Part 7

3.7K 142 1
                                    


Feylin menuruni tangga dengan perlahan, ia hendak mengagetkan Rio untuk membalas perbuatan lelaki itu pagi tadi. Ia mendengar suara berisik dari dapur diikuti dengan aroma daging bercampur saus yang menggiurkan.

Ia pun tiba didapur, dan langsung menuju meja makan. Feylin terpana dengan desain dapur Rio, membuat ia lupa akan niat balas dendamnya. Meja itu berbentuk persegi panjang kecil dengan dua kursi tinggi yang saling berhadapan serta gelas-gelas kaca yang menggantung terbalik diatasnya, ditambah lagi perpaduan warna biru navy dan hitam pada perabotan-perabotan dapurnya, posisi mereka sekarang adalah seperti pelanggan dan barista dibar. Tapi bedanya sekarang mereka sedang berada didapur dan Rio asik memasak memunggungi Feylin yang sedang berdiri menunggunya siap.

Feylin hanya berdiri dan melipat tangannya diatas meja tinggi yang nyaris setinggi ketiaknya, ia ingin duduk tetapi tidak ada pijakan yang bisa membantu ia menaiki kursi tinggi itu, alhasil ia hanya berdiri dan menikmati pemandangan bahu Rio yang tampak gagah dari belakang.

Lelaki itu memakai sweater putih dan celana jeans biru, lalu ia melihat dress putihnya dan menemukan beberapa bagian yang dipadukan dengan jeans biru juga, ia teringat akan sikat gigi berwarna violet yang ia temukan ditoilet tadi, mau tak mau ia tersenyum kecil. Ia melihat ada dua piring spagetti polos disana, lalu dengan cekatan Rio menumpahkan saus yang ia masak tadi ke piring spagetti itu.

Rio melepas celemeknya lalu mengambil kedua piring itu dan hendak berbalik, sontak Feylin cepat-cepat memasang wajah yang ia paksakan tersenyum karena ia ingin cepat-cepat mengisi perutnya dan tanpa harus berdebat dengan Rio lagi. Rio berbalik dan mendapati senyum canggung Feylin disana, ia tahu sejak tadi gadis itu ada disana dari pantulan bayangan perabotan dapurnya yang berbahan keramik.

"Bagaimana kalau diruang tamu saja?" Tangan mungil Feylin menunjuk keruang tamu dengan senyuman canggung.

Rio menaruh dua piring spagetti tadi dimeja makan tingginya dan mendekati Feylin, ia semakin mendekat dan menatap lekat wajah Feylin. Jantung Feylin mulai berdetak kencang, tubuhnya sudah memanas, ia bisa membayangkan betapa merah pipinya sekarang.

"Ma..mau apa kau?" Feylin memberanikan diri menatap lelaki itu, tidak berniat untuk melangkah mundur. Karena kalau ia lari berarti ia kalah dan ia tidak mau kalah dari Rio.

Wajah Rio semakin mendekat, bibirnya sudah nyaris menyentuh bibir softpeach polos Feylin. Secara tidak sadar tangan Feylin menggenggam erat dress sebetisnya itu, matanya memejam erat dan ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

"Sweep you off from your feet!" Rio berbisik dan sontak mata Feylin terbuka dan mengerjap bingung, tanpa basa basi Rio langsung menggendong Feylin lalu mendudukan ia dikursi.

"Dasar kaki pendek tak berguna," ujar Rio datar.

"A..a..apa? Kaki pendek?" Feylin kehabisan kata-kata, lalu ia memasang tampang kesal dan berusaha untuk turun dari kursi itu.

"Mau kemana kau?" Tanya Rio sambil mencegah Feylin turun dari kursinya dengan melingkarkan tangannya diatas kedua bahu Feylin dari belakang.

"Mau pulang!" Bentaknya sambil berusaha untuk membebaskan diri dari lingkaran lengan kekar nan berat lelaki itu.

"Kau ingat? kau berhutang maaf padaku," kata-kata Rio membuat Feylin berhenti berontak, Rio pun melepaskan pelukan-tak-sampainya itu.

"Makanlah!"

Feylin mengangguk dan memasukkan sesuap garpu, "Saus La Fonte? kupikir kau memasaknya sendiri melihat keseriusanmu tadi," ia mencibir.

Rio hanya terkekeh dan tidak membalas ucapan Feylin, gadis itu sangat mudah marah dan itu lucu. Dan adegan ia mendekat tadi juga membuat jantungnya berpacu sangat cepat, apakah ia benar-benar menyukai Feylin?

Pertama kali ia hanya tertarik saja dan sampai saat ini perasaan itu sudah berkembang menjadi perasaan sayang, ingin melindungi, serta ingin memiliki. Ia menertawakan dirinya sendiri yang dari tadi pagi sibuk untuk memenuhi kebutuhan Feylin, mulai dari pakaian, handuk, serta sikat gigi, ingin rasanya ia menyekap Feylin untuk tinggal saja disini, dirumahnya.

...

Feylin tengah memainkan renda minimalis dress putihnya, ia merasa bosan dan memutuskan untuk berayun-ayun diayunan yang ada dihalaman rumah Rio.
Setelah sarapan tadi Rio langsung pamit pergi, dengan alasan ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Feylin mendengus kesal.

"Bekerja? Saat weekend? Dan aku disuruh menunggu disini dengan pagar yang terkunci?" Ia baru sadar pagar rumah Rio terkunci setelah ia memutuskan untuk berjalan-jalan disekitar komplek.

Ia berjalan masuk kerumah, menyusuri ruang tamu, dapur, dan meja makan tadi, lalu menaiki tangga dan mendapati pintu kamar Rio yang tertutup. Feylin ragu sejenak, tapi ia sedang bosan, ada sedikit rasa penasaran juga tentang lelaki itu. Ia hanya mengangkat bahu dan dengan santainya membuka kenop pintu kamar Rio.

Lalu ia berbaring dikasur Rio dan melihat kearah langit-langit, serta dinding-dinding kamar Rio yang putih polos, tak ada poster apapun disana. Kamarnya terlalu rapi, seolah-olah ia adalah seorang yang perfeksionis. Mata Feylin menatap kearah langit-langit kamar, tapi pikirannya tak ada disana, matanya menatap kosong ...

Aku tak tahu kau siapa, aku tak tahu kau dari mana, yang aku tahu kaulah sumber kenyamanan yang selama ini aku cari ...

...

Thanks for reading!
Visit my profile, if you mind ;)

You Are Mine (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang