Dering ponsel yang memperdengarkan salah satu lagu Agnes Monica, akhirnya sedikit mengagetkan Yasmin dan Dante yang masih duduk di dalam semak-semak itu. Keduanya sama-sama terjingkat, dan Yasmin dengan sigap meraih ponsel yang ia letakkan di dalam tasnya itu. Ketika melihat layar, ia sedikit mengerutkan kening. Dan sebelum menjawab telepon masuk tersebut, ia melirik jam tangannya sekilas. Jam menunjukkan pukul sebelas kurang sepuluh menit malam.
"Halo..." bisik Yasmin akhirnya menjawab telepon masuk tersebut. Ia tahu kalau Fabian yang menelepon. Sementara Dante hanya memandangnya sambil tersenyum. Sejak tadi, garis senyum tak pernah hilang dari bibir pemuda itu.
"Yasmin, kamu dimana? Kamu ke apartemen saya sekarang juga ya. Saya tunggu, jam sebelas kita jalan. Cepat ya," sembur Fabian dari speacker ponsel.
"Oh, i...iya Mas," balas Yasmin agak tergagap. Dante kini mengerutkan kening. Ia bingung, siapa gerangan yang menghubungi kekasihnya itu.
"Ya sudah, saya tunggu," kata Fabian lagi dan tak lama hubungan pembicaraanpun terputus. Yasmin dengan sigap kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menatap Dante yang masih mengerutkan kening melihatnya.
"Siapa yang menelepon?" tanya Dante pula. Yasmin gelagapan, ia bingung harus menjawab apa. Haruskah ia mengatakan pada Dante perihal ia yang akan berpura-pura menjadi kekasih Fabian? Ah, tidak perlu, bisik Yasmin-pun dalam hati. Ia takut hal itu nantinya akan membuat Dante salah paham atau bagaimana. Dan ia tak mau itu sampai terjadi. Karena ia sangat mencintai Dante dan tak mau Dante menjauh darinya. Biarlah urusan bersama Fabian menjadi urusannya sendiri. Toh, takkan lama, hanya seminggu saja. Dan setelah itu ia akan mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya lalu melanjutkan sisa hidupnya dengan bahagia bersama Dante. Oh, Yasmin sudah bisa mengira-ngira hidupnya kedepan akan semulus itu, setelah semua rasa pahit yang ia reguk selama ini. Akan tetapi benarkah akan seperti itu? Kita lihat saja.
"Eh, ini...temanku," jawab Yasmin akhirnya. Dante manggut-manggut meski agak ragu. Ia mencoba mempercayai Yasmin karena dalam sebuah hubungan memang kunci utamanya adalah saling percaya.
"Oh," jawab Dante sekenanya.
"Aku harus pergi dulu. Ada urusan," ujar Yasmin lagi dan bangkit berdiri. Dante-pun mengikutinya berdiri.
"Mau kemana?"
"Eh, ke... Rumah temanku yang barusan menelepon. Kami sudah berjanji untuk bertemu malam ini," jawab Yasmin pula meski sempat tergagap. Dante menatap perempuan itu dengan pandangan penuh selidik. Sepertinya ada yang disembunyikan Yasmin darinya, ia tahu itu. Melihat sikap dan tingkah laku perempuan itu yang seperti orang kebingungan.
"Ya sudah," katanya kemudian. Dante membimbing tangan Yasmin keluar dari semak-semak dan kembali menyusuri gang-gang sempit agar sampai pada jalan besar. Dalam batin Dante sebenarnya masih bergumal suatu pertanyaan, siapakah orang yang akan ditemui Yasmin? Apakah itu pelanggan yang akan membeli kekasihnya itu? Dan Yasmin tak mau mengatakan padanya karena takut akan membuatnya jadi cemburu. Bisa jadi.
"Yas, aku boleh bertanya?" ungkap Dante pula masih sambil berjalan menyusuri gang. Yasmin melirik pada pemuda itu sekilas.
"Tentu saja," jawab Yasmin.
"Katakan padaku secara jujur, siapa lelaki yang baru saja meneleponmu? Apakah itu..." sebelum Dante sempat meneruskan kata-katanya, Yasmin memotong.
"Apakah kau tak percaya padaku?" tanya Yasmin pula. Dante diam sejenak, dan menghela napas. Ia menghentikan langkah dan menoleh pada kekasihnya itu.
"Bukannya aku tak percaya. Tapi sebaiknya dalam sebuah hubungan kita saling terbuka," ucap Dante. Ia menggenggam jemari tangan perempuan yang dipujanya itu, lembut. "Kita sudah sama-sama tahu latar belakang kehidupan kita masing-masing bagaimana. Kita juga sudah sama-sama tahu profesi kita berdua seperti apa. Jadi, kuharap kita sekarang saling terbuka, agar memudahkan jalan kita ke depan," sambung Dante penuh harap. Yasmin menghela napas berat. Ia dilanda kebingungan. Haruskah ia mengatakan perihal Fabian pada kekasihnya itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunang-kunang Di Langit Ibukota
Romance"Sungguh, aku tak sanggup menerima cinta yang kau berikan. Rasa itu terlalu mahal jika dipersembahkan kepada perempuan seperti diriku. Aku ini kupu-kupu malam," ucap Yasmin pedih. "Walau bagi orang lain kau adalah kupu-kupu malam, tapi bagiku kau ad...