Part 17

2.5K 80 0
                                    

Setelah menghabiskan setengah jam untuk melacak mobil Martin, mereka mendapat kabar bahwa mobil Martin berada dibandara.

"Sial!", Rio menendang mobil hitam yang terparkir dibandara itu, Evelyn hanya diam saja, ia sedang berpikir.

"Kita harus pergi melihat cctv, sekitar jam tiga sore sampai tengah malam", Rio panik.

"Jangan kita, bisakah kau perintahkan orangmu?"

"Jadi, kita tidak berbuat apa-apa? Aku mau memeriksanya sendiri!", Rio bergegas pergi, tapi Evelyn menahannya.

"Aku mengenal Martin, ia adalah seorang licik yang tidak mudah meninggalkan jejak, menurutku itu hanya jebakan, ia pasti pergi kearah yang bertolak belakang dari sini", jelas Evelyn sekaligus berhasil menyadarkan Rio, Rio sedang panik sehingga ia tidak bisa berpikir lagi. Rio mengambil smartphonenya dan menekan 2 pada dialpadnya.

"Philip, lu ke bandara sekarang juga, periksa cctv dari jam tiga sore sampai tengah malam, temukan Feylin ... oke thanks, Lip .. gue tunggu kabar dari lu secepatnya", lalu Rio memutus sambungannya.

"Jadi, Martin kemana? Dimana kira-kira tempat yang akan dia datangi?", Rio benar-benar tidak tahu apa-apa, ia tak mengenal hidup Martin sama sekali. Kemunculan Evelyn yang tiba-tiba membuat Rio lega karena ia masih hidup, tetapi giliran kehidupan Feylin sekarang yang dipertaruhkan, ia tidak akan melakukan hal yang sama seperti dulu, seperti terhadap Evelyn. Ia harus menyelamatkan Feylin, gadisnya.

"Tapi, apakah Feylin akan baik-baik saja? Apakah Martin akan melukainya?", tanya Rio, ia tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya, ia sangat khawatir. Ia tidak bisa membayangkan tubuh mungil Feylin itu dianiaya oleh Martin, bayangan itu sangat menyakiti hatinya. Ia frustasi ia tidak dapat berbuat apa-apa sekarang, ia hanya bergantung pada Evelyn.

"Maafkan aku Rio, aku tak yakin..", Evelyn mengepalkan tangannya, ia juga tak menyangka Martin tega berbuat seperti ini, Feylin adalah saudaranya. Matanya mulai berkaca-kaca, ia mencoba kuat daritadi tetapi tidak bisa. Evelyn mencintai Martin, sangat mencintainya.

"Hey, kau kenapa? Aku tahu kau khawatir, tapi kau tak boleh lemah, kau tahu? Feylin adalah gadis yang kuat, ia bahkan tak menangis didepan sembarang orang, yang terpenting sekarang kita harus bergegas, berpikirlah Evelyn, kemana kira-kira ia membawa Feylin?", Rio mengguncang bahu Evelyn, ia harus menyadarkan gadis itu bahwa sekarang bukan waktunya menangis, mereka harus segera menemukan Feylin, sebenarnya Rio juga panik, tapi ia harus tetap tegar.

Tuhan, lindungilah gadis mungilku .. Aku mencintainya, aku berjanji akan selalu menjaganya..

"Rio, aku tahu ... tempatnya".

~

Feylin membuka matanya, ia melihat tirai putih yang menari-nari disapu angin disamping kanan ranjangnya. Ia merasa dadanya agak sakit, mungkin karena posisinya tubuhnya yang telungkup entah sudah berapa lama.

Ia menatap dan menyelidiki tirai putih itu, tak ada jendela disana, hanyalah pintu kaca yang lebar yang menampakan pemandangan pantai yang gelap pada malam hari, dan pintu itu tidak terbuka, dari mana datangnya angin yang menggerakan tirai?

Feylin melirik kearah pakaiannya, ia tidak memakai dress putih ini sebelumnya, dan dress ini bukan miliknya tapi menempel pas ditubuhnya. Lalu ia memutar pandangannya kekiri ranjang dengan perlahan, ia melihat sebuah pintu yang terbuka, ia menyimpulkan dari situlah angin berasal.

Feylin hendak beranjak dari ranjang, tetapi tiba-tiba terdengar langkah kaki dari luar, semakin dekat, semakin jelas terdengar. Ia langsung menutup matanya, pura-pura tertidur, tapi celakanya ia lupa memutar kepalanya kearah kanan. Ia tak sempat mengubah posisinya lagi karena langkah kaki itu terdengar semakin dekat.

Martin menampakan dirinya diambang pintu, ia memasuki kamar itu perlahan. Ia menarik kursi kesamping ranjang Feylin, ia memandang wajah Feylin sambil menerawang kejadian sebelas tahun yang lalu.

~~~~~~~~~~~~pause~~~~~~~~~~~

Sebelas tahun yang lalu ...

Martin dan beberapa bawahan dari bosnya sedang mencari anak-anak yang akan dijadikan korban untuk bisnis human trafficking mereka. Mereka sedang melintasi hutan lebat yang sudah menjadi jalur rahasia mereka dari kota yang satu ke kota lainnya.

Ditengah perjalanan, Martin dan gerombolannya melihat dua orang anak kembar sedang melakukan photo shoot dihutan, yang satunya berbandana pink dan yang satunya lagi berbandana putih. Daripada harus jauh-jauh ke kota lain lagi, mereka memilih untuk menjadikan kedua anak itu sudah sebagai sasaran. Mereka mulai menyusun strategi agar menjauhkan kedua anak itu dari para kru photo shoot yang berjumlah enam orang. Beberapa orang dari gerombolannya akan mengacaukan keadaan dan beberapa lagi akan menculik kedua anak itu. Martin mendapatkan bagian untuk menculik. Mereka semua sudah bersiap dengan topeng mereka dan mulai beraksi.

Saat itu Feylin dan Evelyn sedang bersama, mereka sedang menikmati susu kotak sambil duduk disebuah batang pohon besar yang tidak terlalu jauh dari lokasi photoshoot, mereka memandangi bunga-bunga yang dibawa sebagai properti. Tiba-tiba terdengar keributan, beberapa orang bertopeng menyerang para kru yang sedang sibuk membereskan peralatan, Feylin yang menyadari situasi itu menyuruh Evelyn untuk kabur.

"Vel lari kearah sana, nanti Evey susul", Feylin ingin pergi mengambil kalungnya dulu, kalung itu sangat berharga baginya karena kalung itu khusus dibuatkan hanya untuknya dan Evelyn. Evelyn yang sepertinya juga mulai menyadari situasi disana langsung menggangguk, ia percaya bahwa nanti Feylin akan menyusulnya. Ia berlari-lari kearah yang ditunjuk Feylin tadi.

Sepasang kaki mungil berlari-lari ditengah hutan, suara tangisan terisak Evelyn terdengar menyayat hati, pohon-pohon yang menjulang tinggi menambah ketakukan padanya. Ia sudah menunggu Feylin begitu lama, tapi Feylin tak kunjung datang.

"E..vey..!"
Ia berteriak sambil terisak.

"Aww!"
Tubuh kecil Evelyn jatuh karena terlilit oleh sebuah tumbuhan menjalar, ia kesusahan untuk membebaskan sepasang kaki mungilnya dari tumbuhan yang menjeratnya.

"Mau ku bantu?", tanya Martin yang saat itu berumur kurang lebih delapan belas tahun, lengan kanannya mengucurkan darah terus-menerus dari luka yang ia dapat selama mengejar Evelyn.

Ia mendekati Evelyn dan melepaskan jeratannya dengan kasar. Evelyn merintih kesakitan, tetapi pandangannya hanya terpaku pada luka si penjahat. Ia berdiri dan dengan cepat menahan bahu lelaki itu agar tidak lekas berdiri juga, lalu ia melepaskan bandana kain berwarna putih yang melingkar dikepalanya dan mengikatkannya dilengan kanan yang terluka itu.

Martin kaku seketika, ia tak menyangka anak itu akan lebih memperhatikan lukanya dibanding dengan keselamatan dirinya sendiri, Martin hanya bisa tersenyum miris ..
"Siapa namamu? Berapa umurmu?"

"Evelyn, 11 tahun..", jawabnya takut-takut.

Si kecil Feylin yang daritadi mendengar jeritan saudara kembarnya mencari kesana kemari ditengah hutan, ia sempat bersembunyi didalam koper tadi. Ia harus menemukan Evelyn, ia melihat Evelyn dari kejauhan, kaki kecilnya terus melangkah kesana. Tetapi ia terlambat, ia mendapati seorang lelaki telah menggendong Evelyn dan membawanya pergi, kaki kecilnya tak sanggup untuk mengejar mereka. Ia menangis terisak sendirian ditengah hutan..

~~~~~~~~~continue~~~~~~~~~~

"Kau tahu Feylin, Evelyn telah menyentuh lubuk hatiku yang paling dalam .. Dan aku tak akan membiarkan ia celaka, biarlah kau menggantikannya menerima celaka itu karena kau telah memilih untuk menyelamatkan dirimu sendiri dulu .. Aku mencintai Evelyn dan tak akan aku biarkan siapapun melukainya .. Kau akan kuserahkan ke atasanku dan kami berdua akan dibebaskan selama-lamanya", ucap Martin sambil memegang sebuah bandana pink yang ia keluarkan dari kantong celananya.

~

Thanks for reading!
Visit my profile, if you mind ;)

You Are Mine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang