Part 6

4K 142 1
                                    

Sepasang kaki mungil berlari-lari kearah hutan, suara tangisan terisak anak perempuan itu terdengar menyayat hati, pohon-pohon yang menjulang tinggi menambah ketakukan padanya.

"E..vey..!"
Ia berteriak sambil terisak.

"Aww!"
Tubuh kecil itu jatuh karena terlilit oleh sebuah tumbuhan menjalar, ia kesusahan untuk membebaskan sepasang kaki mungilnya dari tumbuhan yang menjeratnya itu.

Si kecil Feylin mendengar jeritan saudara kembarnya itu, ia mencarinya kesana kemari ditengah hutan, tetapi ia terlambat, ia mendapati seorang lelaki telah menggendong Evelyn dan membawanya pergi, kaki kecilnya tak sanggup untuk mengejar mereka. Ia menangis terisak sendirian ditengah hutan..

...

Feylin terbangun dalam sunyi, ia memandang langit-langit kamarnya .. biru navy?

Lalu ia memandang kesebelahnya, Rio?

Iya, lelaki itu sedang memperhatikan dia dengan jarak yang dekat sekali. Ia merasa tak nyaman dan ketika Feylin ingin bergerak, ia melihat jari-jari tangan kirinya sudah terpaut ketat dengan jari-jari besar tangan Rio.

Ia menatap lelaki itu bingung karena lelaki itu diam saja, ia kembali menutup matanya dan membukanya kembali dan mendapati Rio masih disitu dengan senyum manisnya, tapi kali ini senyum manis dengan mata yang sendu.

...

Rio yang daritadi bingung bagaimana cara menenangkan tubuh Feylin yang bergetar akhirnya memutuskan untuk menggenggam tangannya. Ia mengelap air mata gadis itu berkali-kali.

"Apa sebenarnya yang menjadi beban hidupmu? Kau adalah cucu dari keluarga yang kaya raya dan hidup bersama kakekmu yang sangat menyayangimu," bisiknya pelan. Ia semakin penasaran akan Feylin, mimpi buruk apa sebenarnya yang selalu menghantui gadis itu.

Keindahan wajah Feylin menggoda Rio untuk tetap menatapnya terus-menerus dan tak disangkanya Feylin akan terbangun. Ups, ia tertangkap basah, jadi ia memutuskan untuk melanjutkan saja kegiatan menatapnya itu.

Lucu, batinnya.

...

Ia kasihan membiarkan gadis itu kebingungan untuk waktu yang lama, jadi ia mengusap bekas-bekas air mata Feylin dengan lembut dan membawa gadis itu kedalam pelukannya.

"Menangislah, kau mungkin tak bisa menangis didepan orang lain, tapi tidak dengan aku," ucap Rio sambil menepuk-nepuk bahu Feylin dengan lembut. Timbul sebuah rasa untuk melindungi gadis itu, Rio ingin selalu berada didekat Feylin.

Feylin tersentuh dengan kata-kata Rio, selama ini tidak ada yang bisa menjadi tempat bersandarnya, setiap ia mengenang kenangan menyakitkan itu ia akan menangis dalam sunyi didalam kamarnya. Tetapi sekarang didalam pelukan lelaki ini ia merasa aman, ada rasa dilindungi, ada rasa hangat yang selama ini ia rindukan. Feylin mengikuti kata-kata Rio, akhirnya ia menangis terisak dipelukan Rio hingga piama lelaki itu basah.

Nafas Feylin yang terisak perlahan menjadi tenang dan teratur, ia tertidur lagi tapi masih dalam pelukan Rio. Rio enggan untuk melepaskan pelukannya, ia memutuskan untuk tidur juga bersama Feylin.

...

Feylin terbangun dari tidurnya, tapi ia tidak melihat sosok Rio berada dikamar itu. Ia memutuskan untuk bangun dan berjalan menuju cermin satu badan didekat walk-in-closet yang terbuka lebar. Ia mematung menatap cermin yang memantulkan bayangan dirinya itu.

Mataku sembab, ia memegangi matanya sedih.

"Kau tampak cantik."

Tubuh Feylin berguncang kaget karena Rio yang tiba-tiba muncul itu. Rio tertawa terbahak-bahak karena wajah kesal Feylin, ia merasa itu lucu. Feylin semakin kesal dan buru-buru mengambil bantal lalu melemparkannya ke Rio, tapi sayang lemparannya ditangkis oleh Rio.

"Aku memang cantik dari lahir, mana handuk?" Feylin berhasil mengontrol dirinya. Sebenarnya ada sedikit perasaan geli dihatinya, sudah lama ia tidak bermain seperti ini.

Rio yang sedang memungut bantal tadi tiba-tiba berhenti dan melidaht kearah Feylin sambil menaikan alisnya.

"Kau yang membawaku kesini, kau harus menanggung biaya hidup untukku setidaknya sampai aku pulang nanti, setelah mandi dan .. makan," ucap Feylin polos. Sebenarnya ia memang sedang merasa pengap karena tubuhnya yang belum ia mandikan ini, ditambah lagi perutnya yang sudah berteriak lapar.

"Dasar tukang cari alasan, kau bisa memohon untuk diijinkan makan dan mandi disini, kenapa menyalahkan aku yang membawamu kesini?" Jawab Rio tak mau kalah.

Feylin memandang tak suka dan buru-buru keluar dari kamar itu.

"Hey, hey, mau kemana kau?" Rio mencegat langkahnya dengan menarik pergelangan tangannya.

"Pulang," jawab Feylin datar tanpa menatap Rio.

Rio hanya menggeleng pelan dan memilih untuk mengalah saja, ia mengandeng Feylin menuju walk-in-closetnya dan tergantung beberapa pakaian wanita disana serta beberapa lipat handuk berwarna soft violet.

Kenapa ada pakaian wanita dirumahnya? dan hanya beberapa saja serta handuk dan ...

"Aku sengaja membelikannya untukmu tadi pagi sambil membeli bahan makanan untuk kita, sebenarnya aku ingin mengajakmu pergi bersama, tapi kau tak bergeming sedikitpun saat kubangunkan," Rio tidak bebohong, ia memang sudah membangunkan Feylin, tetapi Feylin tak bergeming sedikitpun, malah mendapatkan pukulan telak dipipi kirinya.

Feylin sudah siap-siap ingin menyanggah.

"Dan ini ... " Rio menunjuk pipi kirinya, ada goresan sedikit disana.

Feylin mengurungkan niatnya untuk menyanggah Rio, ia merasa bersalah melihat goresan itu karena ia tahu bagaimana bengasnya jika ia dibangunkan. Bahkan kakeknya saja membangunkannya dengan alarm, Jimmy tak berani menyentuhnya karena ia tahu akibatnya.

"Aku tidak tau selera pakaianmu seperti apa, pakai dress putih itu lalu aku akan mempertimbangkan permintaan maafmu itu," ia menunjuk kesebuah dress putih yang tergantung disitu. Rio sudah mulai bisa membaca perasaan Feylin dari gerak-geriknya, ia tersenyum sedikit melihat Feylin yang sedang menunduk dihadapannya.

...

Thanks for reading!
Visit my profile, if you mind ;)

You Are Mine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang