one time in Doha

2.2K 73 11
                                    

Zayn mendorong trolynya pelan ransel dengan roda khusus itu bergerak teratur. Ia sendirian tanpa di temani Jill, asistennya. Ia ada jadwal keberangkatan ke Doha pagi ini. Sebenarnya kemarin Jill menawarkan untuk menemaninya. Tetapi Zayn menolak dengan halus. Ia beralasan ini urusan keluarga. Di sambut tatapan tanya Jill - sejak kapan Kau punya keluarga di Teluk.  Dan karena ia menggunakan Emirates Airline, terminal yang digunakan di Bandara Heathrow adalah terminal 3, khusus untuk maskapai penerbangan lain selain British Airways dan dengan tujuan arah barat dan timur dari Inggris. Terminal ini tidak besar, dan dengan banyaknya maskapai asing yang menggunakan terminal ini, menjadikan terminal ini penuh dengan calon penumpang yang menunggu.

 Zayn memakai kacamata hitamnya dengan hati-hati. Ia tidak ingin dikenali oleh siapapun. Meskipun bukan anggota Onedirection lagi tetapi saja wajahnya mudah dikenali banyak orang. Dan ia tidak ingin muncul gosip aneh tentang kepergiannya ke Doha. Ia sendiri bingung dengan tujuannya. Kemarin malam ketika ibunya bertanya apa tujuannya ia menjawab. Hanya ingin menyambung silaturahmi dengan keluarganya. Sementara itu. Just it. Not more. Ibunya hanya tersenyum. Ia tahu ibunya berharap lebih. Ibunya memeluknya erat. Meskipun tidak banyak cerewet seperti biasanya ia tahu ibunya mendoakannya dengan tulus.

Panggilan keberangkatan terdengar di penjuru terminal tiga. Zayn bersiap. Entah mengapa rasanya seperti berdebar menunggu pengumuman ujian. Ia tersenyum ke arah pramugari di depan pintu pesawat yang menyambutnya dengan senyum manis mereka. Mengambil tempat duduk dengan nomor yang tertera di boarding passnya. Berusaha untuk bersikap sesantai mungkin. Menghilangkan rasa gugup yang muncul tiba-tiba. Hey, ini masih di Inggris, Dude. Jeritnya dalam hati. Bersiap untuk penerbangan 6 jam ke depan dari London- Doha.

Ditempat lain.

 

“ Jadi itulah pentingnya kita menjaga kebersihan area reproduksi dengan baik”. Salma menyelesaikan presentasinya.

Didepannya wajah-wajah gadis Arab itu sudah cekikikan dari tadi. Ia diminta mendampingi sesi kuliah Sex Education untuk anak-anak sekolah di Khadeeja International School. Anak-anak di penghujung primary school itu menatapnya takjub. Ini benar-benar gebrakan baru untuk sebuah sekolah khusus perempuan di padang pasir. Bayangkan sex education for school. Huff.

“Mati kau” jerit Salma dalam hati ketika satu persatu tangan terangkat ke atas hendak bertanya.

“ Dukturah Salma, jadi kita sudah bisa hamil ya kalu kita sudah mendapat haidh” Tanya seorang anak dengan mata belok khas Timur Tengah.

 Salma tersenyum dan mengangguk. Disambut sorakan gadis-gadis yang lain.

“ Memang kau siap hamil?” Tanya temannya. Yang ditanya malah memeletkan lidahnya. Salma tertawa.

“ Ya, secara teori perempuan sudah memasuki masa suburnya. Meskipun alat-alat reproduksi itu masih premature” jawabnya masih dengan senyumnya.

“ Dukturah Salma, apakah berarti aku boleh menikah sekarang?” disambut teriakan teman-temannya.

“ Memangnya kau akan menikah dengan siapa?” Tanya Salma sambil tersenyum

“ Aku punya banyak sepupu ya dukturah” jawabnya kalem. Salma menahan tawanya.

Di Arab adalah hal biasa menikahkan anak-anak perempuan mereka yang beranjak baligh. Apalagi jika ia masih keturunan raja-raja timur Tengah. Biasanya mereka sudah dijodohkan dengan sepupu-sepupunya. Atau kenalan ayahnya sesama milyader gurun pasir. Jadi jangan mimpi kalau pengen dapet emir gurun #plakkk….^^….

“ Ya jika kalian sudah siap dengan konsekuensi pernikahan sayang”

Salma menjawab hati-hati. Jujur ia agak gugup memberi jawaban untuk anak-anak labil ini. Hormone mereka sedang tumbuh. Hehehe

My QueenWhere stories live. Discover now