Part 11

3.3K 117 5
                                    

Sore itu angin berhembus sepoi-sepoi, dan air pantai berombak kecil tapi tak surut, alam seolah-olah tidak mau mencari ribut dan mengerti kebahagiaan dua anak manusia yang sedang berjalan ditepi pantai itu. Air biru pantai menyentuh kedua pasang kaki telanjang itu dengan lembut, matahari pun tampak ramah karena ia menyembunyikan teriknya dibalik awan.

Feylin dan Rio berjalan ditepi bibir pantai dari ujung ke ujung, tangan mereka saling bertautan.

"Rio, kamu bisa berenang?" Feylin membuka pembicaraan.

"Bisa, kamu?"

"Aku tidak bisa, apakah kamu akan menyelamatkanku jika aku terseret ombak yang jika nanti tiba-tiba akan meninggi?"

Pertanyaan Feylin menusuk sisi terlemah Rio, otaknya memaksa untuk berputar kembali pada ingatan beberapa tahun silam.

Andai saja saat itu aku berani, aku tidak akan mengenang kenangan buruk itu sampai sekarang, Tuhan, aku harus bagaimana?

Logika Rio berkata untuk tenang saja, tapi tubuhnya tidak dapat berbohong. Ia mulai keringat dingin, bibirnya memucat.

"Kenapa diam saja? Tanganmu mulai basah," Feylin masih memandang lurus kedepan.

"Fey .." nada suaranya lemah.

"Oh astaga, kenapa kamu? Tadi kamu baik-baik aja?" Feylin kaget melihat perubahan diwajah Rio. Wajah Rio sangat pucat, padahal beberapa saat yang lalu ia terlihat sangat sehat.

Rio mulai merasa sesak, ia memegangi dadanya. Badannya sudah terasa lemas, mau tak mau ia bersandar pada Feylin.

"Dudukan aku dibawah Fey, aku terlalu berat untuk kamu papah," Rio berusaha menggapai nafasnya untuk kalimat sepanjang itu.

"Tapi kita akan basah Yo, disana ada kursi," Feylin masih berusaha memapah Rio.

"Fey..lin.." Rio sudah mau ambruk. Akhirnya Feylin mendudukan ia dibibir pantai dan mengeluarkan inhaler dari dalam tas coklatnya lalu menyemprotkannya kedalam mulut Rio.

"Kamu baik-baik saja?"

Rio mengangguk.

"Kamu pengidap asma?" Tanya Feylin khawatir, tanpa memperdulikan ombak-ombak kecil yang sekarang sudah membasahi setengah pakaian mereka berdua.

"Kamu tak perlu khawatir, aku bukan pengidap asma, ada saat-saat tertentu aku akan seperti ini," mata Rio menatap Feylin lembut, ia meyakinkan Feylin lewat anggukannya.

"Baiklah, yang penting kamu baik-baik saja sekarang."
Feylin tak mau memaksa Rio untuk menjelaskan semuanya, ia percaya pada Rio. Feylin percaya pada apa pun yang akan dilakukan Rio.

Rio tersenyum lembut, ia suka sifat penurut itu, tak ia sangka ia dapat menaklukan Feylin secepat ini. Ia berharap hubungan ini akan seperti ini terus, selama-lamanya. Ia mengusap lembut pipi Feylin, pemandangan dihadapannya ini sangatlah indah. Rambut coklat Feylin berterbangan memamerkan kelembutan dan warna kekilauannya, Rio memandang sepasang mata Feylin lekat.

oh God, what a beautiful creation!

Rio melihat bibir gadis itu, ia melihat kedalam matanya lagi, lalu melihat bibir itu lagi, bibir Feylin sangat menggoda untuk dicicipi.

Apakah Feylin tidak ada pemikiran yang sama denganku? Bibirku bukankah sudah sexy?

Tapi saat melihat ekspresi polos diwajah Feylin, Rio mengurungkan niatnya, ia hanya memegang dagu Feylin dan menyentuh sedikit bibirnya.

"Kamu pakai apa? Bibirmu lembut dan cerah," tak berapa lama ia tersadar, kenapa ia menanyakan itu, ia kan bukan remaja perempuan yang baru berniat untuk merawat diri.

"Aku pakai ini.. sebentar ya!" Feylin tampak antusias membongkar isi tas kecilnya.

"Nah, ini dia!" Serunya sambil mengeluarkan sebuah lipbalm yang dikemas dalam wadah bulat kecil berwarna pink soft.

"Sini, mau coba? Ini tidak terlalu berwarna, bibirmu akan terasa lembab," Feylin membuka tutup wadah itu lalu mencolekan sedikit lipbalm berwarna pink transparan dengan jari manisnya, menurut Rio bentuknya mirip seperti... balsem. Ia mendekat kewajah Rio, dan mengoleskannya dengan lembut. Rio menikmati sentuhan-sentuhan ringan yang lembut itu, senyumnya tak penah lepas dari wajahnya.

"Sudah? Ayo kita berganti pakaian," ajak Rio sambil mencubit kecil pipi Feylin.

Rio berdiri duluan dan menyodorkan tangannya untuk membantu Feylin berdiri, Feylin memakai dress putih dan sekarang dress itu sudah basah duapertiganya, sehingga dress itu jadi tembus pandang dan menampakan celana pendek jeans serta setengah baju crop diatas perut yang Feylin pakai. Rio menggeleng dan melihat kesekitar pantai, tentu saja disana banyak lelaki. Ia tak mau pemandangan didepannya ini dilihat oleh lelaki lain, akhirnya ia melepaskan kemejanya yang baru setengah basah dan melilitkannya pada pinggang Feylin tanpa aba-aba.

Feylin yang melihat Rio tiba-tiba membuka kemeja sontak kaget dan mau tak mau ia hanya diam saja. Ia tak pernah sedekat ini dengan lelaki yang bertelanjang dada, dan sekarang lelaki ini sedang melilitkan kemeja miliknya ditubuh Feylin. Feylin merasa detakan jantungnya perlahan kencang, aroma maskulin itu begitu mempesona, ia tidak bisa menahan dirinya. Setelah Rio siap mengikat kemeja itu diperut Feylin, gadis itu lalu berjinjit dan melingkarkan kedua tangannya keleher Rio. Feylin merasakan otot-otot yang melekat ditubuh lelakinya, sangat seksi. Rio sempat kaget, tetapi ia sudah bertekad untuk setiap kejadian seperti ini, ia tidak akan menjadi seperti remaja wanita lagi, ia akan membalasnya dengan jantan. Akhirnya ia membalas pelukan itu, ia menarik pinggang Feylin dan memeluknya erat.

"Terima kasih," bisik Feylin pelan.

Rio mengangkat tubuh Feylin dan memutarnya sekali, Feylin berteriak kecil dan tertawa. Rio senang mendengar tawa lepas Feylin. Feylin ingin memukul Rio sesaat setelah ia diturunkan, tetapi Rio berhasil menghidar. Feylin merasa kesal dan terus ingin memukul Rio, tapi lelaki itu terlalu susah untuk digapai.

Tiba-tiba Feylin berhenti, matanya melebar, "Rio! Lihat itu! Indah bukan?"

Rio melihat kearah yang ditunjuk Feylin, ternyata sudah waktunya matahari untuk menemui negara lainnya dan sekarang giliran bulan yang menggantikannya. Rio mendekat dan membawa Feylin kedalam pelukannya, wajah Feylin begitu cantik, ia tidak bisa menahan lagi, ia mengangkat dagu Feylin dan mendekatkan wajahnya perlahan. Tidak ada perlawanan dari gadis itu, Rio mengecup lembut bibir Feylin lalu keningnya, mereka tersenyum satu sama lain dan kembali berpelukan. Feylin bersikap tenang, padahal ini adalah hal pertama baginya, kecupan ringan Rio mempu membuatnya bersemangat kembali. Seperti ada sengatan energi yang menghampiri tubuhnya serta menggelitik diperutnya. Tapi bukan itu yang terpenting sekarang, melainkan fakta bahwa ia sedang berada dipelukan Riolah yang menjadi poin utama.

...

Thanks for reading!
Visit my profile, if you mind ;)

You Are Mine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang