atasnya sering menampakan diri, Feylin suka bagian itu.

Rio mendengus dan masih menganga tak percaya, bibir atasnya tipis dan tertarik oleh hidungnya yang mancung, sehingga kedua gigi atasnya sering menampakan diri, Feylin suka bagian itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Mario Maurer! (kalo kalian pada mau bayangin Rio pake tokoh kesukaan kalian juga gapapa kok, tapi aku fix fall in love with Mario!)

Rio terkekeh dan mngedarkan pandangannya kesekitar villa, dan matanya berhenti pada satu titik. Disana, dihamparan ilalang berdiri seorang lelaki bersweater hitam. Rio mengenali sosok itu, ia sudah bertekad untuk melawan ketakutannya, toh dia bukan remaja lelaki yang berumur 12 tahun lagi, tubuhnya sudah sama besar dengan lelaki itu.

Bukan aku yang bersalah, aku tidak bersalah!

"Feylin, sebaiknya kamu masuk kedalam, tadi aku melihat ramalan cuaca, katanya akan hujan, nanti aku akan memanggil beberapa pelayan untuk membereskan semua ini," ia melepaskan rangkulannya.

Rio memimpin Feylin untuk berdiri berhadap-hadapan, ia memegang kedua bahu Feylin dan agak membungkuk untuk menyesuaikan dengan tinggi Feylin yang tak seberapa.

"Dengar, tunggu aku didalam, aku akan menemui Philip sebentar," air mukanya berubah serius. Feylin menyadari itu, tapi ia tidak mau bertanya banyak. Ia hanya mengangguk tak memprotes, ia takut hanya akan menambah masalah bagi Rio.

Rio menggandeng tangan Feylin dan menariknya kedalam villa.
"Tidurlah, kamu pasti lelah Feylin."

"Baiklah Rio, hati-hati," Feylin agak cemas, tapi ia percaya kepada Rio, ia memutuskan untuk menurut saja.

Rio menutup pintu villa itu dan memandang ke titik tadi, lelaki itu masih disana. Ia berjalan kearah lelaki itu tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun, rasa amarah, benci, dan dendam berbaur menjadi satu mengalahkan rasa takutnya. Anehnya dadanya tidak terasa sesak, dan ia bersyukur akan hal itu.

"Siapa kau?" Tanya Rio setelah berjarak agak dekat dengan lelaki itu. Lelaki itu mengeluarkan seringai khasnya, dan tiba-tiba berlari menuju hutan.

"Mau kemana kau? Pengecut!"
Rio mengejarnya, mereka berdua memasuki hutan yang dipenuhi dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi. Rio tak mau tahu, ia sudah sampai sejauh ini sampai membohongi Feylin, ia harus menangkap lelaki keparat itu.

...

You Are Mine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang